Kaifiyyat Duduk Tasyahud Akhir

A. Pengertian Dan Hukum Duduk Tasyahud Akhir

Pengertian duduk tasyahud akhir adalah duduk yang dilakukan pada rakaat kedua atau lebih dengan tujuan berakhirnya rangkaian shalat untuk membaca do’a tasyahud akhir yang akan diakhiri dengan salam.

B. Hukum Tasyahud Akhir

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا

Shahih Bukhari 715: ...Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah masuk ke masjid, lalu ada juga seorang laki-laki masuk Masjid dan langsung shalat kemudian memberi salam kepada Nabi . …Beliau lantas berkata: "Jika kamu berdiri untuk shalat maka mulailah dengan takbir, lalu bacalah apa yang mudah buatmu dari Al Qur'an kemudian ruku’lah sampai benar-benar ruku’ dengan thuma'ninah (tenang), lalu bangkitlah (dari ruku’) hingga kamu berdiri tegak, lalu sujudlah sampai hingga benar-benar thuma'ninah, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar duduk dengan thuma'ninah. Maka lakukanlah dengan cara seperti itu dalam seluruh shalat (rakaat) mu."

Kemudian dalam salah satu riwayat yang lainnya beliau bersabda pula:

…”Maka apabila engkau menyempurnakan shalat ini, maka sungguh engkau telah menyempurnakan shalat, dan apabila engkau mengurangi dari cara shalat ini, maka engkau telah mengurangi shalat ini “… (HR. Ahmad, No 482)

Ibnu Hajar pernah menjelaskan sebagai berikut:

وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْإِقَامَةَ وَالتَّعَوُّذَ وَدُعَاءَ الِافْتِتَاحِ وَرَفْعَ الْيَدَيْنِ فِي الْإِحْرَامِ وَغَيْرِهِ وَوَضْعَ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى وَتَكْبِيرَاتِ الِانْتِقَالَاتِ وَتَسْبِيحَاتِ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ وَهَيْئَاتِ الْجُلُوسِ وَوَضْعَ الْيَدِ عَلَى الْفَخِذِ وَنَحْوَ ذَلِكَ مِمَّا لَمْ يُذْكَرْ فِي الْحَدِيثِ لَيْسَ بِوَاجِبٍ

‘… maka pada riwayat itu sebagai dalil, bahwa iqomah, ta’awwudz, do’a iftitah, mengangkat dua tangan saat takbiratul ihram dan yang lainnya, menyimpan tangan kanan di atas tangan kiri, takbir intiqal, bacaan tasybih diwaktu ruku’ dan sujud, cara-cara duduk dan menyimpan tangan kanan di atas paha dan sejenis dengannya itu adalah tidak wajib… (Fathul Bari II:280)

Maka dengan hal dan keterangan tersebut, kita mengetahui dan dapat membedakan antara yang wajib dan yang sunnat di dalam shalat.

Sehubungan dengan itu dinyatakan dalam qaidah ushul fiqih:

مجرّد الأفعال لايفيد الوجوب

"Perbuatan Nabi semata-mata (tanpa diikuti sabdanya), maka itu tidak menunjukkan kepada wajib"

Pada hadits yang telah disebutkan jelas sekali keterangan perintah duduk, baik duduk antara dua sujud dan tasyahud.

Kesimpulan tasyahud akhir dengan thuma’ninah adalah salah satu rukun shalat.

C. Kaifiyat Tasyahud Akhir

"BANGKIT SAMBIL BERTAKBIR DARI SUJUD DENGAN MENGHAMPARKAN KAKI KIRI MASUKAN KE KAKI KANAN, KEMUDIAN DUDUKI TEMPAT KAKI KIRI, POSISIKAN KAKI KANAN JARI-JARINYA MENGHADAP KIBLAT DAN POSISI TELAPAK KAKINYA DITANCAPKAN LURUS, POSISIKAN DUA TELAPAK TANGAN DI ATAS PAHA ATAU LUTUT ATAU TELAPAK TANGAN DI ATAS PAHA DAN UJUNG JARI DI ATAS LUTUT, JARI-JARI TANGAN KIRI TALAZUM (ALAMIAH/TIDAK RAPAT DAN TIDAK RENGGANG BERLEBIHAN) , SEDANGKAN JARI-JARI TANGAN KANAN UNTUK KELINGKING DAN JARI MANIS DIGENGGAM SEDANGKAN JARI TENGAH DAN IBU JARI MEMBENTUK LINGKARAN SEMENTARA POSISI JARI TELUNJUK BERISYARAT MENUNJUK KEMUDIAN MENGGERAK-GERAKANNYA,SIKAP DUDUK TAWWARUK (MIRING), DAN POSISI MATA DIARAHKAN MELIHAT TELUNJUK, SETELAH SEMUANYA TENANG (THUMA’NINAH) BACALAH DO’A TASYAHUD AKHIR”.

Rangkaiannya adalah:

  • 1) BANGKIT SAMBIL BERTAKBIR DARI SUJUD

  • 2) MENGHAMPARKAN KAKI KIRI MASUKAN KE KAKI KANAN, KEMUDIAN DUDUKI TEMPAT KAKI KIRI, POSISIKAN KAKI KANAN JARI-JARINYA MENGHADAP KIBLAT DAN POSISI TELAPAK KAKINYA DITANCAPKAN LURUS

  • 3) POSISIKAN TELAPAK TANGAN KIRI DI ATAS PAHA ATAU POSISIKAN TELAPAK TANGAN KIRI DI ATAS LUTUT ATAU POSISIKAN TELAPAK TANGAN KIRI DI ATAS PAHA SEDANGKAN UJUNG JARI DI ATAS LUTUT

  • 4) JARI-JARI TANGAN KIRI TALAZUM (ALAMIAH/TIDAK RAPAT DAN TIDAK RENGGANG BERLEBIHAN)

  • 5) JARI-JARI TANGAN KANAN UNTUK KELINGKING DAN JARI MANIS DIGENGGAM SEDANGKAN JARI TENGAH DAN IBU JARI MEMBENTUK LINGKARAN SEMENTARA POSISI JARI TELUNJUK BERISYARAT MENUNJUK KEMUDIAN MENGGERAK-GERAKANNYA

  • 6) SIKAP DUDUK TAWWARUK (MIRING)

  • 7) POSISI MATA DI ARAHKAN MELIHAT TELUNJUK

  • 8) SETELAH SEMUANYA TENANG (THUMA’NINAH)

  • 9) BACALAH DO’A TASYAHUD AKHIR

Dalil-dalil dan keterangan

1) BANGKIT SAMBIL BERTAKBIR DARI SUJUD

Dalil 1

صحيح البخاري ٧٦١: …عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ وَأَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ…ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنْ السُّجُودِ

Shahih Bukhari 761: … Dari Az Zuhri berkata: telah mengabarkan kepadaku Abu Bakar bin 'Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam dan Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Abu Hurairah … Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya dari sujud

Dalil 2

ابْنَ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ لِلصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى تَكُونَا حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ كَبَّرَ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ وَإِذَا رَفَعَ مِنْ الرُّكُوعِ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ وَلَا يَفْعَلُهُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنْ السُّجُودِ

Shahih Muslim 587:… Ibnu Umar berkata, "Rasululllah apabila mendirikan shalat maka beliau mengangkat kedua tangannya hingga menjadi sejajar dengan kedua pundaknya, kemudian bertakbir, lalu jika beliau ingin ruku’ maka beliau mengerjakan seperti itu, dan apabila berdiri dari ruku’ maka beliau mengerjakan seperti itu, namun beliau tidak mengerjakannya ketika mengangkat kepalanya dari sujud…"

Dalil 1 kalimat Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya dari sujud menunjukkan bahwa ketika bangkit dari sujud untuk tasyahud akhir sambil bertakbir

Dalil 2 kalimat namun beliau tidak mengerjakannya ketika mengangkat kepalanya dari sujud menunjukkan larangan mengangkat tangan ketika bangkit dari sujud untuk tasyahud

Kesimpulan bangkit sambil bertakbir adalah gerakan bangkit dari sujud untuk tasyahud sambil bertakbir dengan tidak mengangkat kedua tangan.

2) MENGHAMPARKAN KAKI KIRI MASUKAN KE KAKI KANAN, KEMUDIAN DUDUKI TEMPAT KAKI KIRI, POSISIKAN KAKI KANAN JARI-JARINYA MENGHADAP KIBLAT DAN POSISI TELAPAK KAKINYA DITANCAPKAN LURUS

Dalil 1

صحيح البخاري ٧٨٥: فَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّوَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ

Shahih Bukhari 785: … berkatalah Abu Humaid As Sa'idi:…. Dan jika duduk pada rakaat terakhir, maka beliau memasukkan kaki kirinya (di bawah kaki kananya) dan menegakkan kaki kanannya dan beliau duduk pada tempat duduknya."…

Dalil 2

صحيح ابن حبان ١٨٦٧: …، فَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ … حَتَّى إِذَا كَانَ فِي السَّجْدَةِ الَّتِي فِيهَا التَّسْلِيمُ أَخْرَجَ رِجْلَيْهِ وَجَلَسَ عَلَى شِقِّهِ الأَيْسَرِ مُتَوَرِّكًا

Shahih Ibnu Hibban 1867: … Abu Humaid berkata, … . Pada sujud yang setelah itu salam, beliau mengeluarkan kedua kaki dan duduk di atas kaki kiri dengan ber-tawarruk (duduk di atas pangkal paha)…

Dalil 3

سنن النسائي ١١٤٦: … عَنْ عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ مِنْ سُنَّةِ الصَّلَاةِ أَنْ تَنْصِبَ الْقَدَمَ الْيُمْنَى وَاسْتِقْبَالُهُ بِأَصَابِعِهَا الْقِبْلَةَ وَالْجُلُوسُ عَلَى الْيُسْرَ

Sunan Nasa'i 1146: … Dari 'Abdullah bin 'Abdullah bin 'Umar dari bapaknya dia berkata:"Termasuk sunnah shalat adalah engkau menegakkan kaki kanan dan menghadapkan jari-jemari kedua kaki ke kiblat, serta duduk di atas kaki kiri."

Dalil 1 kalimat Dan jika duduk pada rakaat terakhir, maka beliau memasukkan kaki kirinya (di bawah kaki kananya) dan menegakkan kaki kanannya dan beliau duduk pada tempat duduknya menunjukkan :

1. Menghamparkan atau memasukan kaki kiri ke kaki kanan

2. Menegakan kaki kanan

3. Menduduki bekas kaki kiri

Dalil 2 kalimat Pada sujud yang setelah itu salam, beliau mengeluarkan kedua kaki dan duduk di atas kaki kiri dengan ber-tawarruk (duduk di atas pangkal paha) menunjukkan selain meduduki bekas kaki kiri juga secara otomatis duduk dengan posisi miring

Dalil 3 kalimat Termasuk sunnah shalat adalah engkau menegakkan kaki kanan dan menghadapkan jari-jemari kedua kaki ke kiblat, serta duduk di atas kaki kiri." Menunjukkan ketika duduk tasyahud awal posisi kaki kanan ditegakan, hal ini berlaku sama ketika duduk tasyahud akhir adanya kaifiyat menegakan kaki kanan berarti diharuskan pula posisi jari-jarinya menghadap kiblat.

Kesimpulan dalil kaki kanan telapaknya ditegakan semua jemarinya dihadapkan ke kiblat dalam posisi lurus, untuk kaki kiri masukan ke kaki antara celah pergelangan kaki kanan sampai lutut dengan posisi menghamparkanya, untuk posisi duduk maka duduki bekas kaki kiri ketika berdiri atau sujud.

MENGHAMPARKAN KAKI KIRI MASUKAN KE KAKI KANAN, KEMUDIAN DUDUKI TEMPAT KAKI KIRI, POSISIKAN KAKI KANAN JARI-JARINYA MENGHADAP KIBLAT DAN POSISI TELAPAK KAKINYA DITANCAPKAN LURUS adalah posisi kaki kanan tidak berubah tegak lurus dengan jari-jarinya menghadap kiblat, untuk kaki kiri masukan ke kaki antara celah pergelangan kaki kanan sampai lutut dengan posisi menghamparkanya, untuk posisi duduk maka duduki bekas kaki kiri Ketika berdiri atau sujud yang secara otomatis posisi badan agak miring.

3) DUA TELAPAK TANGAN DI ATAS PAHA ATAU DUA TELAPAK TANGAN DI ATAS LUTUT ATAU TELAPAK TANGAN DI ATAS PAHA DAN UJUNG JARI DI ATAS LUTUT

Dalil 1.

عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَعَدَ فِي التَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى وَعَقَدَ ثَلَاثَةً وَخَمْسِينَ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ

Shahih Muslim 912 :… Dari Nafi' dari Ibn Umar bahwa apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam duduk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya di atas lutut kanannya, dan beliau lingkarkan jarinya sehingga membentuk angka lima puluh tiga, lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk.

Dalil 2.

صحيح مسلم ٩١٠: …عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَعَدَ يَدْعُو وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ وَوَضَعَ إِبْهَامَهُ عَلَى إِصْبَعِهِ الْوُسْطَى وَيُلْقِمُ كَفَّهُ الْيُسْرَى رُكْبَتَهُ

Shahih Muslim 910: … Dari Amir bin Abdullah bin Zubair dari ayahnya katanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika duduk berdo’a, beliau letakkan tangan kanannya di atas paha kananya, dan tangan kirinya di atas paha kirinya, dan beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan beliau letakkan jempolnya pada jari tengahnya, sementara telapak kirinya menggenggam lututnya.

Dalil 1 menunjukkan bahwa posisi kedua tangan disimpan di lutut

Dalil 2 menunjukkan posisi kedua tangan disimpan di paha

Dengan keterangan ini ada dua posisi tangan yaitu di atas paha dan lutut, dengan demikian menjadi hujjah yang shahih menjadi pilihan kita.

Tetapi Mari perhatikan pendapat ibnu qoyim dalam al-Majmu’, 3/415, Zadul Ma’ad, 1/60 Di saat duduk diantara dua sujud ini, disenangi meletakkan kedua tangan di atas kedua paha dekat dengan kedua lutut, siku berada di atas paha, sedangkan ujung jari di atas lutut dalam keadaan jari-jemari ini agak direnggangkan dan dihadapkan ke arah kiblat. Juga mari perhatikan juga Pendapat ust Ginanjar (stap sekertariat pp persatuan islam) dalam rubrik Rumah fiqh © Tanya Jawab dan Keislaman 2013-2019 - tanyajawabfikih.com berkesimpulan pada hadis pertama menunjukkan bahwa ketika duduk dan berdo’a, posisi tangan kanan di atas paha kaki kanan dan posisi tangan kiri di atas paha kaki kiri. Adapun hadis kedua, tambahan informasinya posisi tangan berada di lutut. Jika dibaca secara utuh maka kedua hadis di atas saling melengkapi informasi satu sama lain sehingga menjadi sebuah gambaran yang utuh, yaitu kaifiyat menyimpan tangan ketika duduk diantara dua sujud adalah dengan meletakkan telapak tangan kanan di atas paha kanan dan telapan tangan kiri di atas paha kaki kiri dimana kedua ujung-ujung jari berada di pangkal kedua lutut.

Kesimpulan Posisikan dua telapak tangan di atas paha atau lutut atau posisi kedua telapak tangan di kedua paha dan posisi jari-jari kedua tangan berada di ujung dikedua lutut

4) JARI-JARI TANGAN KIRI TALAZUM (ALAMIAH/TIDAK RAPAT DAN TIDAK RENGGANG BERLEBIHAN)

Dalil 1

صحيح مسلم ٩١١: … عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا جَلَسَ فِي الصَّلَاةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَرَفَعَ إِصْبَعَهُ الْيُمْنَى الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ فَدَعَا بِهَا وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى بَاسِطَهَا عَلَيْهَا

Shahih Muslim 911: … Dari Nafi' dari Ibn Umar, bahwa apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam duduk dalam shalat, beliau meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, dan beliau angkat jari kanan sebelah jempolnya (telunjuk) sambil memanjatkan do’a, sementara tangan kirinya di atas lutut kirinya sambil dibuka."

Dalil 2.

صحيح مسلم ٩١٣: …عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُعَاوِيِّ أَنَّهُ قَالَ رَآنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ وَأَنَا أَعْبَثُ بِالْحَصَى فِي الصَّلَاةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ نَهَانِي فَقَالَ اصْنَعْ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فَقُلْتُ وَكَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ قَالَ كَانَ إِذَا جَلَسَ فِي الصَّلَاةِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى

Shahih Muslim 913:… Dari Ali bin Abdurrahman Al Mu'awi, dia berkata: Abdullah bin Umar pernah melihatku bermain-main kerikil ketika shalat. Seusai shalat, dia langsung melarangku sambil berujar: "Lakukanlah sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lakukan." Tanyaku: "Bagaimana Rasulullah melakukan?" Katanya: "Jika beliau duduk dalam shalat, beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya dan beliau genggam semua jari jemarinya sambil memberi isyarat dengan jari sebelah jempol (telunjuk), beliau juga meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya."…

Dalil 3.

سنن النسائي ٨٧٩: … حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ كُلَيْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّ وَائِلَ بْنَ حُجْرٍ أَخْبَرَهُ قَالَ قُلْتُ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ يُصَلِّي فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ ثُمَّ قَعَدَ وَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ وَرُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَجَعَلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ قَبَضَ اثْنَتَيْنِ مِنْ أَصَابِعِهِ وَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا

Sunan Nasa'i 879… Telah menceritakan kepada kami 'Ashim bin Kulaib dia berkata: bapakku telah menceritakan kepadaku Bahwasannya Wa'il bin Hujr mengabarkan kepadanya, dia berkata: "Aku berkata: Aku ingin melihat bagaimana cara shalat Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam, maka aku pun memperhatikannya. …kemudian duduk di atas kaki kiri. Beliau juga meletakkan telapak tangan kiri diantara paha dan lutut kiri. Lalu beliau meletakkan ujung lengan kanan di atas paha kanan. Kemudian ia menggenggam dua jarinya serta membentuk lingkaran, lantas mengangkat jarinya. Aku melihat beliau menggerak-gerakkannya dan berdo’a dengannya."

Dalil 4.

صحيح مسلم ٩١٠: … عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَعَدَ يَدْعُو وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ وَوَضَعَ إِبْهَامَهُ عَلَى إِصْبَعِهِ الْوُسْطَى وَيُلْقِمُ كَفَّهُ الْيُسْرَى رُكْبَتَهُ

Shahih Muslim 910: … Dari Amir bin Abdullah bin Zubair dari ayahnya katanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika duduk berdo’a, beliau letakkan tangan kanannya di atas paha kananya, dan tangan kirinya di atas paha kirinya, dan beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan beliau letakkan jempolnya pada jari tengahnya, sementara telapak kirinya menggenggam lututnya.

Dalil 1 Hadits ini masih mhutlaq dan Ketika berdiri sendiri seolah-olah hanya menyimpan tangan kanan di atas paha kanan. Akan tetapi diyakini oleh para ulama disebabkan banyak yang menerangkan secara lebih terbatas dan jelas bahwa jari-jari selain dipakai isyarat dilipat, digenggamkan, atau dibuat lingkaran. Dengan demikian haditsini menjadi muqayyad (al-fhatur Rabani, IV : 19

Dalil 2 perhatikan kalimat

وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ

Mengepalkan semua jarinya, beliau berisyarat dengan jari yang yang mengiringi ibu jarinya

Dalil ketiga “Beliau juga meletakkan telapak tangan kiri diantara paha dan lutut kiri. Lalu beliau meletakkan ujung lengan kanan di atas paha kanan. Kemudian ia menggenggam dua jarinya serta membentuk lingkaran” dalil ini sebagai penegas dalil dua yang memiliki kalimat yang sama.

Dalil 4.

Dalam Nail Authar 11 : 316 kalimat

وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ

Keterangan ini tidak memakai kalimat qabada bi usbhu`ihi atau wa aqada salasatan wa khamsina sedangkan isyarat disebutkan setelah menyimpan tangan kanan di atas paha kanan dengan demikian jari-jari yang lain tidak digenggam .

Kesimpulan keterangan dan dalil yang telah disebutkan menunjukkan jari-jari tangan kiri talazum / alamiah, tidak rapat dan tidak renggang berlebihan

JARI-JARI TANGAN KIRI TALAZUM (ALAMIAH/TIDAK RAPAT DAN TIDAK RENGGANG BERLEBIHAN posisi jari jemari tangan kiri ketika tasyahud akhir adalah simpan di paha. Atau di lutut atau pergelangan di paha dan ujung jemari di lutut posisikan jemarinya tidak renggang berlebihan

Mari perhatikan pendapat ulama dalam syarah al muhazdzdzab karya imam Nawawi, ar rafi`I berkata menurut pendapat yang kuat dibuka tanpa berlebihan, karena tidak ada perintah dibuka berlebihan dalam shalat. Pendapat ini dipilih oleh pemilik asy syamil, Sebagian fuqaha khurasan,rauyani, dan lainya.

5) JARI-JARI TANGAN KANAN UNTUK KELINGKING DAN JARI MANIS DIGENGGAM SEDANGKAN JARI TENGAH DAN IBU JARI MEMBENTUK LINGKARAN SEMENTARA POSISI JARI TELUNJUK BERISYARAT MENUNJUK KEMUDIAN MENGGERAK-GERAKANNYA

Dalil 1

مسند أحمد ١٥٥١٨: …حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِي التَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَلَمْ يُجَاوِزْ بَصَرُهُ إِشَارَتَهُ

Musnad Ahmad 15518: …Telah menceritakan kepadaku 'Amir bin Abdullah bin Az Zubair dari Bapaknya berkata: Rasulullah SAW jika duduk tasyahud meletakkan tangannya di atas paha kanan dan meletakkan tangan kirinya di atas pahanya yang kiri, menunjuk dengan telunjuknnya dan pandangan mata beliau tidak melewati telunjuknya.

Dalil 2

صحيح مسلم ٩١٣: … عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُعَاوِيِّ أَنَّهُ قَالَ رَآنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ وَأَنَا أَعْبَثُ بِالْحَصَى فِي الصَّلَاةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ نَهَانِي فَقَالَ اصْنَعْ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فَقُلْتُ وَكَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ قَالَ كَانَ إِذَا جَلَسَ فِي الصَّلَاةِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى

Shahih Muslim 913: … Dari Ali bin Abdurrahman Al Mu'awi, dia berkata: Abdullah bin Umar pernah melihatku bermain-main kerikil ketika shalat. Seusai shalat, dia langsung melarangku sambil berujar: "Lakukanlah sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lakukan." Tanyaku: "Bagaimana Rasulullah melakukan?" Katanya: "Jika beliau duduk dalam shalat, beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya dan beliau genggam semua jari jemarinya sambil memberi isyarat dengan jari sebelah jempol (telunjuk), beliau juga meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya."…

Dalil 3

صحيح مسلم ٩١٠: …عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَعَدَ يَدْعُو وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ وَوَضَعَ إِبْهَامَهُ عَلَى إِصْبَعِهِ الْوُسْطَى وَيُلْقِمُ كَفَّهُ الْيُسْرَى رُكْبَتَهُ

Shahih Muslim 910: … Amir bin Abdullah bin Zubair dari ayahnya katanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika duduk berdo’a, beliau letakkan tangan kanannya di atas paha kananya, dan tangan kirinya di atas paha kirinya, dan beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan beliau letakkan jempolnya pada jari tengahnya, sementara telapak kirinya menggenggam lututnya.

Dalil 4

سنن النسائي ١٢٥١: … وَائِلَ بْنَ حُجْرٍ قَالَ قُلْتُ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ يُصَلِّي فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ فَوَصَفَ قَالَ ثُمَّ قَعَدَ وَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ وَرُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَجَعَلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ قَبَضَ اثْنَتَيْنِ مِنْ أَصَابِعِهِ وَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ رَفَعَ أُصْبُعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا مُخْتَصَرٌ

Sunan Nasa'i 1251: … Wa'il bin Hujr berkata: "Aku akan melihat cara shalat Rasulullah Shalallah 'Alaihi Wa Sallam. Kemudian aku melihat beliau Shallallallahu'alaihi wasallam shalat." -dia menyifatinya dengan berkata-: 'Beliau duduk di atas kaki kiri serta meletakkan telapak tangan kiri di atas paha dan lutut bagian kiri. Lalu beliau Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam meletakkan siku lengan kanan di atas paha kanan, lalu menggenggam dua jari sehingga menjadi melingkar, kemudian beliau mengangkat telunjuknya, aku melihat beliau mengerak-gerakannya dan berdo’a dengannya." (secara ringkas).

Dalil 5

صحيح مسلم ٩١٢: … عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَعَدَ فِي التَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى وَعَقَدَ ثَلَاثَةً وَخَمْسِينَ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ

Shahih Muslim 912: … Dari Ibn Umar bahwa apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya di atas lutut kanannya, dan beliau lingkarkan jarinya sehingga membentuk angka lima puluh tiga, lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk."

Dalil 1 kalimat duduk tasyahud meletakkan tangannya di atas paha kanan dan meletakkan tangan kirinya di atas pahanya yang kiri, menunjuk dengan telunjuknnya menunjukkan tangan kanan disimpan di paha kemudian berisyarat

Dalil 2 kalimat beliau genggam semua jari jemarinya sambil memberi isyarat dengan jari sebelah jempol (telunjuk) menunjukkan tangan kanan digenggam dan telunjuk berisyarat

Dalil 3 kalimat beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan beliau letakkan jempolnya pada jari tengahnya menunjukkan tangan posisi tangan kanan jempolnya simpan dijari Tengah sementara telunjuk berisyarat

Dalil 4 kalimat lalu menggenggam dua jari sehingga menjadi melingkar, kemudian beliau mengangkat telunjuknya menunjukkan tangan kanan untuk jempol dan jari Tengah bentuk lingkaran sementara telunjuk berisyarat

Dalil 5 kalimat beliau lingkarkan jarinya sehingga membentuk angka lima puluh tiga, lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk menunjukkan tangan kanan untuk jempol dan jari tengan bikin lingkaran, sementara untuk telunjuk berisyarat, sementara semua jari satu dengan lainya seperti membentuk angka lima puluh tiga

Kesimpulan semua dalil adalah berstatus shahih sehingga menjadi pilihan atau bahwa dalil-dalil ini satu dengan yang lainya adalah bersifat saling memberikan tambahan ilmu, karena bila kita perhatikan dalil 1-5 sangat jelas bahwa dalil-dali tersebut saling memberikan tambahan keilmuan sehingga satu dengan yang lainya membentuk satu kaifiyat yang satu bahwa simpan tangan kanan kemduian telunjuk berisyarat, maksudnya adalah genggam tangan kanan kemudian berisyarat maksudnya adalah tangan kanan untuk jempol simpan pada jari Tengah sementara telunjuk berisyarat maksudnya adalah tangan kanan untuk jempolnya bentuk lingkaran sementara telunjuk berisyarat maksudnya adalah tangan kanan untuk jempol dan jari Tengah membentuk lingkkaran sementara semua jari satu dengan lainya seperti membentuk angka lima puluh tiga

JARI-JARI TANGAN KANAN UNTUK KELINGKING DAN JARI MANIS DIGENGGAM SEDANGKAN JARI TENGAH DAN IBU JARI MEMBENTUK LINGKARAN SEMENTARA POSISI JARI TELUNJUK BERISYARAT MENUNJUK DAN MENGGERAK-GERAKANNYA adalah posisi lima jari tangan kanan untuk kelingking dan jari manis lipat ketelapak tangan untuk jari tengah dan ibu jari buat lingkaran sehingga satu dengan yang lainya terlihat membentuk angka 53 bahasa arab

Untuk dalil gerak-gerakan serta berdo’a dengannya maka perhatikan dalil no 4 kalimat aku melihat beliau mengerak-gerakannya dan berdo’a dengannya menunjukkan bahwa setelah berisyarat kemudian menggerak-gerakanya sambil berdo’a

Untuk dalil keempat kami sampaikan bahwa haditsini shahih berikut penjelasannya :

(dirangkum dari tulisan ust Amin muchtar dari sigabah.com)

A. Tentang sanad yaitu rawi bernama :

1. Aashim bin Kulaib

Pendapat Beberapa ulama diantaranya

a. Yahya al-Qaththan berkata:

مَاوَجَدْتُ رَجُلاً إِسْمُهُ عَاصِمٌ إِلاَّ وَجَدَتْهُ رَدِيْئَ الْحِفْظِ

“Aku tidak mendapatkan seorangpun yang bernama Ashim, kecuali aku mendapatkannya dalam keadaan buruk hapalan.” (Lihat, Mizanul I’tidal, II:357).

Di dalam kitab Mizanul I’tidal rawi yang bernama Ashim sebanyak 28 orang, serta dalam kitab Tahdzibut Tahdzib sebanyak 32 orang, termasuk Ashim bin Kulaib. Namun bila kita perhatikan dengan seksama, ternyata ada Ashim yang disebut dalam kitab Mizanul I’tidal disebutkan pula dalam kitab Tahdzibut Tahdzib, atau ada Ashim yang tidak disebut dalam kitab al-Mizan tapi disebut dalam kitab at-Tahdzib, demikian pula sebaliknya.Dengan demikian, bila kita melakukan studi banding terhadap kedua kitab kompilasi para periwayat tersebut, maka dapat kita seleksi bahwa rawi bernama Ashim itu berjumlah 43 orang, diantaranya:

Ashim bin Sulaiman. Dia rawi al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Majah.

Ashim bin Ali bin Ashim, dia rawi al-Bukhari.

Ashim bin Umar bin Qatadah, dia rawi al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Majah.

Ashim bin Kulaib, dia rawi Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Majah.

Ashim bin Yusuf, dia rawi al-Bukhari dan Muslim.

Berdasarkan perbandingan di atas, maka tidak semua rawi yang bernama Ashim ternyata buruk hapalan, seperti Ashim rawinya al-Bukhari dan Muslim. Karena itu, sebenarnya Ashim yang mana—yang dinilai buruk hapalan—menurut Yahya al-Qaththan itu ? kalau kita berpegang kepada perkataan Yahya al-Qaththan secara mutlak, berarti semua rawi bernama Ashim adalah buruk hapalan, termasuk Ashim rawinya al-Bukhari. Namun setelah kami melakukan penelitian terhadap kitab Mizanul I’tidal, kami mendapatkan perkataan Yahya al-Qaththan itu ketika membahas rawi bernama Ashim bin Abun Najud, bukan dalam pembahasan Ashim bin Kulaib. Ashim bin Abun Najud ditempatkan pada jilid II, halaman 357 dengan nomor rawi 4068, sedangkan Ashim bin Kulaib pada jilid II, halaman 356 dengan nomor rawi 4064.Berdasarkan penelitian ini, tampak jelas bahwa Ashim yang dimaksud oleh Yahya al-Qaththan itu bin Abun Najud. Karena itu perkataan Yahya al-Qaththan tersebut tidak dapat dipakai hujjah untuk mendla’ifkan Ashim bin Kulaib. Dan hal ini menunjukkan bahwa Ashim bin Kulaib seorang rawi yang tsiqah (kredibel) sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzibut Tahdzib dan adz-Dzahabi dalam kitab Mizanul I’tidal.

b. Ibnul Madini berkata:

لاَ يُحْتَجُّ بِمَا انْفَرَدَ

“Ashim tidak dapat dipakai hujjah jika menyendiri dalam meriwayatkan hadis.” (Lihat, Mizanul I’tidal, II:357 ).

Tentang celaan Ibnul Madini terhadap Ashim bin Kulaib tidak dapat diterima, karena tidak menerangkan sebab atau alasan jarhnya. Sedangkan dalam kaidah jarah-ta’dil (kritik rawi) yang telah disepakati para ulama disebutkan bahwa jarh (celaan) dapat diterima kalau diterangkan sebab jarh (cacat)nya.

Dengan demikian Aashim bin Kulaib adalah tsiqah

2. Zaaidah bin Qudamah

a. al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani dalam Taqribut Tahzib no. 1046 berkata, “(Zaa-idah bin Qudamah ini) tsiqatun tsabtun (yakni seorang perawi yang tsiqah lagi tsabit/kuat)”

b. Imam Ibnu Hibban berkata dalam Kitab ats Tsiqat VI/239-240, “Ia (Zaa-idah bin Qudamah) termasuk dari imam yang mutqin, ia tidak menganggap suatu pendengaran, kecuali setelah mengulanginya sebanyak tiga kali dan ia tidak dan ia tidak memuji seorang pun kecuali mereka yang telah disaksikan keadilannya oleh seseorang (imam) dari Ahlus (Sunnah)”

Dengan demikian Zaa-idah bin Qudamah tsiqah lagi tsabit

Pendapat para ulama tentang hadits wail bin hujr melalui Zaa-idah bin Qudamah ini

Imam an-nawawi khulasoh al-ahkam 1/428 berkata : sanadnaya shahih.

Syaikh al-albani dalam sunan al-nasai bi ahkam 2/126 & 3/37 al albani berkata : shahih

Husain salim asad dalam tahqiq sunan ad-darimi 1/362.berkata : sanadnya shahih.

Syu’aib al-arna’ut dalam tahqiq shahih ibnu Hibban 5/170.berkata : sanadnya kuat.

Al-a’zhami dalam tahqiq shahih ibnu khuzaimah 1/354 berkata : sanadnya shahih.

Ibnul qoyim hadyur rosul hal. 71.berkata : kemudian nabi saw mengangkat jarinya beliau berdo’a dengannya dan menggerak-gerakkannya, demikianlah menurut hadis wail bin hujr dalam satu hadis yang shahih yang diceritakan abu hatim

Dari keterangan yang telah disebutkan menunjukkan bahwa sanad haditsmenggerak-gerakan telunjuk isyarat pada tasyahud adalah shahih , haditsini menjadi taqyid (pembatas), yaitu telunjuk itu digerak-gerakkan dari pada haditsno 1,2,3dan 5 yang menerangkan bahwa adanya isyarat menunjuk oleh telunjuk pada tasyahud.

Kesimpulan JARI-JARI TANGAN KANAN UNTUK KELINGKING DAN JARI MANIS DIGENGGAM SEDANGKAN JARI TENGAH DAN IBU JARI MEMBENTUK LINGKARAN SEMENTARA POSISI JARI TELUNJUK BERISYARAT MENUNJUK DAN MENGGERAK-GERAKANNYA adalah posisi lima jari tangan kanan untuk kelingking dan jari manis lipat ketelapak tangan untuk jari tengah dan ibu jari buat lingkaran sehingga satu dengan yang lainya terlihat membentuk angka 53 bahasa arab, sementara telunjuk diisayratkan menunjuk dan gerak-gerakan serta berdo’a dengannya .

6) SIKAP DUDUK TAWWARUK (MIRING)

Dalil 1

صحيح ابن حبان ١٨٦٧: …، فَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ … حَتَّى إِذَا كَانَ فِي السَّجْدَةِ الَّتِي فِيهَا التَّسْلِيمُ أَخْرَجَ رِجْلَيْهِ وَجَلَسَ عَلَى شِقِّهِ الأَيْسَرِ مُتَوَرِّكًا

Shahih Ibnu Hibban 1867: … Abu Humaid berkata, … . Pada sujud yang setelah itu salam, beliau mengeluarkan kedua kaki dan duduk di atas kaki kiri dengan ber-tawarruk (duduk di atas pangkal paha)…

SIKAP DUDUK TAWWARUK (MIRING) adalah sikap duduk ketika tasyahud akhir dikarenakan posisi duduk yang menepati bekas posisi kaki kiri.

7) POSISI MATA DIARAHKAN MELIHAT TELUNJUK

مسند أحمد ١٥٥١٨: …حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِي التَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَلَمْ يُجَاوِزْ بَصَرُهُ إِشَارَتَهُ

Musnad Ahmad 15518: …Telah menceritakan kepadaku 'Amir bin Abdullah bin Az Zubair dari Bapaknya berkata: Rasulullah SAW jika duduk tasyahud meletakkan tangannya di atas paha kanan dan meletakkan tangan kirinya di atas pahanya yang kiri, menunjuk dengan telunjuknnya dan pandangan mata beliau tidak melewati telunjuknya.

Dalil 1 kalimat menunjuk dengan telunjuknnya dan pandangan mata beliau tidak melewati telunjuknya. menunjukkan bahwa posisi mata atau pandangan diarahkan ke isyarat telunjuk.

8) SETELAH SEMUANYA TENANG (THUMA’NINAH)

Dalil dan keterangan

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ فَقَالَ: إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا

Shahih Bukhari 5782 … Dari Abu Hurairah: sesungguhnya Rasulullah Saw masuk mesjid …lalu Nabi Bersabda: “Apabila engkau berdiri untuk shalat maka bertakbirlah, kemudian bacalah apa yang hafal olehmu dari Al-Quran (al-fatihah), kemudian ruku’lah sehingga thuma’ninah ruku’ya, kemudian bangkitlah sehingga tegak/lurus berdirinya, kemudian sujudlah sehingga thuma’ninah sujudnya, kemudian bangkitlah sehingga thuma’ninah duduknya kemudian lakukanlah seperti itu dalam setiap shalatmu”

Dalil ini menunjukkan bahwa dalam tasyahud wajib dilakukan dengan thuma’ninah

9) DO’A TASYAHUD AKHIR

Dalil 1

صحيح البخاري ٧٨٨: عَنْ شَقِيقِ بْنِ سَلَمَةَ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْنَا السَّلَامُ عَلَى جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ فَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمُوهَا أَصَابَتْ كُلَّ عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Shahih Bukhari 788: … Dari Syaqiq bin Salamah berkata: berkata: Abdullah berkata: Jika kami shalat di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kami membaca: ASSALAAMU 'ALAA JIBRIL WA MIKAA'IL. ASSALAAMU 'ALAA FULAN WA FULAN Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menoleh ke arah kami seraya bersabda: "Sesungguhnya Allah, Dialah As Salaam. Maka jika seseorang dari kalian shalat, hendaklah ia membaca: ATTAHIYYAATU LILLAHI WASHSHALAWAATU WATHTHAYYIBAAT. ASSALAAMU 'ALAIKA AYYUHANNABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH. ASSALAAMU 'ALAINAA WA 'ALAA 'IBAADILLAHISH SHAALIHIIN. … 'ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN 'ABDUHU WA RASUULUH.

Dalil 2

صحيح مسلم ٦١٠: عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا التَّشَهُّدَ كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ فَكَانَ يَقُولُ التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ رُمْحٍ كَمَا يُعَلِّمُنَا الْقُرْآنَ

Shahih Muslim 610: … Dari Ibnu Abbas Bahwasannya nya dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kami tasyahhud sebagaimana beliau mengajarkan kami sebuah surat Al-Quran , lalu pada waktu itu beliau membaca, 'Attahiyyat ash-Shalawat ath-Thayyibat Lillah, Assalamu’alaika, Ayyuha an-Nabiyyu Warahmatullahi Wabarakatuhu, Assalamu'alaina wa ala Ibadillahishshaalihin. Ashadu an laa ilaaha illallah waasyhaduanna muhammadar rasullullah…

Dalil 3

صحيح مسلم ٦١٣ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِي مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ أَمَرَنَا اللَّهُ تَعَالَى أَنَّ نُصَلِّيَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ وَالسَّلَامُ كَمَا قَدْ عَلِمْتُمْ

Shahih Muslim 613: …. Dari Abu Mas'ud al-Anshari dia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami sedangkan kami berada dalam majlis Sa'd bin Ubadah, maka Basyir bin Sa'ad berkata kepadanya, 'Allah memerintahkan kami untuk mengucapkan shalawat atasmu wahai Rasulullah, lalu bagaimana cara bershalawat atasmu? ' Perawi berkata: "Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diam hingga kami berangan-angan bahwa dia tidak menanyakannya kepada beliau. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Katakanlah, 'ALLOOHUMMA SHOLLI 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHOLLAITA 'ALAA AALI IBROOHIIMA WABAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAAROKTA 'ALAA AALI IBROOHIIMA FIL'AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIID." …

Dalil 4

مسند أحمد ١٧٤٠٩: عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا السَّلَامَ عَلَيْكَ فَكَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Musnad Ahmad 17409: …Dari Ka'ab bin Ujrah, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Wahai Rasulullah, kami tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepada anda, akan tetapi bagaimana cara kami bershalawat atasmu?" Beliau bersabda: "Bacalah, 'ALLAHUMMA SHALLI 'ALAA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA 'ALAA IBRAAHIIM INNAKA HAMIIDUM MAJIID, ALLAHUMMA BAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAARAKTA 'ALAA IBRAAHIIM INNAKA HAMIIDUM MAJIID …

Dalil 5

مسند أحمد ٢١٣٢٠: عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ أَمَرَنَا اللَّهُ أَنْ نُصَلِّيَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ وَالسَّلَامُ كَمَا قَدْ عَلِمْتُمْ

Musnad Ahmad 21320: … Dari Abu Mas'ud Al Anshari bahwa ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami di majlis Sa'ad bin 'Ubadah lalu Basyir bin Sa'ad berkata pada beliau: Allah memerintahkan kami untuk bershalawat untuk baginda wahai Rasulullah! Lalu bagaimana caranya kami bershalawat untuk baginda? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diam hingga kami berharap andai saja ia (Basyir) tidak bertanya. Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Ucapkan: 'ALLOOHUMMA SHOLLI 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHOLLAITA 'ALAA AALI IBROOHIIMA WABAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAAROKTA 'ALAA AALI IBROOHIIMA FIL'AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIID…

Dalil 6

صحيح مسلم ٦١٥: عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ أَخْبَرَنِي أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ أَنَّهُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Shahih Muslim 615: … Dari Amru bin Sulaim telah mengabarkan kepadaku Abu Humaid as-Sa'idi Bahwasannya nya mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimana kami bershalawat atasmu?" Beliau bersabda, "AALLOOHUMMA SHOLLI 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AZWAAJIHI WADZURRIYATIHI KAMAA SHOLLAITA 'ALAA AALI IBROOHIIMA, WABAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AZWAAJIHI WADZURRIYATIHI KAMAA BAAROKTA 'ALAA AALI IBROOHIIMA, INNAKA HAMIIDUN MAJIID…

Dalil 7

صحيح البخاري ٤٤٢٤: عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا التَّسْلِيمُ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَبُو صَالِحٍ عَنْ اللَّيْثِ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي حَازِمٍ وَالدَّرَاوَرْدِيُّ عَنْ يَزِيدَ وَقَالَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ

Shahih Bukhari 4424:…Dari Abu Sa'id Al Khudzri dia berkata: Aku berkata: "Wahai Rasulullah, mengucapkan salam telah kami ketahui, lalu bagaimana mengucapkan shalawat kepadamu?" Beliau menjawab: "Ucapkanlah: ALLAAHUMMA SHALLI 'ALAA MUHAMMAD, 'ABDIKA WA RASUULIKA KAMAA SHALAITA ALAA AALI IBRAHIM WA BAARIK AALA MUHAMMAD WA 'ALAA 'AALI MUHAMMAD KAMAA BAARAKTA 'ALAA IBRAHIM. Abu Shalih berkata: dari Al Laits dengan lafazh: 'ALAA MUHAMMAD WA 'ALAA 'AALI MUHAMMAD KAMAA BAARAKTA 'ALAA AALI IBRAHIM.'

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Hamzah Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hazim dan Ad Darawardi dari Yazid ia berkata dengan lafazh: 'KAMA SHALLAITA 'ALAA IBRAHIM, WA BAARIK ALAA MUHAMMAD WA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ALAA IBRAHIM WA AALI IBRAHIM.'

Dalil 8

سنن ابن ماجه ٨٩٦: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَحْسِنُوا الصَّلَاةَ عَلَيْهِ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ قَالَ فَقَالُوا لَهُ فَعَلِّمْنَا قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَاتَكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِينَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّينَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ إِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُولِ الرَّحْمَةِ اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا يَغْبِطُهُ بِهِ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Sunan Ibnu Majah 896: … Dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata: "Jika kalian membaca shalawat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka baguskanlah, sebab kalian tidak tahu, bisa jadi shalawat itu dihadirkan di hadapannya (Rasulullah). " Al Aswad berkata: "Orang-orang pun berkata Abdullah bin Mas'ud, "Ajarkanlah kepada kami, " Abdullah bin Mas'ud berkata: "Bacalah: ALLAHUMMA IJ'AL SHALAATAKA WA RAHMATAKA WA BARAKA'ATIKA 'ALA SAYYIDIL MURSALIIN WA IMAAMIL MUTTAQIIN WA KHAATAMIN NABIYYIN MUHAMMADIN 'ABDIKA WA RASUULIKA IMAAMIL KHAIRI WA QAA`IDIL KHAIRI WA RASUULIR RAHMAH. ALLAHUMMAB'ATSHU MAQAAMAN MAHMUUDAN YAGHBITHUHU BIHIL AWWALIIN WAL AKHIRIIN. ALLAHUMMA SHALLI 'ALA MUHAMMADIN WA 'ALA ALI MUHAMMADIN KAMAA SHALLAITA 'ALA IBRAHIM WA 'ALA ALI IBRAHIM INNAKA HAMIIDUN MAJIIDUN. ALLAHUMMA BAARIK 'ALA MUHAMMAD WA 'ALA ALI MUHAMMADIN KAMAA BAARAKTA 'ALA IBRAHIM WA 'ALA ALI IBRAHIM INNAKA HAMIIDUN MAJIIDUN…

Dalil 9.

صحيح البخاري ٥٨٥١: عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلَاتِي قَالَ قُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَقَالَ عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ إِنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Shahih Bukhari 5851: … Dari Abu Bakr As Siddiq radliallahu 'anhu bahwa dia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Ajarilah aku do’a yang aku panjatkan dalam shalatku! Beliau menjawab: 'Ucapkanlah: ALLAAHUMMA INII ZHALAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WALAA YAGHFIRUDZDZUNUUBA ILLAA ANTA FAHGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN INDIKA INNAKA ANTAL GHAFUURURRAHIIM

Dalil 10.

صحيح مسلم ٩٢٤: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Shahih Muslim 924: …Dari Abu Hurairah, dia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: " Jika salah seorang diantara kalian tasyahud, hendaklah meminta perlindungan kepada Allah dari empat perkara dan berdo’a "ALLAHUMMA INNI A'UUDZUBIKA MIN 'ADZAABI JAHANNAMA WAMIN 'ADZAABIL QABRI WAMIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WAMIN SYARRI FITNATIL MASIIHID DAJJAL

Dalil 11

سنن الدارمي ١٣١٠: عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي عَائِشَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنْ التَّشَهُّدِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ نَحْوَهُ

Sunan Darimi 1310: …Dari Muhammad bin Abu Aisyah ia berkata; aku mendengar Abu Hurairah berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Apabila salah seorang diantara kalian telah selesai bertasyahud, maka hendaknya ia berlindung kepada Allah dari empat perkara; dari adzab Jahannam, adzab kubur, fitnah kehidupan dan kamatian serta kejahatan Al Masih Dajjal." Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir dari Al Auza'i seperti itu."

Dalil 1 dan 2 statusnya shahih artinya kita bisa memilih salah satu redaksinya, kemudian dalil 3 -8 dalil ini juga berstatus shahih artinya setelah membaca antara dalil 1 dan 2 kita juga bisa memilih lanjutanya diantara dalil 3 sampai 8 kemudian di sunnahkan untuk membaca do’a dalam tasyahud akhir sesuai dalil no 9-11

a. Sebagai contoh pilihan bacaan tasyahud akhir

ATTAHIYYAATU LILLAHI WASHSHALAWAATU WATHTHAYYIBAAT. ASSALAAMU 'ALAIKA AYYUHANNABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH. ASSALAAMU 'ALAINAA WA 'ALAA 'IBAADILLAHISH SHAALIHIIN. 'ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN 'ABDUHU WA RASUULUH'ALLOOHUMMA SHOLLI 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHOLLAITA 'ALAA AALI IBROOHIIMA WABAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAAROKTA 'ALAA AALI IBROOHIIMA FIL'AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIID ALLAHUMMA INNI A'UUDZUBIKA MIN 'ADZAABI JAHANNAMA WAMIN 'ADZAABIL QABRI WAMIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WAMIN SYARRI FITNATIL MASIIHID DAJJAL

b, Catatan : Macam-macam do’a setelah bacaan tasyahud dan shalawat masih ada dalil selain yang telah kami sampaikan selama dalilnya shahih silahkan diamalkan.

c. Adapun Tentang kaifiyat duduk tasyahud pada shalat dua rakaat

Di rangkum di “tanya jawab fiqh.com” (Ginanjar Nugraha, Bandung, 24/05/2018)

Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang telah ditentukan rukun dan syaratnya oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena itu dituntut untuk sesuai dengan kaifiyat Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Malik bin al-Khuwairits.

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

Shahih Bukhari 595: …"Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat…

Salah satu kaifiyat dalam salat adalah tasyahud. Bagaimana tasyahud dengan kaifiyat yang tepat, tentunya harus berdasarkan hadis-hadis yang yang dapat diterima (sahih atau hasan) dan penunjukan dilalahnya secara jelas tidak ihtimal atau mengandung berbagai kemungkinan. Berikut adalah hadis-hadis yang berkaitan dengan cara duduk tasyahud :

1. Abdullah bin Zubair

سنن أبي داوود ٨٣٨: عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَعَدَ فِي الصَّلَاةِ جَعَلَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى تَحْتَ فَخْذِهِ الْيُمْنَى وَسَاقِهِ وَفَرَشَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخْذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ وَأَرَانَا عَبْدُ الْوَاحِدِ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ

Sunan Abu Daud 838: …Telah menceritakan kepada kami 'Amir bin Abdullah bin Az Zubair dari ayahnya dia berkata: "Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk dalam shalat, beliau meletakkan telapak kaki kirinya di bawah paha dan betis kanannya, dan menghamparkan telapak kaki kanannya serta meletakkan tangan kirinya di atas lutut kiri dan meletakkan tangan kanan di atas paha kanan sambil menunjuk dengan jarinya."

Abdul Wahid memperlihatkan kepada kami sambil menunjuk dengan jari telunjuknya.

2. Abdullah bin Mas’ud

مسند أحمد ٤١٥١: …عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّشَهُّدَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ وَفِي آخِرِهَا فَكُنَّا نَحْفَظُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ حِينَ أَخْبَرَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَهُ إِيَّاهُ قَالَ فَكَانَ يَقُولُ إِذَا جَلَسَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ وَفِي آخِرِهَا عَلَى وَرِكِهِ الْيُسْرَى التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ قَالَ ثُمَّ إِنْ كَانَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ نَهَضَ حِينَ يَفْرُغُ مِنْ تَشَهُّدِهِ وَإِنْ كَانَ فِي آخِرِهَا دَعَا بَعْدَ تَشَهُّدِهِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدْعُوَ ثُمَّ يُسَلِّمَ

Musnad Ahmad 4151: …Dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepadaku bacaan tasyahhud di pertengahan dan akhir shalat, sedangkan kami menghafalkan dari Abdullah ketika ia mengabarkan kepada kami bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan bacaan itu kepadanya. Jika beliau duduk di pertengahan shalat dan akhirnya di atas telapak kaki kirinya beliau membaca: "Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan, semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan berkahNya, kesejahteraan semoga terlimpahkan atas kita dan para hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya." Ia melanjutkan: Kemudian jika berada di pertengahan shalat, beliau bangkit setelah selesai dari membaca tasyahhud dan jika di akhir shalat, beliau berdo’a setelah membaca tasyahhudnya apa yang dikehendaki oleh Allah untuk berdo’a kemudian salam.

3. Wail bin Hujr

سنن الترمذي ٢٦٩: …عَنْ ابْنِ حُجْرٍ قَالَ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ قُلْتُ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا جَلَسَ يَعْنِي لِلتَّشَهُّدِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى يَعْنِي عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَأَهْلِ الْكُوفَةِ وَابْنِ الْمُبَارَكِ

Sunan Tirmidzi 269: …Dari Ibnu Hujr ia berkata: "Ketika aku tiba di Madinah, aku berkata: "Sungguh, aku benar-benar akan melihat bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat. Ketika duduk tasyahud beliau membentangkan kaki kirinya dan meletakkan tangan kirinya -yakni di atas paha kirinya- serta menegakkan kaki kanannya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini diamalkan oleh kebanyakan para ahli ilmu. Ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri, penduduk Kuffah dan bin Al Mubarak."

4. Aisyah

صحيح مسلم ٧٦٨: …عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَفْتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ الْحَمْد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلَكِنْ بَيْنَ ذَلِكَ وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَائِمًا وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السَّجْدَةِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ جَالِسًا وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلَاةَ بِالتَّسْلِيمِ وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ نُمَيْرٍ عَنْ أَبِي خَالِدٍ وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عَقِبِ الشَّيْطَانِ

Shahih Muslim 768: …Dari Aisyah radhiyallahu'anha dia berkata: "Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuka shalat dengan takbir dan membaca, 'Al-Hamdulillah Rabb al-Alamin'. Dan beliau apabila ruku’ niscaya tidak mengangkat kepalanya dan tidak menundukkannya, akan tetapi melakukan antara kedua hal tersebut. Dan beliau apabila mengangkat kepalanya dari ruku’, niscaya tidak bersujud hingga beliau lurus berdiri, dan beliau apabila mengangkat kepalanya dari sujud niscaya tidak akan sujud kembali hingga lurus duduk, dan beliau membaca tahiyyat pada setiap dua raka'at. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan memasang tegak lurus kakinya yang kanan. Dan beliau melarang duduknya setan, dan beliau melarang seorang laki-laki menghamparkan kedua siku tangannya sebagaimana binatang buas menghampar. Dan beliau menutup shalat dengan salam." Dan dalam riwayat Ibnu Numair dari Abu Khalid, "Dan beliau melarang duduk seperti duduknya setan."

5. Abu Humaid as-Sa’idi

صحيح البخاري ٧٨٥: … فَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ أَنَا كُنْتُ أَحْفَظَكُمْ لِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُهُ إِذَا كَبَّرَ جَعَلَ يَدَيْهِ حِذَاءَ مَنْكِبَيْهِ وَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ يَدَيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَ يَدَيْهِ غَيْرَ مُفْتَرِشٍ وَلَا قَابِضِهِمَا وَاسْتَقْبَلَ بِأَطْرَافِ أَصَابِعِ رِجْلَيْهِ الْقِبْلَةَ فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ

Shahih Bukhari 785: … Berkatalah Abu Hamid As Sa'idi: "Aku adalah orang yang paling hafal dengan shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika shalat aku melihat beliau takbir dengan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan pundaknya, jika ruku’ maka beliau menempatkan kedua tangannya pada lutut dan meluruskan punggungnya. Jika mengangkat kepalanya, beliau berdiri lurus hingga seluruh tulang punggungnya kembali pada tempatnya semula. Dan jika sujud maka beliau meletakkan tangannya dengan tidak menempelkan lengannya ke tanah atau badannya, dan dalam posisi sujud itu beliau menghadapkan jari-jari kakinya ke arah kiblat. Apabila duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kakinya yang kiri dan menegakkan kakinya yang kanan. Dan jika duduk pada rakaat terakhir, maka beliau memasukkan kaki kirinya (di bawah kaki kananya) dan menegakkan kaki kanannya dan beliau duduk pada tempat duduknya

6. Abdullah bin Umar

صحيح البخاري ٧٨٤: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ كَانَ يَرَى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَتَرَبَّعُ فِي الصَّلَاةِ إِذَا جَلَسَ فَفَعَلْتُهُ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ حَدِيثُ السِّنِّ فَنَهَانِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ وَقَالَ إِنَّمَا سُنَّةُ الصَّلَاةِ أَنْ تَنْصِبَ رِجْلَكَ الْيُمْنَى وَتَثْنِيَ الْيُسْرَى فَقُلْتُ إِنَّكَ تَفْعَلُ ذَلِكَ فَقَالَ إِنَّ رِجْلَيَّ لَا تَحْمِلَانِي

Shahih Bukhari 784: …Dari 'Abdurrahman bin Al Qasim dari 'Abdullah bin 'Abdullah ia mengabarkan kepadanya, bahwa Dia pernah melihat 'Abdullah bin 'Umar radliyallahu 'anhuma mengerjakan shalat dengan cara bersimpuh dengan kedua kakinya ketika duduk. Maka aku juga melakukan hal serupa. Saat itu aku masih berusia muda. Namun 'Abdullah bin 'Umar melarangku berbuat seperti itu. Ia mengatakan: "Sesungguhnya yang sesuai sunnah adalah kamu menegakkan telapak kakimu yang kanan sedangkan yang kiri kamu masukkan di bawahnya (melipat)." Aku pun berkata: "Tapi aku melihat anda melakukan hal itu!" Dia menjawab: "Kakiku tidak mampu."

7. Abu Humaid as-Sa’idi

سنن أبي داوود ٨٢٤: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حُمَيْدٍ السَّاعِدِيَّ فِي عَشَرَةٍ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ أَبُو قَتَادَةَ قَالَ أَبُو حُمَيْدٍ أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا فَاعْرِضْ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ قَالَ وَيَفْتَحُ أَصَابِعَ رِجْلَيْهِ إِذَا سَجَدَ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَيَرْفَعُ وَيَثْنِي رِجْلَهُ الْيُسْرَى فَيَقْعُدُ عَلَيْهَا ثُمَّ يَصْنَعُ فِي الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ قَالَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ السَّجْدَةُ الَّتِي فِيهَا التَّسْلِيمُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شِقِّهِ الْأَيْسَرِزَادَ أَحْمَدُ قَالُوا صَدَقْتَ هَكَذَا كَانَ يُصَلِّي وَلَمْ يَذْكُرَا فِي حَدِيثِهِمَا الْجُلُوسَ فِي الثِّنْتَيْنِ كَيْفَ جَلَسَ

Sunan Abu Daud 824: …Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin 'Amru dari Abu Humaid As Sa'idi dia berkata: saya pernah mendengarnya berkata di tengah-tengah sepuluh sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam -Ahmad berkata: telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin 'Amru bin 'Atha` dia berkata: aku mendengar Abu Humaid As Sa'idi berkata di tengah-tengah sepuluh sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diantaranya adalah Abu Qatadah, Abu Humaid berkata: Aku lebih mengetahui tentang shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Mereka berkata: "kalau demikian, jelaskanlah." Kemudian Abu Humaid menyebutkan hadits tersebut, katanya: "…kemudian beliau membuka jari-jari kedua tangannya apabila sujud, lalu mengucapkan: "Allahu Akbar" Setelah itu, beliau mengangkat kepala dan melipat kaki kirinya serta mendudukinya, beliau mengerjakan seperti itu di raka'at yang lain." Kemudian dia menyebutkan lanjutan dari hadits tersebut, katanya: "…dan ketika beliau duduk (tahiyyat) yang terdapat salam, beliau merubah posisi kaki kiri dan duduk secara tawaruk (duduk dengan posisi kaki kiri masuk ke kaki kanan) di atas betis kiri." Ahmad menambahkan: "Sepuluh sahabat tersebut berkata: "Kamu benar, demikianlah beliau biasa melaksanakan shalat." keduanya tidak menyebutkan dalam kedua hadits tersebut tentang cara duduk dalam raka'at kedua."

7. Rifa’ah bin Rafi’

عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ (1) ، – بِهَذِهِ الْقِصَّةِ ، قَالَ : إِذَا قُمْتَ فَتَوَجَّهْتَ إِلَى الْقِبْلَةِ فَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ بِأُمِّ الْقُرْآنِ ، وَبِمَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَقْرَأَ ، وَإِذَا رَكَعْتَ فَضَعْ رَاحَتَيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ ، وَامْدُدْ ظَهْرَكَ ، وَقَالَ : إِذَا سَجَدْتَ فَمَكِّنْ لِسُجُودِكَ ، فَإِذَا رَفَعْتَ فَاقْعُدْ عَلَى فَخِذِكَ الْيُسْرَى.

Dari Rifa’ah bin Rafi’ dengan kisah seperti ini, sabdanya: “Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, dan wajahmu telah menghadap ke arah kiblat, maka bertakbirlah lalu bacalah Ummul Qur’an dan surat sesuka hatimu, dan sesuai kehendak Allah untuk kamu baca, apabila kamu ruku’, maka letakkanlah kedua telapak tanganmu di atas kedua lututmu dan hamparkanlah punggungmu.” Setelah itu beliau bersabda: “Apabila kamu hendak sujud, maka kuatkanlah (kedua tangan) untuk menyangga sujudmu, dan apabila kamu mengangkat (kepala dari sujud) maka duduklah di atas pahamu yang kiri.” (H.R. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, 1/227)

9. Rifa’ah bin Rafi’

عَنْ عَمِّهِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِهَذِهِ الْقِصَّةِ – قَالَ: «إِذَا أَنْتَ قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ، فَكَبِّرِ اللَّهَ [ص:228] تَعَالَى، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ عَلَيْكَ مِنَ الْقُرْآنِ» وَقَالَ فِيهِ: «فَإِذَا جَلَسْتَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ فَاطْمَئِنَّ، وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ الْيُسْرَى ثُمَّ تَشَهَّدْ، ثُمَّ إِذَا قُمْتَ فَمِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى تَفْرُغَ مِنْ صَلَاتِكَ»

Dari pamannya yaitu Rifa’ah bin Rafi’ dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan kisah seperti ini, beliau bersabda: “Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, bertakbirlah kepada Allah Ta’ala, kemudian bacalah Al Qur’an yang mudah bagimu.” -dalam hadits tersebut beliau juga bersabda- Apabila kamu duduk di tengah mengerjakan shalat, maka tenangkanlah dirimu dan duduklah di atas paha kirimu, kemudian bacalah tasyahud. Setelah itu, apabila kamu berdiri, kerjakanlah seperti itu pula, sehingga kamu selesai dari shalat.” (H.R. Abu Dawud, SunanAbu Dawud, 1/227)

10. Abdullah bin Zubair

عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ ، افْتَرَشَ الْيُسْرَى ، وَنَصَبَ الْيُمْنَى ، وَوَضَعَ إِبْهَامَهُ عَلَى الْوُسْطَى ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ ، وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى ، وَأَلْقَمَ كَفَّهُ الْيُسْرَى رُكْبَتَهُ.

Dari Abdullah bin Zubair berkata : “Rasulullah Saw jika duduk setelah dua rakaat, beliau menduduki kaki kiri dan menegakan kaki kanan. Serta menempatkan ibu jari pada jari tengah dan berisyarat dengan telunjuk. Dan menempatkan tangan kiri pada paha kiri dan meletakkan telapak tangannya pada lututnya. (H.R. Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban, 5/270)

11. Wail bin Hujr

عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ الْحَضْرَمِيِّ , قَالَ: " صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: لَأَحْفَظَنَّ صَلَاةَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَلَمَّا قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ فَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى ثُمَّ قَعَدَ عَلَيْهَا وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ مِرْفَقَهُ الْأَيْمَنَ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى , ثُمَّ عَقَدَ أَصَابِعَهُ وَجَعَلَ حَلْقَةَ الْإِبْهَامِ وَالْوُسْطَى ثُمَّ جَعَلَ يَدْعُو بِالْأُخْرَى

Dari Wail bin Hujr al-Hadrami berkata : “Aku salat dibelakang Rasulullah Saw, maka aku berkata : “aku orang yang paling hafal salat Rasulullah Saw lalu berkata :” maka ketika beliau duduk untuk tasyahud, beliau menghamparkan kaki kiri (sejajar dengan paha kiri) kemudian mendudukinya dan beliau menempatkan telapak tangan kiri pada paha kirinya dan menempatkan sikut kanan atas paha kaki kanan, kemudian mengepalkan jari-jarinya dan menjadikan melingkarkan ibu jari dan jari tengah (saling genggam) kemdian berdo’a dengan yang lainnya (isyarat telunjuk). H.R. at-Thahawi, Syarah Ma’ani al-Atsar, 1/259)

12. Anas bin Malik

مسند أحمد ١٢٩٥٦: عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْإِقْعَاءِ وَالتَّوَرُّكِ فِي الصَّلَاةِ قَالَ عَبْد اللَّهِ كَانَ أَبِي قَدْ تَرَكَ هَذَا الْحَدِيثَ

Musnad Ahmad 12956: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ishaq berkata: telah mengabarkan kepadaku Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang duduk iq`a` (yaitu duduk di atas pantat dengan melipat kedua betis dan paha) dan duduk tawarruk (yaitu duduk di atas pangkal paha) dalam shalat. Abdullah berkata: sungguh ayahku telah meninggalkan hadis ini.

a. Para ulama berbeda pendapat terkait dengan kaifiyat duduk tasyahud, ada empat kelompok yaitu sebagai berikut :

I. Pendapat pertama, duduk tawaruk baik dalam duduk tasyahud awal maupun akhir. Pendapat ini merupakan pendapat imam malik (Fiqh al Ibadat ala Mazdhab al-Maliki, 166) Alasannya sebagai berikut :

Pertama, hadis dari Abdullah bin Zubair (No.1)

سنن أبي داوود ٨٣٨: حَدَّثَنَا عَامِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَعَدَ فِي الصَّلَاةِ جَعَلَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى تَحْتَ فَخْذِهِ الْيُمْنَى وَسَاقِهِ وَفَرَشَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخْذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ وَأَرَانَا عَبْدُ الْوَاحِدِ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ

Sunan Abu Daud 838: …Telah menceritakan kepada kami 'Amir bin Abdullah bin Az Zubair dari ayahnya dia berkata:"Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk dalam shalat, beliau meletakkan telapak kaki kirinya di bawah paha dan betis kanannya, dan menghamparkan telapak kaki kanannya serta meletakkan tangan kirinya di atas lutut kiri dan meletakkan tangan kanan di atas paha kanan sambil menunjuk dengan jarinya."

Abdul Wahid memperlihatkan kepada kami sambil menunjuk dengan jari telunjuknya.

Kedua, hadis dari Abdullah bin Mas’ud (No. 2)

مسند أحمد ٤١٥١: عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ قَالَ حَدَّثَنِي عَنْ تَشَهُّدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ وَفِي آخِرِهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ النَّخَعِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّشَهُّدَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ وَفِي آخِرِهَا فَكُنَّا نَحْفَظُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ حِينَ أَخْبَرَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَهُ إِيَّاهُ قَالَ فَكَانَ يَقُولُ إِذَا جَلَسَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ وَفِي آخِرِهَا عَلَى وَرِكِهِ الْيُسْرَى التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ قَالَ ثُمَّ إِنْ كَانَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ نَهَضَ حِينَ يَفْرُغُ مِنْ تَشَهُّدِهِ وَإِنْ كَانَ فِي آخِرِهَا دَعَا بَعْدَ تَشَهُّدِهِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدْعُوَ ثُمَّ يُسَلِّمَ

Musnad Ahmad 4151: …Dari Abu Ishaq ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Al Aswad bin Yazid An Nakha'i tentang tasyahhud Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di pertengahan dan akhir shalat dari ayahnya dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepadaku bacaan tasyahhud di pertengahan dan akhir shalat, sedangkan kami menghafalkan dari Abdullah ketika ia mengabarkan kepada kami bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan bacaan itu kepadanya. Jika beliau duduk di pertengahan shalat dan akhirnya di atas telapak kaki kirinya beliau membaca: "Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan, semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan berkahNya, kesejahteraan semoga terlimpahkan atas kita dan para hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya." Ia melanjutkan: Kemudian jika berada di pertengahan shalat, beliau bangkit setelah selesai dari membaca tasyahhud dan jika di akhir shalat, beliau berdo’a setelah membaca tasyahhudnya apa yang dikehendaki oleh Allah untuk berdo’a kemudian salam.

Hadis pertama menggunakan karena menggunakan adat syarat maka berlaku mafhum syarat, yaitu apabila duduk, apakah duduk diantara dua sujud, tasyahud awal atau tasyahud akhir, beliau duduk dengan posisi tawaruk.

Hadis Abdullah bin Mas’ud secara manthuq menguatkan posisi tawaruk, baik dalam tasyahud awal maupun akhir. Secara analisis taarud al adillah, Malikiyyah mendahulukan atau mentarjih hadis-hadis tawaruk dari hadis iftirasy.

b. Pendapat kedua, yaitu duduk iftirasy, baik dalam duduk tasyahud awal maupun tasyahud akhir. Pendapat ini merupakan pendapat imam Abu Hanifah.

Argumentasinya sebagai berikut :

Pertama, hadis dari Abdullah bin Umar (hadis no. 4)

صحيح البخاري ٧٨٤: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ كَانَ يَرَى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَتَرَبَّعُ فِي الصَّلَاةِ إِذَا جَلَسَ فَفَعَلْتُهُ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ حَدِيثُ السِّنِّ فَنَهَانِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ وَقَالَ إِنَّمَا سُنَّةُ الصَّلَاةِ أَنْ تَنْصِبَ رِجْلَكَ الْيُمْنَى وَتَثْنِيَ الْيُسْرَى فَقُلْتُ إِنَّكَ تَفْعَلُ ذَلِكَ فَقَالَ إِنَّ رِجْلَيَّ لَا تَحْمِلَانِي

Shahih Bukhari 784: …Dari 'Abdullah bin 'Abdullah ia mengabarkan kepadanya, bahwa Dia pernah melihat 'Abdullah bin 'Umar radliyallahu 'anhuma mengerjakan shalat dengan cara bersimpuh dengan kedua kakinya ketika duduk. Maka aku juga melakukan hal serupa. Saat itu aku masih berusia muda. Namun 'Abdullah bin 'Umar melarangku berbuat seperti itu. Ia mengatakan: "Sesungguhnya yang sesuai sunnah adalah kamu menegakkan telapak kakimu yang kanan sedangkan yang kiri kamu masukkan di bawahnya (melipat)." Aku pun berkata: "Tapi aku melihat anda melakukan hal itu!" Dia menjawab: "Kakiku tidak mampu."

Kedua dan ketiga, dari sahabat Wail bin Hujr

سنن الترمذي ٢٦٩: عَنْ ابْنِ حُجْرٍ قَالَ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ قُلْتُ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا جَلَسَ يَعْنِي لِلتَّشَهُّدِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى يَعْنِي عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَأَهْلِ الْكُوفَةِ وَابْنِ الْمُبَارَكِ

Sunan Tirmidzi 269: …Dari Ibnu Hujr ia berkata: "Ketika aku tiba di Madinah, aku berkata: "Sungguh, aku benar-benar akan melihat bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat. Ketika duduk tasyahud beliau membentangkan kaki kirinya dan meletakkan tangan kirinya -yakni di atas paha kirinya- serta menegakkan kaki kanannya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini diamalkan oleh kebanyakan para ahli ilmu. Ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri, penduduk Kuffah dan bin Al Mubarak."

فَلَمَّا قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ فَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى ثُمَّ قَعَدَ عَلَيْهَا

“maka ketika beliau duduk untuk tasyahud, beliau menghamparkan kaki kiri (sejajar dengan paha kiri) kemudian mendudukinya (H.R. at-Thahawi, Syarah Ma’ani al-Atsar, 1/259)

Keempat, hadis dari Rifa’ah bin Rafi’

إِذَا سَجَدْتَ فَمَكِّنْ لِسُجُودِكَ ، فَإِذَا رَفَعْتَ فَاقْعُدْ عَلَى فَخِذِكَ الْيُسْرَى

apabila kamu mengangkat (kepala dari sujud) maka duduklah di atas pahamu yang kiri." (H.R. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud 730)

Kelima, dari sahabat Anas bin Malik

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الإِقْعَاءِ وَالتَّوَرُّكِ فِي الصَّلاَةِ.

Rasulullah Saw melarang duduk iq’a dan duduk tawaruk dalam salat (H.R. Ahmad, Musnad Ahmad, 3/233)

Hadis pertama, Ibn Umar menegaskan kesunahan (marfu’) duduk iftirasy dalam salat, artinya berlaku dalam semua duduk. Hadis kedua, menunjukkan bahwa ketika duduk yaitu tasyahud, beliau duduk iftirasy, dalam hadis tersebut berlaku umum, apakah tasyahud awal ataupun akhir. Begitu juga jika salat hanya dua rakaat, maka sunahnya iftirasy. Hal ini dikuatkan dua hadis dari Wail bin Hujr dan hadis Fifaah bin Rafi’ di bawahnya. Disamping adanya penetapan sunah iftirasy dalam duduk ketika salat secara umum berdasarkan dua keterangan sahabat, yaitu Abdullah bin Umar, Wail bin Hujr dan Rifaah bin Rafi’, adapula hadis yang melarang tawaruk dalam salat, sehingga jelaslah hanya iftirasy sebagai kaifiyat duduk dalam salat. Secara analisis taarud al adillah, Hanafiyah mendahulukan atau mentarjih hadis-hadis iftirasy dari hadis-hadis tawaruk (Pendapat hanafiyah ini bisa dibuka dalam kitab tabyin al-Haqaiq syarh kanz ad-Daqaiq, 1/122)

III. Pendapat ketiga, iftirasy pada duduk tasyahud awal dan salat dua rakaat. Sedangkan pada salat yang di dalamnya dua tasyahud, tawaruk pada tasyahud kedua. Pendapat ini merupakan jama’ dari pendapat sebelumnya yaitu Malikiyyah dan Hanafiyah (Al-Mughni, 1/613) adapun qorinah jama’ dan argumentasinya adalah sebagai berikut :

Pertama, hadis Aisyah

وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى

dan beliau membaca tahiyyat pada setiap dua raka'at. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan memasang tegak lurus kakinya yang kanan. (H.R. Muslim, sahih Muslim, 2/54)

kedua, Abdullah bin Zubair

إِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ ، افْتَرَشَ الْيُسْرَى ، وَنَصَبَ الْيُمْنَى

“Rasulullah Saw jika duduk setelah dua rakaat, beliau menduduki kaki kiri dan menegakan kaki kanan (H.R. Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban, 5/270)

Ketiga, Abu Humaid as-Sa’idi

فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ

Apabila duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kakinya yang kiri dan menegakkan kakinya yang kanan. Dan jika duduk pada rakaat terakhir, maka beliau memasukkan kaki kirinya (di bawah kaki kananya) dan menegakkan kaki kanannya dan beliau duduk pada tempat duduknya (H.R. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/165)

IV. Pendapat keempat. Tawaruk pada rakaat rakaat terakhir dan iftirasy pada tasyahud awal (lihat al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 3/450) pendapat ini merupakan pendapat Syafiiyah. Sebagaimana Hanabilah, pendapat ini merupakan jama’ dari dalil-dalil yang dikemukakan oleh kelompok pertama dan kedua. Argumentasinya sebagai berikut :

Dua Hadis dari Abu Humaid as-Saidi

فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ

Apabila duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kakinya yang kiri dan menegakkan kakinya yang kanan. Dan jika duduk pada rakaat terakhir, maka beliau memasukkan kaki kirinya (di bawah kaki kananya) dan menegakkan kaki kanannya dan beliau duduk pada tempat duduknya (H.R. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/165)

حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي فِيهَا التَّسْلِيمُ، أَخَّرَرِجْلَهُ الْيُسْرَى، وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شِقِّهِ الْأَيْسَرِ

"…dan ketika beliau duduk (tahiyyat) yang terdapat salam, beliau merubah posisi kaki kiri dan duduk secara tawaruk (duduk dengan posisi kaki kiri masuk ke kaki kanan) di atas betis kiri (H.R. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, 1/252)

Analisis lafadz

Secara umum, analisis lafadz terkait dengan hadis-hadis iftirasy dan tawaruk ini terbagi menjadi tiga kategori, yaitu

1. Mujmal Iftirasy

فَلَمَّا جَلَسَ يَعْنِي لِلتَّشَهُّدِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى يَعْنِي عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَىإِنَّمَا سُنَّةُ الصَّلَاةِ أَنْ تَنْصِبَ رِجْلَكَ الْيُمْنَى وَتَثْنِيَ الْيُسْرَىفَإِذَا رَفَعْتَ فَاقْعُدْ عَلَى فَخِذِكَ الْيُسْرَىإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ ، افْتَرَشَ الْيُسْرَى ، وَنَصَبَ الْيُمْنَى فَلَمَّا قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ فَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى ثُمَّ قَعَدَ عَلَيْهَا وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى

Wujuh al-Istidlal di atas semuanya masih bersifat mujmal, artinya belum dapat dipastikan posisi iftirasy secara rinci

2. Mujmal Tawaruk

إِذَا جَلَسَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ، وَفِي آخِرِهَا عَلَى وَرِكِهِ الْيُسْرَى إِذَا قَعَدَ فِي الصَّلَاةِ جَعَلَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى تَحْتَ فَخْذِهِ الْيُمْنَى وَسَاقِهِ وَفَرَشَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى

Begitu juga dengan wujuh al-Istidlal di atas belum dapat dipastikan apakah posisi tawaruk itu untuk duduk diantara dua sujud, duduk tasyahud awal atau duduk tasyahud akhir, masih belum jelas dan rinci.

3. Mubayyan Iftirasy dan Tawaruk

فَإِذَا جَلَسْتَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ فَاطْمَئِنَّ، وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ الْيُسْرَى ثُمَّ تَشَهَّدْ فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي فِيهَا التَّسْلِيمُ، أَخَّرَرِجْلَهُ الْيُسْرَى، وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شِقِّهِ الْأَيْسَرِ

Wajhul istidlal yang pertama secara jelas menunjukkan bahwa posisi iftirasy adalah pada tasyahud awal. Sedangkan hadis kedua dan ketiga menunjukkan secara sarih yaitu “rakaat terakhir” dan “sujud terakhir yang diakhiri dengan salam” bahwa posisi tawaruk adalah pada akhir salat. Hadis-hadis di atas merupakan bayan al-Fi’li terkait dengan posisi duduk iftirasy dan tawaruk dalam salat.

Kecatatan Hadis larangan Tawaruk

Adapun terkait dengan hadis larangan duduk tawaruk dalam salat, menurut imam al-Bazzar hadis tersebut merupakan wahm atau kesalahan salah seorang rawi yang bernama Yahya bin Ishaq al-Sailahini. Yahya menyendiri dalam periwayatan dari Hammad bin Salamah. Sedangkan jalur yang mahfudz adalah larangan menghamparkan tangan (mendepa) sebagaimana anjing atau binatang buas bertaring ketika salat. Imam Ahmadpun meninggalkan hadis tersebut. Disamping itu dalam jalur yang lain sahabat Samurah bin Jundab ada rawi yang bernama Said bin Basyir, tidak dapat dijadikan hujah (sunan al-Kubra, 2/120, Musnad al-Bazzar, 2/155, Fath al-Bari Ibn Rajab, 7/316)

Menurut pandangan kami

1. Hadis-hadis yang dijadikan dalil-dalil pemutlakkan iftirasy dan tawaruk, secara dilalah masih mujmal dan ihtimal, sehingga belum dapat dijadikan sebagai dasar istidlal

2. Ditemukan bayan al-fi’li terkait dengan kemujmalan hadis iftirasy dan tawaruk, maka hadis-hadis tersebut mesti difahami sesuai dengan hadis yang lebih sarih.

3. Metode yang digunakan baik malikiyyah maupun Hanafiyah, ketika terjadi “pertentangan” dalil adalah dengan mentarjih salah satunya. Malikiyyah mentarjih hadis-hadis tawaruk, sedangkan Hanafiyah mentarjih hadis-hadis iftirasy. Menurut kami, selama masih bisa dijama maka jama’ didahulukan dari tarjih.

4. Jika dianalisis secara maudlui dan mengkategorisasikannya antara yang mujmal dan mubayyan, maka hadis-hadis tersebut tidak bertentangan, bahkan saling menjelaskan satu sama lain.

5. Namun perihal yang menggunakan metode jama, ada persamaan dan perbedaan antara Hanabilah dan Syafiiyah. Persamaannya, pertama, pada salat yang terdiri dari dua tasyahud, maka bersepakat bahwa asyahud awal duduk iftirasy dan tasyahud akhir duduk tawaruk. Kedua pada salat yang tidak ada tasyahud awalnya, selain dua rakaat, maka duduknya tawaruk.

6. Perbedaannya keduanya terdapat pada salat dua rakaat, apakah duduknya iftirasy atau tawaruk. Menurut analisis kami dilihat dari aspek dilalah dan kesarihan lafadz, maka yang lebih tepat dan mendekati kebenaran adalah duduk tawaruk. Argumentasinya sebagai berikut

a. Wajhul Istidlal yang pertama

حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي فِيهَا التَّسْلِيمُ، أَخَّرَرِجْلَهُ الْيُسْرَى، وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شِقِّهِ الْأَيْسَرِ

“sehingga jika sampai pada sujud yang didalamnya (setelah) ada salam” beliau duduk tawaruk

Wajhul istidlal di atas secara sarih menunjukkan posisi tawaruk. Sujud yang didalamnya ada salam, adakalanya pada salat yang didalamnya ada dua tasyahud, ada kalanya pada salat yang tidak ada tasyahud awalnya. Selama didalamnya ada salam, maka disyariatkan duduk tawaruk.

b. Wajhul idtidlal yang kedua

وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ

“Dan jika duduk pada rakaat terakhir, maka beliau memasukkan kaki kirinya (di bawah kaki kananya) dan menegakkan kaki kanannya dan beliau duduk pada tempat duduknya”

Kalimat di atas pun menunjukkan secara sarih bahwa posisi duduk tawaruk adalah ketika pada rakaat terakhir, apakah rakaat terakhir dalam salat dua tasyahud atau salat tanpa dua tasyahud, semisal salat subuh, salat Jumat dan lainnya.

c. Wajhul istidlal yang ketiga

وَفِي آخِرِهَا عَلَى وَرِكِهِ الْيُسْرَى

“Dan pada duduk yang terakhir (beliau) duduk tawaruk dengan kaki kirinya”

d. Adapun tanggapan terhadap argumentasi hanbaliyah

وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى

“dan beliau membaca tahiyyat pada setiap dua raka'at. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan memasang tegak lurus kakinya yang kanan”

Hadis di atas maksudnya bukanlah pada setiap salat dua rakaat duduk iftirasy, tapi maksudnya adalah setiap dua rakaat (tasyahud awal) pada salat yang didalamnya ada dua tasyahud, maka disyariatkan duduk iftirasy. Adapun tasyahud akhir atau duduk setelah rakaat terakhir, maka duduknya adalah tawaruk bukan iftirasy.

e. Begitu pula dengan hadis

إِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ ، افْتَرَشَ الْيُسْرَى ، وَنَصَبَ الْيُمْنَى

“Rasulullah Saw jika duduk setelah dua rakaat, beliau menduduki kaki kiri dan menegakan kaki kanan”

Maksud dua rakaat di atas pun belum jelas, apakah maksudnya pada salat tanpa tasyahud awal atau pada tasyahud awal pada salat dua tasyahud. Namun jika kita mengacu pada hadis-hadis mengenai posisi tawaruk, maka jelaslah maksud duduk dua rakaat di atas dengan cara duduk iftirasy itu maksudnya adalah ketika tasyahud awal, adapun duduk yang didalamnya ada salam, maka disyariatkan duduk tawaruk. Wallahu a’lam

I. Kesimpulan, Posisi duduk ketika tasyahud awal adalah iftirasy, sedangkan posisi duduk ketika tasyahud akhir atau duduk yang didalamnya ada salam adalah tawaruk.