Muadzin Melakukan Adzan
A. Pengertian azdan
Berasal dari kata
اذّن - يؤذّن
yang artinya memanggil, mengajak, atau memberitahu
Adapun adzan menurut syara’ ialah memberitahukan bahwa pada saat itu telah masuk waktu shalat dengan beberapa lafadl yang telah ditentukan.
Dalil 1
صحيح البخاري ٥٩٢: …عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِي فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا رَأَى شَوْقَنَا إِلَى أَهَالِينَا قَالَ ارْجِعُوا فَكُونُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَصَلُّوا فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
Shahih Bukhari 592: … Dari Malik bin Al Huwairits: Aku mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rombongan kaumku, lalu kami tinggal di sisi beliau selama dua puluh hari. Beliau adalah seorang yang sangat penuh kasih dan sayang. Ketika beliau melihat ada kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda: "Kembalilah kalian kepada mereka, bergabunglah bersama mereka, ajari mereka dan shalat bersama mereka. Jika waktu shalat telah tiba, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan dan hendaklah yang mengimami shalat kalian adalah yang paling tua di antara kalian."
Dalil 2
صحيح مسلم ٥٧٢: …عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ عَلَّمَهُ هَذَا الْأَذَانَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ثُمَّ يَعُودُ فَيَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ مَرَّتَيْنِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ مَرَّتَيْنِ زَادَ إِسْحَقُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Shahih Muslim 572: … Dari Abu Mahdzurah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada bapaknya adzan ini, "Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah, saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah, kemudian dia mengulanginya lagi seraya berkata: saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah, saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah, marilah kita mendirikan shalat dua kali, marilah menuju kebahagiaan dua kali." Ishaq menambahkan, "Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah."
Dalil 1 kalimat Jika waktu shalat telah tiba, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan menunjukan bahwa adzan adalah perintah dari nabi SAW dan dilakukan ketika waktu shalat tiba
Dalil 2 kalimat Dari Abu Mahdzurah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada bapaknya adzan ini. Menunjukan bahwa azdan memiliki kaifiyat yang telah ditentukan lafadnya yaitu:
Allaahu Akbar Allaahu Akbar-Allaahu Akbar Allaahu Akbar,
Asyhadu allaailaah illallaah-Asyhadu allaailaah illallaah,
Asyhadu anna muhammadarrasulullah-Asyhadu anna muhammadarrasulullah,
Hayya ‘alashshalaah- Hayya ‘alashshalaah,
Hayya ‘alal falaah- Hayya ‘alal falaah,
Allaahu Akbar Allaahu Akbar-Allaahu Akbar Allaahu Akbar,
Laa ilaaha illallaah.
Kesimpulan pengertian adzan adalah pemberitahuan bahwa pada saat itu telah masuk waktu salat sekaligus ajakan melaksanakan shalat dengan beberapa lafadl yang telah ditentukan.
B. Kaifiyat Bacaan adzan
“ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR-ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR, ASYHADU ALLAAILAAH ILLALLAAH-ASYHADU ALLAAILAAH ILLALLAAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADARRASULULLAH-ASYHADU ANNA MUHAMMADARRASULULLAH, HAYYA ‘ALASHSHALAAH- HAYYA ‘ALASHSHALAAH, HAYYA ‘ALAL FALAAH- HAYYA ‘ALAL FALAAH, ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR-ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLALLAAH”.
Dalil 1
...عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ لَمَّا أَجْمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَضْرِبَ بِالنَّاقُوسِ يَجْمَعُ لِلصَّلَاةِ النَّاسَ وَهُوَ لَهُ كَارِهٌ لِمُوَافَقَتِهِ النَّصَارَى طَافَ بِي مِنْ اللَّيْلِ طَائِفٌ وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ وَفِي يَدِهِ نَاقُوسٌ يَحْمِلُهُ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ قَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهِ قُلْتُ نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ أَفَلَا أَدُلُّكَ عَلَى خَيْرٍ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَقُلْتُ بَلَى قَالَ تَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ ثُمَّ اسْتَأْخَرْتُ غَيْرَ بَعِيدٍ قَالَ ثُمَّ تَقُولُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلَاةَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذِهِ لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَمَرَ بِالتَّأْذِينِ فَكَانَ بِلَالٌ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ يُؤَذِّنُ بِذَلِكَ وَيَدْعُو رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ فَجَاءَهُ فَدَعَاهُ ذَاتَ غَدَاةٍ إِلَى الْفَجْرِ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَائِمٌ قَالَ فَصَرَخَ بِلَالٌ بِأَعْلَى صَوْتِهِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ قَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ فَأُدْخِلَتْ هَذِهِ الْكَلِمَةُ فِي التَّأْذِينِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ
HR. Ahmad, 15881...Dari Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi berkata; tatkala Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam hendak memukul lonceng sebagai tanda mengumpulkan manusia untuk shalat, beliau membencinya karena menyamai dengan orang Nasrani. Lalu ada seorang yang mengelilingiku pada malam hari tepatnya pada waktu tertidur yaitu seorang yang memakai dua pakaian yang berwarna hijau dan pada salah satu tangannya ada lonceng yang dibawanya. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; saya bertanya kepadanya, Wahai Abdullah, apakah kamu menjual lonceng? Dia berkata; akan kau pergunakan untuk apa lonceng itu? saya menjawab, akan saya pergunakan untuk memanggil shalat. Dia berkata 'Maukah saya tunjukkan sesuatu yang lebih baik daripada itu?. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; saya menjawab, Ya. Dia berkata; bacalah: ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLA ALLAH, ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLA ALLAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR SULULLAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR SULULLAH, HAYYA 'ALAS SHALAAH, HAYYA 'ALAS SHOLAAH, HAYYA 'ALAL FALAAH HAYYA 'ALAL FALAAH, ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLA ALLAH. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; lalu saya menunggu dalam waktu yang tidak lama. Dia berkata; lalu kamu baca, jika kamu hendak mendirikan shalat:
ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLA ALLAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR SULULLAH, HAYYA 'ALAS SHALAAH, HAYYA 'ALAL FALAAH QAD QAMATIS SHALAH, QAD QAMATIS SHALAH ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLA ALLAH. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; tatkala pada pagi hari, saya menemui Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, lalu saya mengabarkan kepada beliau dengan apa yang saya alami. Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: " Itu mimpi yang haq, jika Allah menghendaki". Lalu beliau memerintahkan untuk mengumandangkan adzan. Bilal, budak Abu Bakar mengumandangkan hal itu dan memanggil Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam untuk melakukan shalat.
Dalil 2
سنن الترمذي ١٧٧: َ…نْ أَبِي مَحْذُورَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَهُ الْأَذَانَ تِسْعَ عَشْرَةَ كَلِمَةً وَالْإِقَامَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ كَلِمَةً…
Sunan tirmidzdi 177…Dari Abu Mahdzurah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan adzan kepadanya sembilan belas kalimat, sedangkan iqamah tujuh belas kalimat." …
Dalil 3
سنن أبي داوود ٤٢٢: … عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي مَحْذُورَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي سُنَّةَ الْأَذَانِ قَالَ فَمَسَحَ مُقَدَّمَ رَأْسِي وَقَالَ تَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ تَرْفَعُ بِهَا صَوْتَكَ ثُمَّ تَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ تَخْفِضُ بِهَا صَوْتَكَ ثُمَّ تَرْفَعُ صَوْتَكَ بِالشَّهَادَةِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ فَإِنْ كَانَ صَلَاةُ الصُّبْحِ قُلْتَ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ…
Sunan Abu Daud 422: …Dari Muhammad bin Abdul Malik bin Abu Mahzhurah dari Ayahnya dari Kakeknya dia berkata: Saya berkata:Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sunnah (tata cara) adzan. Katanya: Maka beliau mengusap bagian depan kepalaku dan bersabda: "Kamu ucapkan: Allahu akbar Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, kamu angkat suaramu ketika mengucapkannya, kemudian kamu ucapkan, Asyhadu an laa ilaaha illallaah Asyhadu an laa ilaaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah, Asyhadu anna muhammadar Rasuulullah, Kamu rendahkan suaramu tatkala mengucapkannya, setelah itu kamu angkat suaramu ketika mengucapkan syahadat, Asyhadu an laa ilaaha illallah, asyhadu an laa ilaaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar rasulullah, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah Hayya 'Alash shalaah, hayya 'alas shalaah ,Hayya 'Alal falaah, hayya 'alal falaah .Kalau adzan untuk shalat Subuh, ucapkanlah, Ash shalaatu khairun minan nauum, Ash shalaatu khairun minan nauum, Allaahu akbar, Allaahu akbar, Laa ilaaha illallah.”
Dalil 1 menunjukan bahwa kalimat adzan terdiri dari 15 kalimat yaitu
1. Allaahu Akbar Allaahu Akbar-Allaahu Akbar Allaahu Akbar,
2. Asyhadu allaailaah illallaah-Asyhadu allaailaah illallaah,
3. Asyhadu anna muhammadarrasulullah-Asyhadu anna muhammadarrasulullah,
4. Hayya ‘alashshalaah- Hayya ‘alashshalaah,
5. Hayya ‘alal falaah- Hayya ‘alal falaah,
6. Allaahu Akbar Allaahu Akbar-Allaahu Akbar Allaahu Akbar,
7. Laa ilaaha illallaah”.
Dalil 2 petunjuk bilangan 19 kalimat dan dalil 3 menunjukan kaifiyat 19 kalimat yaitu
1. Allaahu Akbar Allaahu Akbar-Allaahu Akbar Allaahu Akbar,
2. Asyhadu allaailaah illallaah-Asyhadu allaailaah illallaah, (tarji/pelan)
3. Asyhadu allaailaah illallaah-Asyhadu allaailaah illallaah
4. Asyhadu anna muhammadarrasulullah-Asyhadu anna muhammadarrasulullah, (tarji/pelan)
5. Asyhadu anna muhammadarrasulullah-Asyhadu anna muhammadarrasulullah,
6. Hayya ‘alashshalaah - Hayya ‘alashshalaah,
7. Hayya ‘alal falaah - Hayya ‘alal falaah,
8. Allaahu Akbar Allaahu Akbar-Allaahu Akbar Allaahu Akbar,
9. Laa ilaaha illallaah”.
Kesimpulan
1. Lima belas kalimat adzan adalah sunnah
2. Sembilan belas kalimat adzan berikut tarji didalamnya adalah sunnah
C. Gerakan tubuh ketika adzan
Dalil 1
…فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ فَقَالَ إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَقُمْ مَعَ بِلَالٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ…
…‘Maka keesokan harinya, saya pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan kejadian mimpiku itu, maka beliau bersabda: "Sesungguhnya mimpimu itu adalah mimpi yang benar Insya Allah. Karena itu berdirilah bersama Bilal dan ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya lebih lantang dari suaramu."…
Dalil 2
سنن الترمذي ١٨١: … عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ بِلَالًا يُؤَذِّنُ وَيَدُورُ وَيُتْبِعُ فَاهُ هَا هُنَا وَهَا هُنَا وَإِصْبَعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قُبَّةٍ لَهُ حَمْرَاءَ أُرَاهُ …
Sunan Tirmidzi 181: … Dari 'Aun bin Abu Juhaifah dari Ayahnya ia berkata: "Aku melihat Bilal mengumandangkan adzan seraya berputar mengikuti mulutnya ke sini dan ke sini, sedang jari-jarinya ada di telinganya. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam waktu itu berada di dalam kubah merahnya….
Dalil 3
سنن ابن ماجه ٧٠٢: حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعْدِ بْنِ عَمَّارِ بْنِ سَعْدٍ مُؤَذِّنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِلَالًا أَنْ يَجْعَلَ إِصْبَعَيْهِ فِي أُذُنَيْهِ وَقَالَ إِنَّهُ أَرْفَعُ لِصَوْتِكَ
Sunan Ibnu Majah 702: Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar berkata: telah menceritakan kepada kami Abdurrahman Sa'd bin 'Ammar bin Sa'd mu`adzin Rasulullah, berkata: telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Bapaknya dari Kakeknya berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada Bilal agar meletakkan kedua jarinya pada kedua telinganya, seraya bersabda: "Sesungguhnya itu lebih mengeraskan suaramu."
Dalil 1 kalimat “Karena itu berdirilah bersama Bilal dan ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya lebih lantang dari suaramu” menunjukan pemilihan sahabat bilal sebagai muazin karena suaranya lantang atau keras
Dalil 2 kalimat"Aku melihat Bilal mengumandangkan adzan seraya berputar mengikuti mulutnya ke sini dan ke sini, sedang jari-jarinya ada di telinganya. Menunjukan bahwa sahabat bilal ketika mengumandangkan adzan sambil berputar mengikuti mulutnya ke sini dan ke sini, sedang jari-jarinya ada di telinganya pada kejadian ini nabi SAW mengetahui gerakan tubuh sahabat bilal dan membiarkanya.
Mari perhatikan pendapat para ulama
Imam Tirmizi mengomentari hadis ini dalam kitab Sunannya, dia berkata;
وعليه العمل عند أهل العلم يستحبون أن يدخل المؤذن إصبعيه في أذنيه في الأذان
“Inilah yang diamalkan oleh para ulama. Mereka menganjurkan supaya muazzin memasukkan dua jarinya ke dalam kedua telinganya ketika mengumandangkan azan.”
Dalam kitab Nihayatuz Zain, Imam Nawawi berkata sebagai berikut;
وجعل مسبحتيه أي أنملتهما بصماخيه لأنه أجمع للصوت
“Dan hendaknya muazzin meletakkan kedua jari telunjuknya pada kedua lubang telinganya. Karena hal itu lebih mengumpulkan suara (sehinga lebih keras).”
Dalil 3 Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada Bilal agar meletakkan kedua jarinya pada kedua telinganya, seraya bersabda: "Sesungguhnya itu lebih mengeraskan suaramu." Hadist ini Dloif dikarenakan
Rawi Bernama Sa'ad bin 'Ammar bin Sa'ad dan Abdur Rahman bin Sa'ad bin 'Ammar Al Qurazh
1. Sa'ad bin 'Ammar bin Sa'ad
ULAMA
KOMENTAR
Ibnul Qaththan
Tidak diketahui keadaannya
Ibnu Hajar al 'Asqalani
matruk
2. Abdur Rahman bin Sa'ad bin 'Ammar Al Qurazh
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
dla'if
Ad Daruquthni
fihi nazhar
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
dla'if
Adz Dzahabi
mereka mendhaifkannya
Kesimpulan
1) Perintah nabi SAW akan kerasnya suara sehingga, pilihan jatuh kepada sahabat Bilal R.A
2) Adapun Gerakan tubuh yang dilakukan sahabat Bilal R.A ini mempunyai tujuan pengumpulan suara dan tersebarnya suara,
3) Sementara perintah langsung menggerakan anggota tubuh sebagai muazzin adalah dhoif
Dengan demikian kaifiyat muazzin dengan memutar dan menutup telinga adalah bagian dari menjalankan perintah Nabi SAW akan keras dan tersebarnya dan salah satu kaifiyatnya dengan gerakan menutup telinga dan memutar-mutar.
1). Bagaimana bila muazzin memakai speaker apakah tetap harus menutup dan memutar?
Speaker mempunyai tujuan agar keras dan tersebarnya suara, dengan demikian tujuan dari menutup telinga dan memutar-mutar telah terwakili, sehingga selama tidak mengganggu keras dan tersebarnya suara kaifiyat muazzin dipersilahkan. Namun andai kata ada yang menyatakan hal tersebut (sikap Bilal menoleh ke kanan dan keikiri saat adzan) adalah sebuah kemestian dan keutamaan, hal itu adalah kekeliruan.
2). Irama adzan
Dalil 1
…فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ فَقَالَ إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَقُمْ مَعَ بِلَالٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ…
…‘Maka keesokan harinya, saya pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan kejadian mimpiku itu, maka beliau bersabda: "Sesungguhnya mimpimu itu adalah mimpi yang benar Insya Allah. Karena itu berdirilah bersama Bilal dan ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya lebih lantang dari suaramu."…
Dalil 2
صحيح البخاري ٥٧٤: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ الْأَنْصَارِيِّ ثُمَّ الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ لَهُ إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلَاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Shahih Bukhari 574: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata: telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abdurrahman bin Abdullah bin 'Abdurrahman bin Abu Sha'sha'ah Al Anshari Al Mazini dari Bapaknya bahwa ia mengabarkan kepadanya, bahwa Abu Sa'id Al Khudri berkata kepadanya: "Aku lihat kamu suka kambing dan lembah (penggembalaan). Jika kamu sedang menggembala kambingmu atau berada di lembah, lalu kamu mengumandangkan adzan shalat, maka keraskanlah suaramu. Karena tidak ada yang mendengar suara mu'adzin, baik manusia, jin atau apapun dia, kecuali akan menjadi saksi pada hari kiamat." Abu Sa'id berkata: "Aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam."
Dalil 3
عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ قَالَ لَمَّا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُنَيْنٍ خَرَجْتُ عَاشِرَ عَشْرَةٍ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ نَطْلُبُهُمْ فَسَمِعْنَاهُمْ يُؤَذِّنُونَ بِالصَّلَاةِ فَقُمْنَا نُؤَذِّنُ نَسْتَهْزِئُ بِهِمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ سَمِعْتُ فِي هَؤُلَاءِ تَأْذِينَ إِنْسَانٍ حَسَنِ الصَّوْتِ فَأَرْسَلَ إِلَيْنَا فَأَذَّنَّا رَجُلٌ رَجُلٌ وَكُنْتُ آخِرَهُمْ فَقَالَ حِينَ أَذَّنْتُ تَعَالَ فَأَجْلَسَنِي بَيْنَ يَدَيْهِ فَمَسَحَ عَلَى نَاصِيَتِي وَبَرَّكَ عَلَيَّ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ اذْهَبْ فَأَذِّنْ عِنْدَ الْبَيْتِ الْحَرَامِ قُلْتُ كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلَّمَنِي كَمَا تُؤَذِّنُونَ الْآنَ بِهَا
Sunan Nasa'i 629 … Dari Abu Mahdzurah dia berkata: "Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari Hunain, aku orang yang kesepuluh dari sepuluh orang Quraisy yang pergi mencari mereka (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat). Kami mendengar mereka mengumandangkan adzan untuk shalat, maka kami mulai ikut adzan sebagai ejekan kepada mereka. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Aku mendengar seseorang yang merdu suaranya di antara mereka mengumandangkan adzan.' beliau mengutus seseorang kepada kami, lalu kamipun mengumandangkan adzan satu persatu dan aku orang yang terakhir. Ketika mendengarku mengumandangkan adzan beliau berkata: 'Kemari!' Beliau mempersilakanku duduk di depannya dan mengusap ujung rambutku, serta mendoakan keberkahan untukku -sampai tiga kali- kemudian berkata: 'Pergilah dan kumandangkan adzan di Masjidil Haram." Aku berkata: 'Bagaimana caranya wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?' Lalu beliau mengajariku sebagaimana yang kalian ucapkan saat adzan sekarang
Dalil 1 kalimat Karena itu berdirilah bersama Bilal dan ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya lebih lantang dari suaramu, menunjukan bahwa azdan dilakukan dengan lantang atau keras.
Dalil 2 kalimat maka keraskanlah suaramu Karena tidak ada yang mendengar suara mu'adzin, baik manusia, jin atau apapun dia, kecuali akan menjadi saksi pada hari kiamat, selain terdengar lebih luas juga menunjukan adanya pahala besar yang terkandung di dalamnya.
Dalil 3 kalimat “'Aku mendengar seseorang yang merdu suaranya di antara mereka mengumandangkan adzan.' beliau mengutus seseorang kepada kami, lalu kamipun mengumandangkan adzan satu persatu dan aku orang yang terakhir. Ketika mendengarku mengumandangkan adzan beliau berkata: 'Kemari!' Beliau mempersilakanku duduk di depannya dan mengusap ujung rambutku, serta mendoakan keberkahan untukku -sampai tiga kali- kemudian berkata: 'Pergilah dan kumandangkan adzan di Masjidil Haram." Menunjukan pilihan nabi SAW kepada seseorang yang merdu suaranya
Sebelum pada kesimpulan bahwa keras dan merdu yang dimaksud adalah dengan tidak melakukan Talhin dalam artian merusak bacaan yang merubah makna adzan
Kesimpulan irama adzan adalah lantang atau keras dan merdu (indah) serta pesan yang disampaikan sesuai lafadnya dengan tidak menambah atau mengurangi atau tidak memutus-mutus sehingga merubah pesan atau maknanya.
D. Hukum Adzan
Berkaitan dengan hukum adzan, ada beberapa pendapat keteranganya sebagai berikut :
1). Pendapat adzan Hukumnya Wajib
Pendapat pertama mengenai hukum adzan ialah “WAJIB”. Berikut landasan dalil yang dijadikan hujjah untuk kelompok yang menyatakan wajib pada hukum adzan;
Dalil 1
...عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَأَذِّنَا وَأَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا
...Dari Malik bin Al Huwairits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jika telah datang waktu shalat maka adzan dan iqamatlah, kemudian hendaklah yang mengimami shalat adalah yang paling tua di antara kalian berdua." (HR. Bukhari, 618, Abu Daud, 498, An-Nasa’i, 663, 773, Ibnu Majah, 969, Ad-Daruquthi, 895, 1296)
Dalil 2
...عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ ...وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ...فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ ...
...Dari Malik bin Huwairits katanya; ...beliau bersabda: "Sekarang kembalilah kepada keluarga kalian, dan diamlah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Jika waktu shalat tiba, hendaknya salah seorang diantara kalian mengumandangkan adzan dan yang paling dewasa menjadi imam...(HR. Muslim, 1080)
Dalil 3
...عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ الْيَعْمَرِيِّ قَالَ قَالَ لِي أَبُو الدَّرْدَاءِ أَيْنَ مَسْكَنُكَ قَالَ قُلْتُ فِي قَرْيَةٍ دُونَ حِمْصَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ لَا يُؤَذَّنُ وَلَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ...
..Dari Ma'dan bin Abu Thalhah Al Ya'mari, ia berkata; Abu Darda` berkata kepadaku: "Dimanakah kamu tinggal?, aku menjawab; 'aku tinggal di pedesaan dibelakang Himsha." Abu Darda` berkata; 'Aku mendegar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah tiga orang berada di suatu pedesaan, lalu mereka tidak mengumandangkan adzan, dan tidak pula mendirikan shalat, kecuali syaitan akan menguasai diri mereka,... (HR. Ahmad, 20719)
Dalil 4
...عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا لَمْ يَكُنْ يَغْزُو بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ قَالَ فَخَرَجْنَا إِلَى خَيْبَرَ فَانْتَهَيْنَا إِلَيْهِمْ لَيْلًا فَلَمَّا أَصْبَحَ وَلَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا رَكِبَ وَرَكِبْتُ خَلْفَ أَبِي طَلْحَةَ وَإِنَّ قَدَمِي لَتَمَسُّ قَدَمَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَخَرَجُوا إِلَيْنَا بِمَكَاتِلِهِمْ وَمَسَاحِيهِمْ فَلَمَّا رَأَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا مُحَمَّدٌ وَاللَّهِ مُحَمَّدٌ وَالْخَمِيسُ قَالَ فَلَمَّا رَآهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ خَرِبَتْ خَيْبَرُ إِنَّا إِذَا نَزَلْنَا بِسَاحَةِ قَوْمٍ ) فَسَاءَ صَبَاحُ الْمُنْذَرِينَ (
...Dari Humaid dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam jika memerangi suatu kaum bersama kami, maka beliau tidak menyerang kaum tersebut hingga datangnya waktu shubuh (menunggu). Jika mendengar suara adzan, beliau mengurungkannya. Namun bila tidak terdengar suara adzan maka beliau menyerangnya." Anas bin Malik berkata, "Maka pada suatu hari kami keluar untuk menyerbu perkampungan Khaibar, kami lantas menunggu hingga malam hari. Ketika datang waktu pagi dan beliau tidak mendengar suara adzan, maka beliau menaiki tunggangannya sementara aku membonceng di belakang Abu Thalhah. Sungguh kakiku menyentuh kaki Nabi shallallahu 'alaihi wasallam." Anas bin Malik melanjutkan kisahnya, "Penduduk Khaibar keluar ke arah kami dengan membawa keranjang dan sekop-sekop mereka, ketika mereka melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka mereka berkata, "Muhammad! Demi Allah, Muhammad dan pasukannya (datang)!" Kata Anas, "Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat mereka, beliau bersabda: "Allahu Akbar, Allahu Akbar, hancurlah Khaibar! Sesungguhnya kami, apabila mendatangi perkampungan suatu kaum, maka amat buruklah pagi hari yang dialami orang-orang yang diperingatkan tersebut) ' (Qs. Ash Shaffaat: 177). (HR. Bukhari, 575)
Dalil 5
...عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلَاةِ قَالَ بِلَالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلَالٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلَالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلَالُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلَاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى
...Dari 'Abdullah bin Abu Qatadah dari Bapaknya berkata, "Kami pernah berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam. Sebagian kaum lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya Tuan mau istirahat sebentar bersama kami?" Beliau menjawab: "Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat." Bilal berkata, "Aku akan membangunkan kalian." Maka merekapun berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggannganya, tapi rasa kantuknya mengalahkannya dan akhirnya iapun tertidur. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun bersabda: "Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan!" Bilal menjawab: "Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Wahai Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada orang-orang untuk shalat!" kemudian beliau berwudlu, ketika matahari meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan shalat." (HR. Bukhari 560)
Dalil 6
...عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلَاةِ وَيُصَلِّي فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلَاةَ يَخَافُ مِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ
...Dari 'Uqbah bin 'Amir dia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Rabb kalian kagum terhadap seorang yang mengumandangkan shalat di atas bukit, kemudian dia shalat, maka Allah Azza wa Jalla berfirman; "Lihatlah kepada hamba-Ku ini, dia mengumandangkan adzan lalu shalat karena takut kepada-Ku, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku dan memasukkannya ke dalam surga."(HR. Abu Daud, 1017)
Dalil 7
...عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
...Dari Sumayya mantan budak Abu Bakar, dari Shalih dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seandainya manusia mengetahui apa (kebaikan) yang terdapat pada adzan dan shaf awal, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi, niscaya mereka akan melakukannya. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat dalam bersegera (menuju shalat), niscaya mereka akan berlomba-lomba. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat pada shalat 'Isya dan Shubuh, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak." (Bukhari, 580)
Dalil 8
...عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ لَمَّا أَجْمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَضْرِبَ بِالنَّاقُوسِ يَجْمَعُ لِلصَّلَاةِ النَّاسَ وَهُوَ لَهُ كَارِهٌ لِمُوَافَقَتِهِ النَّصَارَى طَافَ بِي مِنْ اللَّيْلِ طَائِفٌ وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ وَفِي يَدِهِ نَاقُوسٌ يَحْمِلُهُ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ قَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهِ قُلْتُ نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ أَفَلَا أَدُلُّكَ عَلَى خَيْرٍ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَقُلْتُ بَلَى قَالَ تَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ ثُمَّ اسْتَأْخَرْتُ غَيْرَ بَعِيدٍ قَالَ ثُمَّ تَقُولُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلَاةَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذِهِ لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَمَرَ بِالتَّأْذِينِ فَكَانَ بِلَالٌ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ يُؤَذِّنُ بِذَلِكَ وَيَدْعُو رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ فَجَاءَهُ فَدَعَاهُ ذَاتَ غَدَاةٍ إِلَى الْفَجْرِ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَائِمٌ قَالَ فَصَرَخَ بِلَالٌ بِأَعْلَى صَوْتِهِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ قَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ فَأُدْخِلَتْ هَذِهِ الْكَلِمَةُ فِي التَّأْذِينِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ
HR. Ahmad, 15881...Dari Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi berkata; tatkala Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam hendak memukul lonceng sebagai tanda mengumpulkan manusia untuk shalat, beliau membencinya karena menyamai dengan orang Nasrani. Lalu ada seorang yang mengelilingiku pada malam hari tepatnya pada waktu tertidur yaitu seorang yang memakai dua pakaian yang berwarna hijau dan pada salah satu tangannya ada lonceng yang dibawanya. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; saya bertanya kepadanya, Wahai Abdullah, apakah kamu menjual lonceng? Dia berkata; akan kau pergunakan untuk apa lonceng itu? saya menjawab, akan saya pergunakan untuk memanggil shalat. Dia berkata 'Maukah saya tunjukkan sesuatu yang lebih baik daripada itu?. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; saya menjawab, Ya. Dia berkata; bacalah: ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLA ALLAH, ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLA ALLAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR SULULLAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR SULULLAH, HAYYA 'ALAS SHALAAH, HAYYA 'ALAS SHOLAAH, HAYYA 'ALAL FALAAH HAYYA 'ALAL FALAAH, ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLA ALLAH. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; lalu saya menunggu dalam waktu yang tidak lama. Dia berkata; lalu kamu baca, jika kamu hendak mendirikan shalat:
ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLA ALLAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR Radliyallahu'anhuSULULLAH, HAYYA 'ALAS SHALAAH, HAYYA 'ALAL FALAAH QAD QAMATIS SHALAH, QAD QAMATIS SHALAH ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLA ALLAH. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; tatkala pada pagi hari, saya menemui Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, lalu saya mengabarkan kepada beliau dengan apa yang saya alami. Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: " Itu mimpi yang haq, jika Allah menghendaki". Lalu beliau memerintahkan untuk mengumandangkan adzan. Bilal, budak Abu Bakar mengumandangkan hal itu dan memanggil Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam untuk melakukan shalat. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; lalu (Bilal Radliyallahu'anhu) datang dan memanggilnya pada suatu pagi, lalu diberitahukan kepadanya, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sedang tidur. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; lalu Bilal berteriak dengan suaranya yang paling keras, ASH SHALATU KHAIRUN MINANNAUM Sa'id bin Musayyab berkata; kemudian kalimat itu dimasukkan dalam kalimat adzan pada shalat fajar.
Dalil 9
...أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَقُولُ كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَاةَ لَيْسَ يُنَادَى لَهَا فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلَا تَبْعَثُونَ رَجُلًا يُنَادِي بِالصَّلَاةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بِلَالُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلَاةِ
...Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij berkata, telah mengabarkan kepadaku Nafi' bahwa Ibnu 'Umar berkata, "Ketika Kaum Muslimin tiba di Madinah, mereka berkumpul untuk shalat dengan cara memperkirakan waktunya, dan tidak ada panggilan untuk pelaksanaan shalat. Suatu hari mereka memperbincangkan masalah tersebut, di antara mereka ada yang mengusulkan lonceng seperi loncengnya Kaum Nashrani dan sebagaian lain mengusulkan untuk meniup terampet sebagaimana Kaum Yahudi. Maka 'Umar pun berkata, "Mengapa tidak kalian suruh seseorang untuk mengumandangkan panggilan shalat?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian bersabda: "Wahai Bilal, bangkit dan serukanlah panggilan shalat." (HR. Bukhari, 569)...
Dalil 10
صحيح البخاري ٥٩١: …عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ
Shahih Bukhari 591: … Dari 'Abdullah bin Mughaffal berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Di antara setiap dua adzan (adzan dan iqamah) ada shalat (sunah)." Kemudian pada ucapan beliau yang ketiga kalinya, beliau menambahkan: "Bagi yang mau."
Dalil 1 dan 2“Jika telah datang waktu shalat maka adzan dan iqamatlah, kemudian hendaklah yang mengimami shalat adalah yang paling tua di antara kalian berdua."dan “Jika waktu shalat tiba, hendaknya salah seorang diantara kalian mengumandangkan adzan dan yang paling dewasa menjadi imam."terdapat kalimat falyuadzin lakum (maka kumandangkan adzan) adalah sighot amr yang mengindikasikan perintah tersebut wajib.
Dalil 3. Dan 4“'Aku mendegar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah tiga orang berada di suatu pedesaan, lalu mereka tidak mengumandangkan adzan, dan tidak pula mendirikan shalat, kecuali syaitan akan menguasai diri mereka” dan “bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam jika memerangi suatu kaum bersama kami, maka beliau tidak menyerang kaum tersebut hingga datangnya waktu shubuh (menunggu). Jika mendengar suara adzan, beliau mengurungkannya. Namun bila tidak terdengar suara adzan maka beliau menyerangnya."Menunjukan Tarhib (ancaman) dimana merupakan indikator bahwa adzan itu mesti/harus/wajib dilakukan. Sebab bila sebuah perintah diikuti tarhibnya (ancaman), maka hal tersebut mengisyaratkan akan wajibnya perkara yang jadi perintah tersebut.
Dalil 5 "Kami pernah berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam. Sebagian kaum lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya Tuan mau istirahat sebentar bersama kami?" Beliau menjawab: "Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat." Bilal berkata, "Aku akan membangunkan kalian." Maka merekapun berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggannganya, tapi rasa kantuknya mengalahkannya dan akhirnya iapun tertidur. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun bersabda: "Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan!" Bilal menjawab: "Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Wahai Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada orang-orang untuk shalat!" kemudian beliau berwudlu, ketika matahari meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan shalat." Menunjukan taukid (penguat) tentang mestinya/harusnya/wajibnya adzan dikumandangkan, dalam kondisi waktu shalat sudah berlalu saja, Rasulullah SAW tetap memerintahkan adzan terlebih dahulu sebelum shalat berjama’ah dilaksanakan
Dalil 6 dan 7 “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Rabb kalian kagum terhadap seorang yang mengumandangkan adzan di atas bukit, kemudian dia shalat, maka Allah Azza wa Jalla berfirman; "Lihatlah kepada hamba-Ku ini, dia mengumandangkan adzan lalu shalat karena takut kepada-Ku, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku dan memasukkannya ke dalam surga." Dan "Seandainya manusia mengetahui apa (kebaikan) yang terdapat pada adzan dan shaf awal, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi, niscaya mereka akan melakukannya. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat dalam bersegera (menuju shalat), niscaya mereka akan berlomba-lomba. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat pada shalat 'Isya dan Shubuh, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak." Menunjukan adanya pahala/ganjaran bila muadzin mengumandangkan adzan, hal ini pun sebagai informasi tambahan tentang kuatnya dorongan syar’i agar adzan dilaksanakan karena bila perintah disertai adanya pahala yg mendorong untuk dilakukan maka hukumnya wajib
Berikut pendapat para ulama
1. Imam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Majmu’atul fatawa :
مجموع فتاوى ابن تيمية (5/ 88)
:الصَّحِيحُ أَنْ الْأَذَانَ فَرْضٌ عَلَى الْكِفَايَةِ فَلَيْسَ لِأَهْلِ مَدِينَةٍ وَلَا قَرْيَةٍ أَنْ يَدَعُوا الْأَذَانَ وَالْإِقَامَةَ " وَهَذَا هُوَ الْمَشْهُورُ مِنْ مَذْهَبِ أَحْمَد وَغَيْرِهِ . وَقَدْ أَطْلَقَ طَوَائِفُ مِنْ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُ سُنَّةٌ . ثُمَّ مِنْ هَؤُلَاءِ مَنْ يَقُولُ إنَّهُ إذَا اتَّفَقَ أَهْلُ بَلَدٍ عَلَى تَرْكِ قُوتِلُوا وَالنِّزَاعُ مَعَ هَؤُلَاءِ . قَرِيبٌ مِنْ النِّزَاعِ اللَّفْظِيِّ . فَإِنَّ كَثِيرًا مِنْ الْعُلَمَاءِ يُطْلِقُ الْقَوْلَ بِالسُّنَّةِ عَلَى مَا يُذَمُّ تَارِكُهُ شَرْعًا وَيُعَاقَبُ تَارِكُهُ شَرْعًا فَالنِّزَاعُ بَيْنَ هَذَا وَبَيْنَ مَنْ يَقُولُ : إنَّهُ وَاجِبٌ نِزَاعُ لَفْظِيٌّ وَلِهَذَا نَظَائِرُ مُتَعَدِّدَةٌ . وَأَمَّا مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ سُنَّةٌ لَا إثْمَ عَلَى تَارِكِيهِ وَلَا عُقُوبَةَ فَهَذَا الْقَوْلُ خَطَأٌ . فَإِنَّ الْأَذَانَ هُوَ شِعَارُ دَارِ الْإِسْلَامِ الَّذِي ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ أَنَّ { النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعَلِّقُ اسْتِحْلَالَ أَهْلِ الدَّارِ بِتَرْكِهِ فَكَانَ يُصَلِّي الصُّبْحَ ثُمَّ يَنْظُرُ فَإِنْ سَمِعَ مُؤَذِّنًا لَمْ يُغِرْ وَإِلَّا أَغَارَ …
Yang shahih bahwa adzan itu wajib atas kifayah (kemampuan) maka bukan untuk penduduk madinah dan bukan pula penduduk negri untuk mengajak adzan dan iqomah, dan ini pendapat yang masyhur diantara madzhab ahmad dan selainnya. Dan sungguh para thoif melepaskan dari ulama yang berpendapat bahwasanya adzan itu sunah. Kemudian diantara mereka ada orang yang berpendapat sesungguhnya adzan apabila sepakat penduduk negri untuk meninggalkannya (adzan) mereka diperangi dan dibunuh bersama mereka. Dekat dari kematian secara lafadz. Karena sesunggunya banyak diantara ulama melepaskan pendapat yang sunnah meninggalkan atas celaan secara syariat dan meninggalkannya disiksa secara syariat maka perdebatan antara ini dan antara orang yang mengatakan: bahwa dia (adzan) itu wajib adalah lafadz yang diperdebatkan dan yang demikian ini dipandang berbeda-beda. Dan adapun orang yang menganggap bahwa adzan itu sunnah, dalam arti meninggalkannya tidak berdosa dan tidak dapat siksa adalah keliru. Karena sesungguhnya adzan adalah syiar islam suatu daerah sebgaimana dalam hadits shohih bahwasanya (Nabi Saw mengaitkan halalnya memerangi penduduk suatu daerah, dengan meninggalkan adzan. Dan dimana rasulullah shalat subuh, kemudian mendengar adzan maka beliau tidak memberikan komando (menyerang). Tapi jika tidak mendengar adzan, beliau memberikan (komando)…
2. Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar Juz 2 Hal : 39 membuat sebuah judul bab أبواب الأذان باب وجوبه وفضيلته ini menunjukan bahwa Imam Asy-Syaukani langsung menghukumi adzan itu adalah wajib dengan mencantumkan pada permulaannya bab tentang adzan dengan kalimat kewajiban adzan dan keutamannya.
3. KH. Wawan Sofwan Solehuddin dalam bukunya Shalat Berjamaah dan Permasalahannya, hal. 191-192 mengatakan “Mengumandangkan azan hukumnya wajib, untuk memberitahukan masuknya waktu salat dan untuk mengajak orang-orang berjamaah.” Pendapat beliau ini mengacu pada sebuah Hadits Rasulullah SAW :
…فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ…
Lanjut beliau menuturkan bahwa kata-kata falyuazin lakum (hendaklah berazan bagi kalian seorang dari kalian), menunjukkan azan itu wajib. Adapun kata lakum (bagi kalian) artinya azan untuk kalian berjamaah dengan azan tersebut.
Kesimpulan hukum adzan adalah wajib
2). Pendapat adzan Hukumnya Sunnah
Dalil no 8 kalimat “...Dari Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi berkata; tatkala Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam hendak memukul lonceng sebagai tanda mengumpulkan manusia untuk shalat, beliau membencinya karena menyamai dengan orang Nasrani. Lalu ada seorang yang mengelilingiku pada malam hari tepatnya pada waktu tertidur yaitu seorang yang memakai dua pakaian yang berwarna hijau dan pada salah satu tangannya ada lonceng yang dibawanya. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; saya bertanya kepadanya, Wahai Abdullah, apakah kamu menjual lonceng? Dia berkata; akan kau pergunakan untuk apa lonceng itu? saya menjawab, akan saya pergunakan untuk memanggil shalat. Dia berkata 'Maukah saya tunjukkan sesuatu yang lebih baik daripada itu?. (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; saya menjawab, Ya. Dia berkata; bacalah: …(Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; lalu saya menunggu dalam waktu yang tidak lama. Dia berkata; lalu kamu baca, jika kamu hendak mendirikan shalat: … (Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbihi Radliyallahu'anhu) berkata; tatkala pada pagi hari, saya menemui Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, lalu saya mengabarkan kepada beliau dengan apa yang saya alami. Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: " Itu mimpi yang haq, jika Allah menghendaki". Lalu beliau memerintahkan untuk mengumandangkan adzan.” Menunjukan bahwa sababul wurudl tentang adzan itu merupakan syari’at yang bersifat takrir (ketetapan) Nabi atas usulan sahabat.
Dalil 9 kalimat “Suatu hari mereka memperbincangkan masalah tersebut, di antara mereka ada yang mengusulkan lonceng seperi loncengnya Kaum Nashrani dan sebagaian lain mengusulkan untuk meniup terampet sebagaimana Kaum Yahudi. Maka 'Umar pun berkata, "Mengapa tidak kalian suruh seseorang untuk mengumandangkan panggilan shalat?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian bersabda: "Wahai Bilal, bangkit dan serukanlah panggilan shalat." Menunjukan bahwa pada dalil ini prosesnya adalah dalil no 8. bahwa sababul wurudl tentang adzan itu merupakan syari’at yang bersifat takrir (ketetapan) Nabi atas usulan sahabat.
Dalil no 7 kalimat "Seandainya manusia mengetahui apa (kebaikan) yang terdapat pada adzan dan shaf awal, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi, niscaya mereka akan melakukannya. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat dalam bersegera (menuju shalat), niscaya mereka akan berlomba-lomba. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat pada shalat 'Isya dan Shubuh, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak."kalimat wa lau pada dalil ini menunjukan adanya kelonggaran menentapkan hukum, kemudian pada kalimat selanjutnya mendudukan adzan itu sejajar dengan shaff awal dalam shalat berjama’ah, Bila adzan kita hukumi wajib, tentu shalat pada shaff awal pun mesti dihukumi wajib. Bila demikian bagaimana nasibnya bagi kaum muslimin yang tidak mendapatkan shaff awal dalam shalat berjama’ah tersebut? Dalil ini sebagai hujjah untuk memalingkan perintah ini menjadi sunnah
الأصل فى الأمر للوجوب إلا مادل دليل على خلافه
Asal pada perintah itu hukumnya wajib, kecuali ada dalil yang memalingkannya.
Kesimpulan hukum azdan adalah sunnah.
Mari perhatikan pendapat para ulama :
Imam syafei
البيان في مذهب الإمام الشافعي] (2/ 57)مسألة حكم الأذان والإقام [قال الشافعي - رَحِمَهُ اللَّهُ -: (ولا أحب لأحد أن يصلي في جماعة، ولا وحده، إلا بأذان وإقامة، فإن لم يفعل. . أجزأه) .وجملة ذلك: أن الأذان والإقامة سنتان مؤكدتان، فإن تركهما. . كان تاركًا لسنة، وصلاته صحيحة. وبه قال أبو حنيفة، وأصحابه.
Berkata asy-syafi’i : Dan tidak disukai seseorang yang shalat berjama’ah atau munfarid kecuali dengan adzan dan iqomah, kemudian jika dia tidak mengerjakan maka cukup baginya. Dengan demikian : Sesungguhnya adzan dan iqomah keduanya sunnah muakkad, maka jika meninggalkan keduanya ia meninggalkan sunnat dan shalatnya sah. Dan begitu pula abu hanifah dan sahabat lain telah berpendapat.
Ibnu Hajar
فتح الباري - ابن حجر (2/ 79) أن مبدأ الأذان لما كان عن مشورة أوقعها النبي صلى الله عليه و سلم بين أصحابه حتى استقر برؤيا بعضهم فأقره كان ذلك بالمندوبات أشبه
Sesungguhnya permulaan adzan itu adalah hasil musyawatrah diantara para sahabat yang kemudian Rasul menetapkannya lalu Rasul menetapkan mimpi mereka maka berlakulah hukum adzan tersebut sepertinya mandub.
3). Pendapat kami
Dengan berbagai keterangan yang telah disampaikan kami berkesimpulan. Bila adzan dihukumi wajib karena adanya perintah, ancaman dan fadilah, bagaimana keberadaan keterangan tentang asbabul wurudl hadits yang bersifat takririyyah, kalimat wa lau yang menunjukan kelonggaran akan hukum sebuah perintah, keterangan ini menjadi hujjah memalingkan sebuah perintah. Dengan demikian lebih tepat bila kita jatuhi hukum adzan adalah sunnah muakad karena keberadaan dalil tentang perintah ancaman dan fadhilah serta syiar agama yang begitu kuat melekat padanya.
E. Hukum iqomah
Dalil 1 dan 2 kalimat “Jika telah datang waktu shalat maka adzan dan iqamatlah, kemudian hendaklah yang mengimami shalat adalah yang paling tua di antara kalian berdua."
Dalil 10 kalimat, :"Di antara setiap dua adzan (adzan dan iqamah) ada shalat (sunah)." Menunjukan bahwa perintah adzan akan terikat oleh iqomah dengan demikian hukum iqomah beriringan dengan hukum adzan
Dengan berbagai keterangan yang telah disampaikan kami berkesimpulan. Bila iqomah dihukumi wajib karena adanya perintah, ancaman dan fadilah, bagaimana keberadaan keterangan tentang asbabul wurudl hadits yang bersifat takririyyah, kalimat wa lau yang menunjukan kelonggaran akan hukum sebuah perintah, keterangan ini menjadi hujjah memalingkan sebuah perintah. Dengan demikian lebih tepat bila kita jatuhi hukum iqomah adalah sunnah muakad karena keberadaan dalil tentang perintah ancaman dan fadhilah.
F. Fungsi adzan
Dalil 1
صحيح البخاري ٥٩٢: …عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِي فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا رَأَى شَوْقَنَا إِلَى أَهَالِينَا قَالَ ارْجِعُوا فَكُونُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَصَلُّوا فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
Shahih Bukhari 592: … Dari Malik bin Al Huwairits: Aku mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rombongan kaumku, lalu kami tinggal di sisi beliau selama dua puluh hari. Beliau adalah seorang yang sangat penuh kasih dan sayang. Ketika beliau melihat ada kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda: "Kembalilah kalian kepada mereka, bergabunglah bersama mereka, ajari mereka dan shalat bersama mereka. Jika waktu shalat telah tiba, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan dan hendaklah yang mengimami shalat kalian adalah yang paling tua di antara kalian."
Dalil 1 kalimat Jika waktu shalat telah tiba, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan
Kesimpulan bahwa fungsi adzan adalah untuk memberitahu waktu shalat, telah tiba serta ajakan untuk menunaikanya.
G. Tentang adzan diamalkan pada momen atau situasi tertentu
1). Adzan dikumandangkan momen bayi lahir
Dalil 1
صحيح مسلم ١٤٦٩: و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَرْسَلَ إِلَى ابْنِ الزُّبَيْرِ أَوَّلَ مَا بُويِعَ لَهُ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ لِلصَّلَاةِ يَوْمَ الْفِطْرِ فَلَا تُؤَذِّنْ لَهَا قَالَ فَلَمْ يُؤَذِّنْ لَهَا ابْنُ الزُّبَيْرِ يَوْمَهُ وَأَرْسَلَ إِلَيْهِ مَعَ ذَلِكَ إِنَّمَا الْخُطْبَةُ بَعْدَ الصَّلَاةِ وَإِنَّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يُفْعَلُ قَالَ فَصَلَّى ابْنُ الزُّبَيْرِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
Shahih Muslim 1469: Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi' telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku Atha` bahwasanya: Ibnu Abbas mengirim seseorang kepada Ibnu Zubiar ketika pertama kali keluar (untuk menunaikan shalat Ied), "Bahwa shalat Ied (ditunaikan) tanpa adzan. Karena itu, jangankan kamu mengumandangkan adzan." Maka Ibnu Zubair pun tidak menyuruh untuk mengumandangkan adzan. Kemudian para hari itu, ia juga mengutus kepadanya, bahwa penyampaian khutbah adalah sesudah shalat. Dan bahwa hal itu sebelumnya telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya Ibnu Zubair pun shalat Ied sebelum khutbah.
Dalil 2
سنن الترمذي ١٤٣٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَا أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
Sunan Tirmidzi 1436: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dan 'Abdurrahman bin Mahdi keduanya berkata: telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Ashim bin Ubaidullah dari Ubaidullah bin Abu Rafi' dari Bapaknya ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengumandangkan adzan -shalat- pada telinga Hasan bin Ali saat ia dilahirkan oleh Fatimah."
Dalil 3
سنن أبي داوود ٤٤٤١: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
Sunan Abu Daud 4441: Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan ia berkata: telah menceritakan kepadaku Ashim bin Ubaidullah dari 'Ubaidullah bin Abu Rafi' dari bapaknya ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengumandangkan adzan layaknya adzan shalat pada telinga Al Hasan bin Ali ketika dilahirkan oleh ibunya, Fathimah."
Dalil 4
وأخبرنا علي بن أحمد بن عبدان ، أخبرنا أحمد بن عبيد الصفار ، حدثنا محمد بن يونس ، حدثنا الحسن بن عمرو بن سيف السدوسي ، حدثنا القاسم بن مطيب ، عن منصور ابن صفية ، عن أبي معبد ، عن ابن عباس أذن في أذن الحسن بن علي يوم ولد ، فأذن في أذنه اليمنى ، وأقام في أذنه اليسرى
Dan telah menceritakan Ali bin Ahmad bin ‘Abdan, Ahmad bin ‘Ubaid Ash Shofar, Muhammad bin Yunus, Al Hasan bin Amru bin Saif As Sadusi, dan Qosim bin Muthoyyib, Manshur bin Shofiyah, Abu Ma’bad, dari Ibnu Abbas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan di telinga al-Hasan bin ‘Ali pada hari beliau dilahirkan maka beliau adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri.” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
Dalil 1 kalimat Ibnu Abbas mengirim seseorang kepada Ibnu Zubiar ketika pertama kali keluar (untuk menunaikan shalat Ied), "Bahwa shalat Ied (ditunaikan) tanpa adzan. Karena itu, jangankan kamu mengumandangkan adzan." Maka Ibnu Zubair pun tidak menyuruh untuk mengumandangkan adzan. Kemudian para hari itu, ia juga mengutus kepadanya, bahwa penyampaian khutbah adalah sesudah shalat. Dan bahwa hal itu sebelumnya telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya Ibnu Zubair pun shalat Ied sebelum khutbah. Menunjukan bahwa azdan dan iqomah adalah ibadah yang dilakukan harus dengan sunnah nabi baik momen, tempat, dan kondisi yang telah dicontohkan, walaupun secara kaifiyat shalat id sangat dibutuhkan untuk memberitahu kapan dimulai shalat tetapi karena tidak dicontohkan maka para sahabat meninggalkanya.
Dalil 2 dan 3 Pendapat para ulama tentang rawi Ashim bin 'Ubaidillah bin 'Ashim
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
dla'if
Ibnu Sa'd
tidak boleh berhujjah dengan haditsnya
Abu Hatim
mungkarul hadits
Al Bukhari
mungkarul hadits
Ibnu Kharasy
dla'iful hadits
Ad Daruquthni
ditinggalkan
Al 'Ajli
la ba`sa bih
As Saji
mudltharribul hadits
Ibnu Hajar al 'Asqalani
dla'if
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa dalil ini dlaif sehingga tidak bisa diamalkan
Dalil 4 Pendapat para ulama tentang rawi Al Hasan bin Amru
Al Hafidz berkata dalam Tahdzib At Tahdzib no. 538 mengatakan bahwa Bukhari berkata Al Hasan itu kadzdzab (pendusta) dan Ar Razi berkata Al Hasan itu matruk (harus ditinggalkan). Sehingga Al Hafidz berkesimpulan bahwa Al Hasan ini matruk (Taqrib At Tahdzib no. 1269).
Kesimpulan adzan dan iqomah adalah ibadah yang dilakukan bila ada perintah dan contoh langsung dari nabi karena adzan dan iqomah untuk bayi lahir baik dalil 2,3 dan 4 semuanya dloif berarti amalan ini tidak bisa diamalkan
3). Adzan dikumandangkan pada momen penguburan jenazah
Dalil 1
صحيح مسلم ١٤٦٩: و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَرْسَلَ إِلَى ابْنِ الزُّبَيْرِ أَوَّلَ مَا بُويِعَ لَهُ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ لِلصَّلَاةِ يَوْمَ الْفِطْرِ فَلَا تُؤَذِّنْ لَهَا قَالَ فَلَمْ يُؤَذِّنْ لَهَا ابْنُ الزُّبَيْرِ يَوْمَهُ وَأَرْسَلَ إِلَيْهِ مَعَ ذَلِكَ إِنَّمَا الْخُطْبَةُ بَعْدَ الصَّلَاةِ وَإِنَّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يُفْعَلُ قَالَ فَصَلَّى ابْنُ الزُّبَيْرِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
Shahih Muslim 1469: Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi' telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku Atha` bahwasanya: Ibnu Abbas mengirim seseorang kepada Ibnu Zubiar ketika pertama kali keluar (untuk menunaikan shalat Ied), "Bahwa shalat Ied (ditunaikan) tanpa adzan. Karena itu, jangankan kamu mengumandangkan adzan." Maka Ibnu Zubair pun tidak menyuruh untuk mengumandangkan adzan. Kemudian para hari itu, ia juga mengutus kepadanya, bahwa penyampaian khutbah adalah sesudah shalat. Dan bahwa hal itu sebelumnya telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya Ibnu Zubair pun shalat Ied sebelum khutbah.
Dalil 2
لَا يَزَالُ الْمَيِّتُ يَسْمَعُ الْأَذَانَ مَا لَمْ يُطَيَّنْ قَبْرُهُ
…“Mayit masih mendengar adzan selama kuburnya belum diplester dengan tanah.” …(HR. Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus no. 7587)
Dalil 1 kalimat Ibnu Abbas mengirim seseorang kepada Ibnu Zubiar ketika pertama kali keluar (untuk menunaikan shalat Ied), "Bahwa shalat Ied (ditunaikan) tanpa adzan. Karena itu, jangankan kamu mengumandangkan adzan." Maka Ibnu Zubair pun tidak menyuruh untuk mengumandangkan adzan. Kemudian para hari itu, ia juga mengutus kepadanya, bahwa penyampaian khutbah adalah sesudah shalat. Dan bahwa hal itu sebelumnya telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya Ibnu Zubair pun shalat Ied sebelum khutbah. Menunjukan bahwa azdan dan iqomah adalah ibadah yang dilakukan harus dengan sunnah nabi baik momen, tempat, dan kondisi yang telah dicontohkan, walaupun secara kaifiyat shalat id sangat dibutuhkan untuk memberitahu kapan dimulai shalat tetapi karena tidak dicontohkan maka para sahabat meninggalkanya.
Dalil 2 kalimat “Mayit masih mendengar adzan selama kuburnya belum diplester dengan tanah.”
Pendapat para ulama rawi Bernama Muhammad bin Al-Qasim Ath-Thayakani
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, “Sanadnya batil, karena hadis ini termasuk riwayat Muhammad bin Al-Qasim Ath-Thayakani, di mana dia telah dicap sebagai pemalsu hadis.” (At-Talkhish Al-Habir, 2:389)
Imam Ad-Dzahabi mengatakan Dalam sanadnya terdapat perawi Muhammad bin Qasim At-Thayakani, pendusta. (Talkhis Al-Maudhu’at Ad-Dzahabi, 938)
Kesimpulan adzan dan iqomah adalah ibadah yang dilakukan bila ada perintah dan contoh langsung dari nabi karena adzan dan iqomah momen penguburan jenazah dloif berarti amalan ini tidak bisa diamalkan
3). ADZAN DIKUMANDANGKAN MOMEN BERANGKAT HAJI
Dalil 1
صحيح مسلم ١٤٦٩: و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَرْسَلَ إِلَى ابْنِ الزُّبَيْرِ أَوَّلَ مَا بُويِعَ لَهُ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ لِلصَّلَاةِ يَوْمَ الْفِطْرِ فَلَا تُؤَذِّنْ لَهَا قَالَ فَلَمْ يُؤَذِّنْ لَهَا ابْنُ الزُّبَيْرِ يَوْمَهُ وَأَرْسَلَ إِلَيْهِ مَعَ ذَلِكَ إِنَّمَا الْخُطْبَةُ بَعْدَ الصَّلَاةِ وَإِنَّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يُفْعَلُ قَالَ فَصَلَّى ابْنُ الزُّبَيْرِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
Shahih Muslim 1469: … Telah mengabarkan kepadaku Atha` bahwasanya: Ibnu Abbas mengirim seseorang kepada Ibnu Zubiar ketika pertama kali keluar (untuk menunaikan shalat Ied), "Bahwa shalat Ied (ditunaikan) tanpa adzan. Karena itu, jangankan kamu mengumandangkan adzan." Maka Ibnu Zubair pun tidak menyuruh untuk mengumandangkan adzan. Kemudian para hari itu, ia juga mengutus kepadanya, bahwa penyampaian khutbah adalah sesudah shalat. Dan bahwa hal itu sebelumnya telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya Ibnu Zubair pun shalat Ied sebelum khutbah.
Dalil 2
صحيح مسلم ٢١٣٧: …عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ فَسَأَلَ عَنْ الْقَوْمِ حَتَّى انْتَهَى إِلَيَّ فَقُلْتُ أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ فَأَهْوَى بِيَدِهِ إِلَى رَأْسِي فَنَزَعَ زِرِّي الْأَعْلَى ثُمَّ نَزَعَ زِرِّي الْأَسْفَلَ ثُمَّ وَضَعَ كَفَّهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ غُلَامٌ شَابٌّ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ يَا ابْنَ أَخِي سَلْ عَمَّا شِئْتَ فَسَأَلْتُهُ وَهُوَ أَعْمَى وَحَضَرَ وَقْتُ الصَّلَاةِ فَقَامَ فِي نِسَاجَةٍ مُلْتَحِفًا بِهَا كُلَّمَا وَضَعَهَا عَلَى مَنْكِبِهِ رَجَعَ طَرَفَاهَا إِلَيْهِ مِنْ صِغَرِهَا وَرِدَاؤُهُ إِلَى جَنْبِهِ عَلَى الْمِشْجَبِ فَصَلَّى بِنَا فَقُلْتُ أَخْبِرْنِي عَنْ حَجَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بِيَدِهِ فَعَقَدَ تِسْعًا فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَثَ تِسْعَ سِنِينَ لَمْ يَحُجَّ ثُمَّ أَذَّنَ فِي النَّاسِ فِي الْعَاشِرَةِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاجٌّ فَقَدِمَ الْمَدِينَةَ بَشَرٌ كَثِيرٌ كُلُّهُمْ يَلْتَمِسُ أَنْ يَأْتَمَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَعْمَلَ مِثْلَ عَمَلِهِ فَخَرَجْنَا مَعَهُ…
Shahih Muslim 2137: … Dari Ja'far bin Muhammad dari Bapaknya ia berkata: Kami datang ke rumah Jabir bin Abdullah, lalu ia menanyai kami satu persatu, siapa nama kami masing-masing. Sampai giliranku, kusebutkan namaku Muhammad bin Ali bin Husain. Lalu dibukannya kancing bajuku yang atas dan yang bawah. Kemudian diletakkannya telapak tangannya antara kedua susuku. Ketika itu, aku masih muda belia. Lalu dia berkata: "Selamat datang wahai anak saudaraku, tanyakanlah apa yang hendak kamu tanyakan." Maka aku pun bertanya kepadanya. Dia telah buta. Ketika waktu shalat tiba, dia berdiri di atas sehelai sajadah yang selalu dibawanya. Tiap kali sajadah itu diletakkannya ke bahunya, pinggirnya selalu lekat padanya karena kecilnya sajadah itu. Aku bertanya kepadanya, "Terangkanlah kepadaku bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan ibadah haji." Lalu ia bicara dengan isyarat tangannya sambil memegang sembilan anak jarinya. Katanya: Sembilan tahun lamanya beliau menetap di Madinah, namun beliau belum haji. Kemudian beliau memberitahukan bahwa tahun kesepuluh beliau akan naik haji. Karena itu, berbondong-bondonglah orang datang ke Madinah, hendak ikut bersama-sama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk beramal seperti amalan beliau. Lalu kami berangkat bersama-sama dengan beliau…
Dalil 3
سنن النسائي ٢٧١١: …عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعَ سِنِينَ لَمْ يَحُجَّ ثُمَّ أَذَّنَ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ …
Sunan Nasa'i 2711: … Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bermukim sembilan tahun dan belum melakukan haji, kemudian mengumumkan diantara manusia untuk melakukan haji…
Dalil 4
سنن الترمذي ٧٤٦: …عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَمَّا أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَجَّ أَذَّنَ فِي النَّاسِ فَاجْتَمَعُوا فَلَمَّا أَتَى الْبَيْدَاءَ أَحْرَمَ…
Sunan Tirmidzi 746: … Dari Jabir bin Abdullah berkata: "Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berniat haji, beliau mengumumkannya, lalu manusia berkumpul. Tatkala sampai di Baida', beliau melakukan ihram."…
Dalil 5
سنن النسائي ٢٧١١: …عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعَ سِنِينَ لَمْ يَحُجَّ ثُمَّ أَذَّنَ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ…
Sunan Nasa'i 2711: … Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bermukim sembilan tahun dan belum melakukan haji, kemudian mengumumkan diantara manusia untuk melakukan haji…
Dalil 6
مسند الشافعي ٩٥٣: …عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ تِسْعَ سِنِينَ لَمْ يَحْجُجْ، ثُمَّ أَذَّنَ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ، فَتَدَارَكَ النَّاسُ بِالْمَدِينَةِ لِيَخْرُجُوا مَعَهُ، فَخَرَجَ، فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَانْطَلَقْنَا لَا نَعْرِفُ إِلَّا الْحَجَّ، وَلَهُ خَرَجْنَا، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَظْهُرِنَا…
Musnad Syafi'i 953: … Dari Jabir bin Abdullah, ia mengatakan: Rasulullah bermukim di Madinah selama 9 tahun tanpa berhaji, kemudian beliau menyerukan kepada orang-orang di Madinah untuk melakukan ibadah haji, maka mereka berangkat dan Rasulullah juga berangkat, kami pun ikut berangkat bersama mereka. Kami tidak mengetahui selain ibadah haji dan kami berangkat demi menemaninya, sedangkan Rasulullah berada di tengah- tengah kami.
Dalil 1 kalimat Ibnu Abbas mengirim seseorang kepada Ibnu Zubiar ketika pertama kali keluar (untuk menunaikan shalat Ied), "Bahwa shalat Ied (ditunaikan) tanpa adzan. Karena itu, jangankan kamu mengumandangkan adzan." Maka Ibnu Zubair pun tidak menyuruh untuk mengumandangkan adzan. Kemudian para hari itu, ia juga mengutus kepadanya, bahwa penyampaian khutbah adalah sesudah shalat. Dan bahwa hal itu sebelumnya telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya Ibnu Zubair pun shalat Ied sebelum khutbah. Menunjukan bahwa azdan dan iqomah adalah ibadah yang dilakukan harus dengan sunnah nabi baik momen, tempat, dan kondisi yang telah dicontohkan, walaupun secara kaifiyat shalat id sangat dibutuhkan untuk memberitahu kapan dimulai shalat tetapi karena tidak dicontohkan maka para sahabat meninggalkanya.
Dalil 2, 3, 4, 5 dan 6 mari perhatikan semua dalil bermuara pada satu sahabat yaitu ibnu Zubair, dan secara redaksi menunjukan satu kejadian, untuk memahami kelima dalil ini maka kita perhatikan kalimat “أَذَّنَ” Dalam kamus kalimat “أَذَّنَ bermakna seruan/pengumuman/ajakan
Dengan demikian arti “أَذَّنَ dapat kita pahami tergantung kalimat selanjutnya sementara kelima dalil yang tersebut lanjutanya adalah فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ dengan demikian kelima dalil tersebut hanya dapat di artikan seruan/pengumuman/ajakan nabi kepada para sahabat dan kaum muslimin pada umumnya untuk melaksanakan ibadah haji mengingat Rasulullah SAW pun sudah hampir 9 tahun tidak melaksanakan ibadah haji selama menetap di Madinah. Maka jelaslah bahwa “أَذَّنَ” didalam hadits-hadits tersebut bukan dalam artian seruan adzan yang berarti tanda masuknya waktu shalat.
Kesimpulan adzan adalah ibadah yang dilakukan bila ada perintah dan contoh langsung dari nabi, sehingga para sahabat tidak melakukanya Ketika akan melaksanakan shalat id, walaupun secara kepentingan sama-sama akan melaksankan shalat berjamaah apalagi adzan dilakukan sebagai pengiring keberangkatan jama’ah haji tidak bisa diamalkan, karena kalimat “أَذَّنَ” yang termakub dalam hadits-hadits yang dijadikan argumentasi merupakan seruan/pengumuman/ajakan nabi untuk melaksakan ibadah haji bukan “أَذَّنَ” dalam artian adzan sebagai tanda masuknya waktu shalat.
4). Adzan dikumandangkan situasi terjadi bencana
Dalil 1
صحيح مسلم ١٤٦٩: …أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَرْسَلَ إِلَى ابْنِ الزُّبَيْرِ أَوَّلَ مَا بُويِعَ لَهُ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ لِلصَّلَاةِ يَوْمَ الْفِطْرِ فَلَا تُؤَذِّنْ لَهَا قَالَ فَلَمْ يُؤَذِّنْ لَهَا ابْنُ الزُّبَيْرِ يَوْمَهُ وَأَرْسَلَ إِلَيْهِ مَعَ ذَلِكَ إِنَّمَا الْخُطْبَةُ بَعْدَ الصَّلَاةِ وَإِنَّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يُفْعَلُ قَالَ فَصَلَّى ابْنُ الزُّبَيْرِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
Shahih Muslim 1469: …Telah mengabarkan kepadaku Atha` bahwasanya: Ibnu Abbas mengirim seseorang kepada Ibnu Zubiar ketika pertama kali keluar (untuk menunaikan shalat Ied), "Bahwa shalat Ied (ditunaikan) tanpa adzan. Karena itu, jangankan kamu mengumandangkan adzan." Maka Ibnu Zubair pun tidak menyuruh untuk mengumandangkan adzan. Kemudian para hari itu, ia juga mengutus kepadanya, bahwa penyampaian khutbah adalah sesudah shalat. Dan bahwa hal itu sebelumnya telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya Ibnu Zubair pun shalat Ied sebelum khutbah.
Dalil 2
صحيح مسلم ١٥٢٥: …عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ { إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ }اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
Shahih Muslim 1525: … dari Ummu Salamah bahwa ia berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, 'INAA LILLAHI WAINNAA ILAIHI RAAJI'UUN ALLAHUMMA`JURNII FII MUSHIIBATI WA AKHLIF LII KHAIRAN MINHAA melainkan Allah menukar baginya dengan yang lebih baik."…
Dalil 3
QS Fussilat 33
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang "menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
Dalil 4
معجم الطبراني مشكولا (1/ 310) عَنْ أَنَسِ بن مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أُذِّنَ فِي قَرْيَةٍ أَمَّنَهَا اللَّهُ مِنْ عَذَابِهِ ذَلِكَ الْيَوْمَ.
At-Thabrani 310 …Dari anas bin malik Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketika seseorang adzan di dalam satu kampung. Maka Allah memberikan keamanan pada desa itu dari adzabNya (maksudnya dari terjadinya bencana) pada hari itu.”
Dalil 5
مسند أحمد ٢٠٧١٩: …عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ الْيَعْمَرِيِّ قَالَ قَالَ لِي أَبُو الدَّرْدَاءِ أَيْنَ مَسْكَنُكَ قَالَ قُلْتُ فِي قَرْيَةٍ دُونَ حِمْصَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ لَا يُؤَذَّنُ وَلَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ الذِّئْبَ يَأْكُلُ الْقَاصِيَةَ…
Musnad Ahmad 20719: … Dari Ma'dan bin Abu Thalhah Al Ya'mari, ia berkata: Abu Darda` berkata kepadaku: "Dimanakah kamu tinggal?, aku menjawab: 'aku tinggal di pedesaan dibelekang Himsha." Abu Darda` berkata: 'Aku mendegar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah tiga orang berada di suatu pedesaan, lalu mereka tidak mengumandangkan adzan, dan tidak pula mendirikan shalat, kecuali syaitan akan menguasai diri mereka, oleh karena itu, hendaklah kamu hidup berjama'ah, ketahuilah sesungguhnya serigala itu akan menerkam mangsa yang sendirian.
Dalil 1 kalimat Ibnu Abbas mengirim seseorang kepada Ibnu Zubiar ketika pertama kali keluar (untuk menunaikan shalat Ied), "Bahwa shalat Ied (ditunaikan) tanpa adzan. Karena itu, jangankan kamu mengumandangkan adzan." Maka Ibnu Zubair pun tidak menyuruh untuk mengumandangkan adzan. Kemudian para hari itu, ia juga mengutus kepadanya, bahwa penyampaian khutbah adalah sesudah shalat. Dan bahwa hal itu sebelumnya telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya Ibnu Zubair pun shalat Ied sebelum khutbah. Menunjukan bahwa azdan dan iqomah adalah ibadah yang dilakukan harus dengan sunnah nabi baik momen, tempat, dan kondisi yang telah dicontohkan, walaupun secara kaifiyat shalat id sangat dibutuhkan untuk memberitahu kapan dimulai shalat tetapi karena tidak dicontohkan maka para sahabat meninggalkanya.
Dalil 2 kalimat Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, 'INAA LILLAHI WAINNAA ILAIHI RAAJI'UUN ALLAHUMMA`JURNII FII MUSHIIBATI WA AKHLIF LII KHAIRAN MINHAA melainkan Allah menukar baginya dengan yang lebih baik menunjukan Ketika terjadi bencana maka nabi mengajarkan untuk berdoa
Dalil 3 firman Allah SWT “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang "menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" menurut Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya; merupakan sanjungan dari Allah SWT berupa ganjaran dan keutamaan kepada para mu’adzin
Dalil 4 kalimat kalimat “Ketika seseorang adzan di dalam satu kampung. Maka Allah memberikan keamanan pada desa itu dari adzabNya (maksudnya dari terjadinya bencana) pada hari itu.”menunjukan bahwa adzan bisa menjadi penghalang bencana, artinya dilakukan sebelum terjadi bencana bukan bila terjadi bencana, disamping secara makna bersifat sebelum terjadi bencana hadist ini juga tidak bisa menjadi dalil dikarenakan berkedudukan dhoif, dikarenakan ada rawi Bernama Abdur Rahman bin Sa'ad, berikut penjelasanya
Nama : Abdur Rahman bin Sa'ad bin 'Ammar Al Qurazh
Kunyah :
Laqob :
Nasab : Al Mu'adzin
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
Negeri Hidup : Madinah
Negeri Wafat :
Tahun Wafat :
Komentar Ulama Tentang Perawi :
Yahya bin Ma'in : dla'if
Ad Daruquthni : fihi nazhar
Ibnu Hibban : disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani : dla'if
Adz Dzahabi : mereka mendhaifkannya
Dalil 4 kalimat Tidaklah tiga orang berada di suatu pedesaan, lalu mereka tidak mengumandangkan adzan, dan tidak pula mendirikan shalat, kecuali syaitan akan menguasai diri mereka, oleh karena itu, hendaklah kamu hidup berjama'ah, ketahuilah sesungguhnya serigala itu akan menerkam mangsa yang sendirian, menunjukan bahwa adzan memiliki salah satu fadilah yaitu tidak akan dikuasai syaitan, serta adanya perintah untuk beradzan di suatu daerah bila mau shalat berjamaah, dan tidak menunjukan bahwa adzan di amalkan Ketika terjadi bencana.
Kesimpulan adzan adalah ibadah yang dilakukan bila ada perintah dan contoh langsung dari nabi, sehingga para sahabat tidak melakukanya Ketika akan melaksanakan shalat id, walaupun secara kepentingan sama-sama akan melaksankan shalat berjamaah apalagi adzan dilakukan bila terjadi bencana sementara nabi memerintahkan untuk berdoa, mengenai dalil no 4, selain dhoif, sehingga tidak bisa dijadikan dalil kalaupun shohih hadist tersebut berbicara tentang penghalang bukan bila sedang terjadi, dan hadist no 5 tidak memliki korelasi dengan bencana, dengan demikian adzan diamalkan bila terjadi bencana tidak bisa diamalkan.
H. Menjawab adzan
1). Kaifiyat menjawab azdan
Dalil 1
صحيح البخاري ٥٧٦: …عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
Shahih Bukhari 576: …Dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti apa yang diucapkan mu'adzin."
Dalil 2
… عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ فَقَالَ أَحَدُكُمْ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Shahih Muslim 578 … Umar bin al-Khaththab dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika seorang mu'adzin mengumandangkan adzan seraya berseru, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', lalu salah seorang di antara kalian mengucap, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', kemudian mu'adzin berseru, 'Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, lalu dia berucap, 'Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, kemudian mu'adzin melanjutkan, 'Saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah', lalu dia mengucap, 'Saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah', kemudian mu'adzin berseru, 'Marilah shalat', dan dia membaca, 'Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah', kemudian mu'adzin berseru, 'Marilah menuju kebahagiaan, ' lalu dia menjawab, 'Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah', kemudian mu'adzin berkata: 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', lalu dia menjawab, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', kemudian (menutup adzannya) dengan lafadz, 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selian Allah', lalu dia menjawab dengan lafadz, 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selian Allah'. (Jika dia melakukan hal itu) dengan sepenuh hati, niscaya dia masuk surga".
Dalil 3
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
Shahih Muslim 577 …Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila kalian mendengar mu'adzdzin (mengumandangkan adzan) maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan, kemudian bershalawatlah atasku, karena orang yang bershalawat atasku dengan satu shalawat, niscaya Allah akan bershalawat atasnya dengannya sepuluh kali, kemudian mintalah kepada Allah wasilah untukku, karena ia adalah suatu tempat di surga, tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan saya berharap agar saya menjadi hamba tersebut. Dan barangsiapa memintakan wasilah untukku, maka syafa'at halal untuknya."
Dalil 4
صحيح البخاري ٥٧٩: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Shahih Bukhari 579 Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Ayyasy berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'aib bin Abu Hamzah dari Muhammad Al Munkadir Dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa berdo'a setelah mendengar adzan: ALLAHUMMA RABBA HAADZIHID DA'WATIT TAMMAH WASHSHALAATIL QAA'IMAH. AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB'ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA'ADTAH (Ya Allah, Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini, dan Pemilik shalat yang akan didirikan ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah jannjikan). Maka ia berhak mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat."
Dalil 1 kalimat, "Apabila kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti apa yang diucapkan mu'adzin." Menunjukan perintah melakukan ibadah menjawab adzan
Dalil 2 kalimat, , "Jika seorang mu'adzin mengumandangkan adzan seraya berseru, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', lalu salah seorang di antara kalian mengucap, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', kemudian mu'adzin berseru, 'Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, lalu dia berucap, 'Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, kemudian mu'adzin melanjutkan, 'Saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah', lalu dia mengucap, 'Saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah', kemudian mu'adzin berseru, 'Marilah shalat', dan dia membaca, 'Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah', kemudian mu'adzin berseru, 'Marilah menuju kebahagiaan, ' lalu dia menjawab, 'Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah', kemudian mu'adzin berkata: 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', lalu dia menjawab, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', kemudian (menutup adzannya) dengan lafadz, 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selian Allah', lalu dia menjawab dengan lafadz, 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selian Allah'. (Jika dia melakukan hal itu) dengan sepenuh hati, niscaya dia masuk surga".menunjukan kaifiyat menjawab adzan ialah mengikuti yang diucapkan oleh muadzin kecuali kalimat hayaalafallah dan hayaalsholah dijawab dengan lahaullawallakuwwataillahbillah kemudian kalimat (Jika dia melakukan hal itu) dengan sepenuh hati, niscaya dia masuk surga". Sebagai keterangan akan fadillah yang terdapat di dalamnya yang begitu besar.
Dalil 3 kalimat “kemudian bershalawatlah atasku, karena orang yang bershalawat atasku dengan satu shalawat, niscaya Allah akan bershalawat atasnya dengannya sepuluh kali, kemudian mintalah kepada Allah wasilah untukku, karena ia adalah suatu tempat di surga, tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan saya berharap agar saya menjadi hamba tersebut. Dan barangsiapa memintakan wasilah untukku, maka syafa'at halal untuknya."menunjukan bahwa setelah mengikuti muadzin diperintah untuk bershalawat dan keterangan akan fadilah yang ada didalamnya yang begitu besar
Dalil 4 kalimat “ALLAHUMMA RABBA HAADZIHID DA'WATIT TAMMAH WASHSHALAATIL QAA'IMAH. AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB'ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA'ADTAH.”menunjukan bahwa shalawat yang dimaksud dalil no 4, bacaan shalawatnya dicontohkan langsung oleh nabi SAW, sehingga tidak bisa lagi membuat atau merekayasa bacaan shalawat dalam menjawab adzan,dan diakhiri dengan kalimat fadilah yang begitu besar yaitu ka;imat : “Maka ia berhak mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat."
Dalil 5
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ، وَأَبُو نَصْرٍ أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ أَحْمَدَ الْفَامِيُّ قَالَا: ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ ثنا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ ثنا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءُ: اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا [ص:604] الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ الَّذِي وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي " رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي الصَّحِيحِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَيَّاشٍ
Telah mengabarkan kepada kami abu abdillah al hafid dan abu naser ahmad bin ali bin ahmad al fami keduanya berkata telah menceritakan kepada kami abdul abbas Muhammad bin yakub telah menceritakan kepada kami Muhammad bin auf Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Ayyasy berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'aib bin Abu Hamzah dari Muhammad Al Munkadir Dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa berdo'a setelah mendengar adzan: ALLAHUMA INNI ASALUKA BIHAQQI HADIHI DAWATTI TAMMAH WASOLATIL KOIMAH AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB'ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA'ADTAH INNAKALA TUHLIFUL MIAD (Baihaqqi sunan al kubro 1933)
Dalil 5, mari perhatikan redaksi dalil no 1 shalawat yang di maksud adalah “ALLAHUMMA RABBA HAADZIHID DA'WATIT TAMMAH WASHSHALAATIL QAA'IMAH. AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB'ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA'ADTAH.” Selain imam bukhori, Hadist ini juga di sampaikan oleh beberapa muharij yaitu imam ahmad 14092, imam abu daud 445,imam tirmidzi 195, imam nasaai 673, ibnu majjah 714 dan yang lainya semuanya redaksinya sama kecuali Dalil 5 redaksi shalawatnya adalah ALLAHUMA INNI ASALUKA BIHAQQI HADIHI DAWATTI TAMMAH WASOLATIL KOIMAH AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB'ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA'ADTAH INNAKALA TUHLIFUL MIAD, Bahaqi menyebutkan bahwa hadist ini dari shohih bukhori melalui jalur ali bin ayyas tetapi dalam karya Al Bukhari : khalqu af’al al-Ibad tidak tercantum, yang ada adalah seperti pada dalil no 1, dan bila kita teliti Kembali perbedaan sanad jalur ini terdapat pada tiga orang yaitu abu abdillah al hafid, abu naser ahmad bin ali bin ahmad al fami dan Muhammad bin auf ketiganya tidak terdapat dalam kitab-kitab rizal.
Dengan demikian redaksi dalil no 1 lebih Mahfud (terpelihara) sedangkan redaksi yang melalui jalur abu abdillah al hafid, abu naser ahmad bin ali bin ahmad al fami dan Muhammad bin auf (dalil no 5) sulit dipastikan dari nabi SAW, dengan demikian akan lebih menentramkan hati bila redaksi shalawat sesuai dengan redaksi dalil no 1.dan redaksi dalil no 5 tidak bisa diamalkan.
Beberapa keterangan ulama
1. Syuaeb al arnauth (tahqiq musnad ai imam ahmad XXIII :120-121) tentang tambahan allohuma inni as aluka bihaqqi hadzihid da`wati dan diakhir doa innaka tuhliful miad Muhammad bin ‘Auf meriwayatkan sendirian ia siqoh dari 'Ali bin 'Ayyasy, sebagaian ahli ilmu memasukan periwayatan seperti ini kedalam kategori syad
(Kh. Wawan Shopwan S, tafakur, ADA APA DENGAN DO`A kita hal 106)
2. Syekh Al Albani dalam Irwa al-Ghalil
“Tambahan إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ المِيْعَادَ di akhir teks riwayat Al Baihaqi adalah syadz. Karena tidak tercantum di seluruh jalur hadis dari Ali bin ‘Ayyasy. Kecuali dalam sahih Al Bukhari riwayat versi Al Kusymini (Al Kusymihani). Namun itu berbeda dari riwayat sahih al-Bukhari yang ada. Maka status riwayat itupun syadz, karena menyelisihi riwayat sahih Al Bukhari yang lainnya.
Kesimpulan kaifiyatat menjawab adzan adalah ketika muadzin mengumandangkan adzan maka ikuti setiap kalimatnya kecuali kalimat hayaalasholah dan hayyalafala dengan jawaban lahaullawalakuawataillahbillah setelah selesai lanjutkan dengan shalawat kepada nabi SAW, yaitu “ALLAHUMMA RABBA HAADZIHID DA'WATIT TAMMAH WASHSHALAATIL QAA'IMAH. AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB'ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA'ADTAH.” dan lakukanlah dengan penuh keyakinan
2). Hukum menjawab adzan wajib
a. pendapat mennjawab adzan wajib
Dalil 1
صحيح البخاري ٥٧٦: …عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
Shahih Bukhari 576: …Dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti apa yang diucapkan mu'adzin."
Dalil 2
…عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ فَقَالَ أَحَدُكُمْ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Shahih Muslim 578 … Umar bin al-Khaththab dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika seorang mu'adzin mengumandangkan adzan seraya berseru, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', lalu salah seorang di antara kalian mengucap, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', kemudian mu'adzin berseru, 'Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, lalu dia berucap, 'Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, kemudian mu'adzin melanjutkan, 'Saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah', lalu dia mengucap, 'Saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah', kemudian mu'adzin berseru, 'Marilah shalat', dan dia membaca, 'Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah', kemudian mu'adzin berseru, 'Marilah menuju kebahagiaan, ' lalu dia menjawab, 'Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah', kemudian mu'adzin berkata: 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', lalu dia menjawab, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar', kemudian (menutup adzannya) dengan lafadz, 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selian Allah', lalu dia menjawab dengan lafadz, 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selian Allah'. (Jika dia melakukan hal itu) dengan sepenuh hati, niscaya dia masuk surga".
Dalil 3
صحيح مسلم ٥٧٥: و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُغِيرُ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ وَكَانَ يَسْتَمِعُ الْأَذَانَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا أَمْسَكَ وَإِلَّا أَغَارَ فَسَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْفِطْرَةِ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجْتَ مِنْ النَّارِ فَنَظَرُوا فَإِذَا هُوَ رَاعِي مِعْزًى
Shahih Muslim 575: Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Yahya, yaitu Ibnu Sa'id dari Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami Tsabit dari Anas bin Malik dia berkata: "Kebiasaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan agresi militer (penyerbuan) apabila fajar telah terbit. Beliau memasang telinga mendengarkan adzan. Jika beliau mendengarkan adzan, niscaya beliau menahan agresi militer (penyerbuannya), namun apabila tidak, niscaya beliau akan teruskan agresi militernya. Lalu beliau mendengar seorang laki-laki mengucapkan, 'Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Dia berada pada fithrah (Islam). Kemudian dia mengucapkan, 'Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah', maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Dia telah keluar dari neraka, lalu mereka melihat (siapa laki-laki tersebut), ternyata dia adalah penggembala kambing'."
Dalil 4
سنن أبي داوود ٤٤٢: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا سَمِعَ الْمُؤَذِّنَ يَتَشَهَّدُ قَالَ وَأَنَا وَأَنَا
Sunan Abu Daud 442: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mahdi telah menceritakan kepada kami Ali bin Mushir dari Hisyam bin Urwah dari Ayahnya dari Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila mendengarkan muadzdzin mengucapkan syahadat, beliau mengatakan: "Saya juga, saya juga".
Dalil 5
صحيح ابن حبان ١٦٨٣: أخبرنا الحسن بن سفيان، قال: حدثنا سهل بن عثمان العسكري، قال: حدثنا حفص بن غياث، قال: حدثنا هشام بن عروة، عن أبيه، عن عائشة، قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سمع المؤذن، قال وأنا وأنا.
Shahih Ibnu Hibban 1683: Al Hasan bin Suiftan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sahal bin Utsman Al Askari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hafsh bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Urwah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayahnya dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah jika mendengar muadzin, maka beliau berkata, “Dan aku dan aku”.
Dalil 6
موطأ مالك ٢١٥: و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ أَبِي مَالِكٍ الْقُرَظِيِّ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُمْ كَانُوا فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ يُصَلُّونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ حَتَّى يَخْرُجَ عُمَرُ فَإِذَا خَرَجَ عُمَرُ وَجَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُونَ قَالَ ثَعْلَبَةُ جَلَسْنَا نَتَحَدَّثُ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُونَ وَقَامَ عُمَرُ يَخْطُبُ أَنْصَتْنَا فَلَمْ يَتَكَلَّمْ مِنَّا أَحَدٌ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَخُرُوجُ الْإِمَامِ يَقْطَعُ الصَّلَاةَ وَكَلَامُهُ يَقْطَعُ الْكَلَامَ
Muwatha' Malik 215: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Tsa'labah bin Abu Malik Al Qurazhi ia mengabarkan, bahwa mereka melaksanakan shalat jumat pada masa Umar bin Khatthab ketika Umar telah keluar. Jika Umar telah keluar dan duduk di atas mimbar, Muaddzin mengumandangkan adzan." Tsa'labah berkata: "Kami masih duduk mengobrol, jika muaddzin telah diam dan Umar berdiri berkhutbah, maka kami pun diam dan tidak ada seorangpun yang berbicara." Ibnu Syihab berkata: "Keluarnya imam menghentikan shalat, dan khutbahnya menghentikan pembicaraan."
Dalil 7
سنن البيهقى (2/ 401)
3694- أَخْبَرَنَا أَبُو زَكَرِيَّا بْنُ أَبِى إِسْحَاقَ الْمُزَكِّى أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ : مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ : أَرْبَعٌ مِنَ الْجَفَاءِ : أَنْ يَبُولَ الرَّجُلُ قَائِمًا ، وَصَلاَةُ الرَّجُلِ وَالنَّاسُ يَمُرُّونَ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَيْسَ بَيْنَ يَدَيْهِ شَىْءٌ يَسْتُرُهُ ، وَمَسْحُ الرَّجُلِ التُّرَابَ عَنْ وَجْهِهِ وَهُوَ فِى صَلاَتِهِ ، وَأَنْ يَسْمَعَ الْمُؤَذِّنَ فَلاَ يُجِيبُهُ فِى قَوْلِهِ
Telah mengabarkan kepada kami Abu Zakariya bin Abi Ishaq Al-Muzakki, telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah : Muhammad bin Ya’qub telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, telah mengabarkan kepada kami Ja’far bin ‘Aun, telah mengabarkan kepada kami Sa’id dari Qotadah dari Ibnu Buraidah dari Ibnu Mas’ud seseungguhnya ia telah berkata : Ada empat perkara yang harus dihindari : [1] Kencingnya seseorang sambil berdiri, [2] Shalatnya seseorang serta orang-orang berlalu di depannya dan tidak ada sesuatu yang menghalanginya, [3] Seseorang mengusap debu dari wajahnya sedang ia dalam keadaan shalat, [4] Seseorang mendengar muadzin tetapi tidak menjawab ucapannya.(sunan baihaqi 401/2)
Dalil 1 kalimat, "Apabila kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti apa yang diucapkan mu'adzin." merupakan perintah(amr) Nabi SAW agar mengikuti atau mengucapkan sebagaimana yang diucapkan muadzin
Dalil 2 dan Dalil 3 kalimat “Jika dia melakukan hal itu dengan sepenuh hati, niscaya dia masuk surga". Dan 'Dia telah keluar dari neraka, lalu mereka melihat (siapa laki-laki tersebut), ternyata dia adalah penggembala kambing'." adalah taukid(penguat) berupa ujrah(ganjara/pahala) agar kita mengikuti ucapan muadzin.
Berdasarkan keterangan-keterangan dalil diatas, ‘Amr Nabi SAW tentang menjawab/mengikuti atau mengucapkan sebagaimana yang diucapkan muadzin. Maka hukum menjawab adzan adalah wajib. Sebagaimana dalam qaidah ushul dikatakan;
الأصل فى الأمر للوجوب إلا مادل دليل على خلافه
Asal pada sebuah perintah (amr) menunjukkan kepada wajib, kecuali ada dalil yang memalingkannya.
Selain itu, berdasarkan temuan-temuan ‘amr(perintah) diatas telah kita dapati juga bahwa Nabi SAW berulang-ulang melalui sabdanya mengintruksikan kepada para sahabat agar mengikuti/mengucapkan ucapan seorang muadzin. Ada pula fadilah berupa ganjaran dalam hadits yang lain saat kita mengindahkan seruan adzan.
Maka, berdasarkan dalil ‘amr (perintah) Nabi SAW tentang menjawab adzan, juga temuan-temuan atas pengulangan perintah tersebut, adanya ancaman (tarhib/dalil 3) dan ditambah lagi dengan adanya jaminan ujrah/ganjaran/pahala yang merupakan taukid(penguat) agar dilaksanakannya hal itu (menjawab adzan), mengisyaratkan bahwa perkara menjawab seruan adzan hukumnya adalah wajib.
Pendapat para ulama;
1. Ibnu Wahab, Mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, dan mazhab Zahiri berpendapat bahwa hukum menjawab seruan azan adalah wajib. Imam ath-Thahawi juga menukil beberapa pendapat ulama salaf yang menyatakan hukum menjawab seruan adzan adalah wajib. (Bada-i’ ash-Shana-i’, 1/660. Syarh Al-Kharasy alal Khalil, 1/233). Berdasarkan dalil-dalil yang telah kami sampaikan diatas.
2. KH. E Abdurrahman dalam rubik ifta berpendapat bahwa; Nabi saw. memerintah untuk menjawab adzan dari seorang muadzdzin (bukan dari kaset).
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ. رواه البخاري ومسلم
Apabila kamu mendengar adzan (panggilan) maka ucapkanlah sebagaimana yang dikatakan oleh muadzdzin. H.r. Al Bukhari dan Muslim
Karena tidak ada dalil yang lain yang merubah ketetapan perintah ini, maka menjawab (mengikuti) adzan seorang muadzdzin itu hukumnya wajib.
Bila saudara mendengar beberapa orang muadzdzin mengumandangkan adzan, maka jawablah yang saudara merasa ada keterkaitan dengan muadzdzin itu. Dan yang dimaksud dengan keterkaitan adalah untuk mengikuti salat berjama'ah. (edisi 07)
3. KH. Wawan Shafwan Solehuddin dalam bukunya “SHALAT BERJAMA’AH dan Permasalahannya/ BAB 9/ Hal. 191-192”, beliau mengatakan;
Bagi yang akan salat berjama’ah dengan azan yang didengarnya, wajib ia menjawab azan tersebut. Berdasarkan hadits berikut ini.
موطأ مالك ١٣٥: و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
Dari Abu Said Al-Khudri bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda, “Apabila kalian mendengar azan, ucapkanlah apa yang dikumandangkan muazin. “Musnad Ahmad, II : 254, no. 6568, Sahih Al-Bukhari, II: 23, 611, Sahih Muslim, II : 4, no. 874, Sunan At-Tirmidzi, I : 293, Sunan Abu Daud, I : 206, 522, Sunan An-Nasai, II : 23, no. 673,
صحيح البخاري ٥٩٢: حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ قَالَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِي فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا رَأَى شَوْقَنَا إِلَى أَهَالِينَا قَالَ ارْجِعُوا فَكُونُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَصَلُّوا فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
Dari Malik bin al-Huwaris, “Saya mendatangi Nabi SAW, dengan beberapa orang kaum saya, lalu saya bermukim di dekat beliau dua puluh malam, beliau penuh kasih dan kelembutan. Ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda. ‘Pulanglah kepada keluarga kalian hiduplah bersama mereka, ajarilah mereka ilmu, dan salatlah. Maka apabila datang waktu salat hendaklah ber-azan bagi kalian seorang di antara kalian dan menjadi imam kalian yang paling tua umurnya.” Musnad Ahmad, III : 482, no. 15636, Sahih Al-Bukhari, II : 40, no, 628, Sahih Muslim, II : 134, no. 1567, Sunan An-Nasai, II : 9, no. 635.
Selanjutnya azan yang wajib dijawab itu adalah azan yang didengar dengan jelas dari yang kita akan berjamaah dengan azan itu.
Kesimpulan :
1. Menjawab adzan itu hukumnya wajib.
2. Hukum menjawab adzan wajib bagi yang akan berjama’ah dengan adzan tersebut.
b. Pendapat hukum menjawab azdan adalah sunnah
Dalil 1 kalimat "Apabila kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti apa yang diucapkan mu'adzin." merupakan perintah(amr) Nabi SAW agar mengikuti atau mengucapkan sebagaimana yang diucapkan muadzin.
Dalil 4 dan 5, kalimat “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila mendengarkan muadzdzin mengucapkan syahadat, beliau mengatakan: "Saya juga, saya juga".Dan kalimat “Rasulullah jika mendengar muadzin, maka beliau berkata, “Dan aku dan aku”. menunjukkan adanya kaefiyyat menjawab adzan yang berbeda
Dalil 6 kalimat “Jika Umar telah keluar dan duduk di atas mimbar, Muaddzin mengumandangkan adzan." Tsa'labah berkata: "Kami masih duduk mengobrol, jika muaddzin telah diam dan Umar berdiri berkhutbah, maka kami pun diam dan tidak ada seorangpun yang berbicara." Ibnu Syihab berkata: "Keluarnya imam menghentikan shalat, dan khutbahnya menghentikan pembicaraan." menunjukkan adanya pembiaran dari Ummar bin Khattab saat para sahabat melakukan pembicaraan ketika adzan dikumandangkan.
Dalil 7 kalimat “Ada empat perkara yang harus dihindari : [1] Kencingnya seseorang sambil berdiri, [2] Shalatnya seseorang serta orang-orang berlalu di depannya dan tidak ada sesuatu yang menghalanginya, [3] Seseorang mengusap debu dari wajahnya sedang ia dalam keadaan shalat, [4] Seseorang mendengar muadzin tetapi tidak menjawab ucapannya”. pernyataan dari Ibnu Mas’ud bahwa tidak menjawab adzan adalah bagian dari keteledoran sebagai seorang muslim
Berikut pendapat para ulama;
1. Mazhab Syafi’i, Mazhab Hanbali, pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki, dan sebagian ulama mazhab Hanafi berpendapat juga bahwa hukum menjawab seruan adzan adalah sunnah, bukan wajib. Hal ini berlandaskan hadits Anas bin Malik radhiyallahu anhu berikut:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُغِيرُ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ، وَكَانَ يَسْتَمِعُ الأَذَانَ، فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا، أَمْسَكَ، وَإِلَّا أَغَارَ، فَسَمِعَ رَجُلًا، يَقُولُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَى الْفِطْرَةِ
“Rasulullah pernah hendak menyerang satu daerah ketika terbit fajar. Beliau menunggu suara adzan, jika beliau mendengar suara adzan maka beliau menahan diri. Namun jika beliau tidak mendengar, maka beliau menyerang. Lalu beliau pun mendengar seorang laki-laki berkata (mengumandangkan adzan), ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Rasulullah bersabda: ‘Di atas fithrah….’” (HR. Muslim no. 382).
Hadits Anas bin Malik tersebut sekaligus sebagai bantahan atas argumentasi pendapat para ulama yang menganggap hukum menjawab seruan adzan adalah wajib.
Imam asy-Syafi’I dalam kitab Al-Umm menyebutkan, Ibnu Abi Fudaik telah berkata kepadaku, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Ibnu Syihab. Ia berkata, Tsa’labah bin Abi Malik berkata kepadaku,
كَانُوا يَتَحَدَّثُونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَعُمَرُ جَالِسٌ عَلَى الْمِنْبَرِ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ قَامَ عُمَرُ فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ حَتَّى يَقْضِيَ الْخُطْبَتَيْنِ كِلْتَيْهِمَا فَإِذَا قَامَتْ الصَّلَاةُ وَنَزَلَ عُمَرُ تَكَلَّمُوا
“Pada hari Jumat mereka (Jamaah shalat) saling berbicara ketika Umar bin Khattab radhyallahu ‘anhu sedang duduk di Mimbar. Jika Muadzin telah selesai adzan Umar berdiri dan tak ada seorangpun yang berbicara sampai usai dua khutbah. Kemudian setelah shalat ditegakkan dan umar turun, mereka saling berbicara kembali.” (Al-Umm, 1/175)
2. An-Nawawi dalam al-Majmu’,
مذهبنا أن المتابعة سنة ليست بواجبة ، وبه قال جمهور العلماء ، وحكى الطحاوي خلافا لبعض السلف في إيجابها
Pendapat madzhab kami, bahwa mengikuti adzan hukumnya sunah dan tidak wajib. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Dan diceritakan oleh at-Thahawi adanya perbedaan dari sebagian ulama salaf yang mewajibkan menjawab adzan. (al-Majmu’ 3/127).
3. Dalam al-Mughni menukil keterangan Imam Ahmad,
وإن دخل المسجد فسمع المؤذن استحب له انتظاره ليفرغ، ويقول مثل ما يقول جمعا بين الفضيلتين. وإن لم يقل كقوله وافتتح الصلاة، فلا بأس. نص عليه أحمد
Jika orang masuk masjid dan mendengarkan adzan, dianjurkan untuk menunggu sampai selesai adzan, dan mengucapkan seperti yang diucapkan muadzin, sehingga dia mendapatkan dua keutamaan. Dan jika dia tidak menjawab adzan dan langsung memulai shalat (tahiyatul masjid), tidak masalah. Demikian yang ditegaskan Imam Ahmad. (al-Mughni, 1/311).
Dalam qoidah ushul fiqh dikatakan bahwa;
الأصل فى الأمر للوجوب إلا مادل دليل على خلافه
Asal pada sebuah perintah (amr) menunjukkan kepada wajib, kecuali ada dalil yang memalingkannya.
Pendapat ulama-ulama diatas menunjukkan bahwa dalil-dalil yang memalingkannya itu terdapat pada dalil; 4, 5, 6 dan 7. Kesimpulan hukum menjawab adzan adalah sunnah.
c. pendapat kami
Dua keterangan yang telah disampaikan dengan mengedepankan bahwa menjawab adzan adalah syari’at yang disampaikan Nabi SAW dengan fadilah/ujrah/pahala yang sangat besar bagi kita, maka hukumnya adalah wajib. Tetapi secara umum dalil-dalil yang memalingkan bahwa hukum menjawab adzan adalah sunnah mempunyai hujjah yang kuat terutama hadits Tsa’labah bin Abi Malik Al-Quradly dan pernyataan Ibnu Mas’ud. Maka kami berkesimpulan bahwa menjawab adzan hukumnya adalah sunnah muakkad.
I. Tentang orang yang mengumandangkan adzan
1). Kriteria muadzin
Dalil 1
...عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَأَذِّنَا وَأَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا
HR. Bukhari, 618...Dari Malik bin Al Huwairits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jika telah datang waktu shalat maka adzan dan iqamatlah, kemudian hendaklah yang mengimami shalat adalah yang paling tua di antara kalian berdua."
Dalil 2
…فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ فَقَالَ إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَقُمْ مَعَ بِلَالٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ…
Sunan Abu Daud 421 …‘Maka keesokan harinya, saya pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan kejadian mimpiku itu, maka beliau bersabda: "Sesungguhnya mimpimu itu adalah mimpi yang benar Insya Allah. Karena itu berdirilah bersama Bilal dan ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya lebih lantang dari suaramu."…
Dalil 3
…عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ قَالَ لَمَّا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُنَيْنٍ خَرَجْتُ عَاشِرَ عَشْرَةٍ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ نَطْلُبُهُمْ فَسَمِعْنَاهُمْ يُؤَذِّنُونَ بِالصَّلَاةِ فَقُمْنَا نُؤَذِّنُ نَسْتَهْزِئُ بِهِمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ سَمِعْتُ فِي هَؤُلَاءِ تَأْذِينَ إِنْسَانٍ حَسَنِ الصَّوْتِ فَأَرْسَلَ إِلَيْنَا فَأَذَّنَّا رَجُلٌ رَجُلٌ وَكُنْتُ آخِرَهُمْ فَقَالَ حِينَ أَذَّنْتُ تَعَالَ فَأَجْلَسَنِي بَيْنَ يَدَيْهِ فَمَسَحَ عَلَى نَاصِيَتِي وَبَرَّكَ عَلَيَّ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ اذْهَبْ فَأَذِّنْ عِنْدَ الْبَيْتِ الْحَرَامِ قُلْتُ كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلَّمَنِي كَمَا تُؤَذِّنُونَ الْآنَ بِهَا
Sunan Nasa'i 629 … Dari Abu Mahdzurah dia berkata: "Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari Hunain, aku orang yang kesepuluh dari sepuluh orang Quraisy yang pergi mencari mereka (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat). Kami mendengar mereka mengumandangkan adzan untuk shalat, maka kami mulai ikut adzan sebagai ejekan kepada mereka. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Aku mendengar seseorang yang merdu suaranya di antara mereka mengumandangkan adzan.' beliau mengutus seseorang kepada kami, lalu kamipun mengumandangkan adzan satu persatu dan aku orang yang terakhir. Ketika mendengarku mengumandangkan adzan beliau berkata: 'Kemari!' Beliau mempersilakanku duduk di depannya dan mengusap ujung rambutku, serta mendoakan keberkahan untukku -sampai tiga kali- kemudian berkata: 'Pergilah dan kumandangkan adzan di Masjidil Haram." Aku berkata: 'Bagaimana caranya wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?' Lalu beliau mengajariku sebagaimana yang kalian ucapkan saat adzan sekarang
Dalil 1 kalimat "Jika telah datang waktu shalat maka adzan dan iqamatlah, kemudian hendaklah yang mengimami shalat adalah yang paling tua di antara kalian berdua."menunjukan perintah seseorang untuk menjadi muadzin dengan tidak ada kriteria, berarti siapa saja boleh melakukanya.
Dalil 2 kalimat Karena itu berdirilah bersama Bilal dan ajarkan kepadanya mimpimu itu, dan hendaklah dia yang adzan, karena suaranya lebih lantang dari suaramu, menunjukan bahwa azdan dilakukan yang bersuara lantang atau keras.
Dalil 3 kalimat “'Aku mendengar seseorang yang merdu suaranya di antara mereka mengumandangkan adzan.' beliau mengutus seseorang kepada kami, lalu kamipun mengumandangkan adzan satu persatu dan aku orang yang terakhir. Ketika mendengarku mengumandangkan adzan beliau berkata: 'Kemari!' Beliau mempersilakanku duduk di depannya dan mengusap ujung rambutku, serta mendoakan keberkahan untukku -sampai tiga kali- kemudian berkata: 'Pergilah dan kumandangkan adzan di Masjidil Haram." Menunjukan pilihan nabi SAW kepada seseorang yang merdu suaranya
Kesimpulan selama seorang muslim boleh menjadi muadzin, tetapi ketika ada pilihan maka dianjurkan yang dipilih adalah yang bersuara keras dan merdu.
2). Keutamaan muadzin
Dalil 1
صحيح البخاري ٢٤٩٢: … عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
Shahih Bukhari 2492…dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Seandainya manusia mengetahui (kebaikan) apa yang terdapat pada panggilan shalat dan shaf pertama lalu mereka tidak dapat meraihnya melainkan dengan mengundi tentulah mereka akan mengundinya. Seandainya mereka mengetahui apa yang terdapat pada bersegera melaksanakan shalat tentulah mereka akan berlomba untuk melakukannya dan seandainya mereka mengetahui apa yang terdapat pada 'Atmah (shalat 'Isya') dan Shubuh tentulah mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak."
Dalil 2
سنن النسائي ٦٤٢ …عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ وَالْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ بِمَدِّ صَوْتِهِ وَيُصَدِّقُهُ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رَطْبٍ وَيَابِسٍ وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ
Sunan Nasa'i 642… Dari Al-Barra' bin 'Azib bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allah dan para malaikat mendoakan (orang-orang) yang berada di shaf terdepan. Seorang muadzin akan diampuni sepanjang suaranya dan dibenarkan oleh yang mendengarnya dari semua yang basah dan kering, dan dia mendapat pahala seperti pahala orang yang ikut shalat bersamanya."
Dalil 3
مسند أحمد ٩٠٦٠: …عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ فَأَرْشَدَ اللَّهُ الْأَئِمَّةَ وَغَفَرَ لِلْمُؤَذِّنِينَ
Musnad Ahmad 9060: … Dari Abu Hurairah berkata: Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seorang imam itu bertanggungjawab sedangkan mu`adzin dipercaya, maka Allah memberi petunjuk kepada para imam dan memberi ampunan kepada para mu`adzin."
Dalil 4
...عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلَاةِ وَيُصَلِّي فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلَاةَ يَخَافُ مِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ
HR. Abu Daud, 1017...Dari 'Uqbah bin 'Amir dia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Rabb kalian kagum terhadap seorang yang mengumandangkan shalat di atas bukit, kemudian dia shalat, maka Allah Azza wa Jalla berfirman; "Lihatlah kepada hamba-Ku ini, dia mengumandangkan adzan lalu shalat karena takut kepada-Ku, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku dan memasukkannya ke dalam surga."
Dalil 5
صحيح مسلم ٥٨٠… : فَقَالَ مُعَاوِيَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ…
Shahih Muslim 580…Mu'awiyah berkata: 'Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Para mu'adzdzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat'."
Dalil 6
صحيح البخاري ٥٧٤: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ الْأَنْصَارِيِّ ثُمَّ الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ لَهُ إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلَاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Shahih Bukhari 574: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata: telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abdurrahman bin Abdullah bin 'Abdurrahman bin Abu Sha'sha'ah Al Anshari Al Mazini dari Bapaknya bahwa ia mengabarkan kepadanya, bahwa Abu Sa'id Al Khudri berkata kepadanya: "Aku lihat kamu suka kambing dan lembah (penggembalaan). Jika kamu sedang menggembala kambingmu atau berada di lembah, lalu kamu mengumandangkan adzan shalat, maka keraskanlah suaramu. Karena tidak ada yang mendengar suara mu'adzin, baik manusia, jin atau apapun dia, kecuali akan menjadi saksi pada hari kiamat." Abu Sa'id berkata: "Aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam."
Dalil 1 kalimat, :"Seandainya manusia mengetahui (kebaikan) apa yang terdapat pada panggilan shalat dan shaf pertama lalu mereka tidak dapat meraihnya melainkan dengan mengundi tentulah mereka akan mengundinya. Seandainya mereka mengetahui apa yang terdapat pada bersegera melaksanakan shalat tentulah mereka akan berlomba untuk melakukannya dan seandainya mereka mengetahui apa yang terdapat pada 'Atmah (shalat 'Isya') dan Shubuh tentulah mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak."menunjukan bahwa terdapat pahala yang tidak terhingga tentang fadilah orang yang mengumandangkan adzan, dan shaf pertama
Dalil 2 kalimat “Seorang muadzin akan diampuni sepanjang suaranya dan dibenarkan oleh yang mendengarnya dari semua yang basah dan kering, dan dia mendapat pahala seperti pahala orang yang ikut shalat bersamanya."menunjukan pahala seorang muadzin yang mendapat pengampunan sepanjang suaranya terdengar dan setiap yang mendengarnya akan menjadi saksi baik mahluk hidup dan benda mati serta pahala seluruh manusia yang mengikuti ajakan shalat karena adzan muadzin tersebut.
Dalil 3 kalimat, "Seorang imam itu bertanggungjawab sedangkan mu`adzin dipercaya, maka Allah memberi petunjuk kepada para imam dan memberi ampunan kepada para mu`adzin”.menunjukan adanya pengampunan dari ALLAH SWT.
Dalil 4 kalimat, "Lihatlah kepada hamba-Ku ini, dia mengumandangkan adzan lalu shalat karena takut kepada-Ku, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku dan memasukkannya ke dalam surga." Menunjukan selain pengampunan juga jaminan akan dimasukan ke syurga
Dalil 5 kalimat, 'Para mu'adzdzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat'." Menunjukan bahwa akan kemulian seorang muadzin di hari kiamat
Dalil 6,” maka keraskanlah suaramu. Karena tidak ada yang mendengar suara mu'adzin, baik manusia, jin atau apapun dia, kecuali akan menjadi saksi pada hari kiamat."menunjukan bahwa seluruh mahluk hidup akan menjadi saksi dihari kiamat akan suara yang terdengarnya.
Kesimpulan bahwa pahala muadzin itu tidak terhingga sampai-sampai undian akan dilakukan demi mendapatkanya diantaranya adalah suara adzan yang terdengar oleh mahluk hidup baik manusia sampai jin, baik benda mati yang padat atau cair akan menjadi saksi dihari kiamat, dan pahala manusia yang shalat karena kumandang adzannya menjadi haknya serta pengampunan dan jaminan masuk syurga ada di dalamnya, sehingga pantaslah perebutan akan terjadi bila kita mengetahui pahalanya.
3). Upah orang yang mengumandangkan adzan
Dalil 1
سنن النسائي ٦٦٦: ...عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْنِي إِمَامَ قَوْمِي فَقَالَ أَنْتَ إِمَامُهُمْ وَاقْتَدِ بِأَضْعَفِهِمْ وَاتَّخِذْ مُؤَذِّنًا لَا يَأْخُذُ عَلَى أَذَانِهِ أَجْرًا
Sunan Nasa'i 666: ...Dari 'Utsman bin Abul 'Ash dia berkata: "Aku berkata: 'Wahai Rasulullah, jadikanlah aku sebagai imam kaumku?' Rasulullah menjawab: 'Kamu imam mereka dan perhatikan orang yang paling lemah serta jangan menjadikan muadzin yang mengambil upah dari adzannya.'"
Dalil 2
صحيح البخاري ٥٢٩٦: … عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ أَوْ سَلِيمٌ فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إِنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلًا لَدِيغًا أَوْ سَلِيمًا فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى شَاءٍ فَبَرَأَ فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ فَكَرِهُوا ذَلِكَ وَقَالُوا أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ
Shahih Bukhari 5296: …Dari Ibnu Abbas bahwa beberapa sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melewati sumber mata air dimana terdapat orang yang tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di sumber mata air tersebut datang dan berkata: "Adakah di antara kalian seseorang yang pandai menjampi? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air ada seseorang yang tersengat binatang berbisa." Lalu salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al fatihah dengan upah seekor kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tidak suka dengan hal itu, mereka berkata: "Kamu mengambil upah atas kitabullah?" setelah mereka tiba di Madinah, mereka berkata: "Wahai Rasulullah, ia ini mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah."
Dalil 3
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
Q S ANNISA 6 artinya : Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
Dalil 1 kalimat, 'Wahai Rasulullah, jadikanlah aku sebagai imam kaumku?' Rasulullah menjawab: 'Kamu imam mereka dan perhatikan orang yang paling lemah serta jangan menjadikan muadzin yang mengambil upah dari adzannya.'menunjukan larangan mengambil upah sebagai seorang muadzin
Dalil 2 kalimat : "Wahai Rasulullah, ia ini mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah."menunjukan akan kebolehan mengambil upah dari mengajarkan alquran
Dalil 3 firman AllAH SWT “Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut”. Menunjukan memakan harta anak yatim itu diperbolehkan dengan ketentuan-ketentuan yang sangat ketat dan sesuai dengan kondisi dan keadaan tetapi tidak mengambilnya adalah lebih baik
Mari perhatikan pendapat para ulama tentang menerima upah itu diperbolehkan dengan syarat dan ketentuan yang ketat dengan tetap memperhatikan kondisi dan situasi darurat.
1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, Mengenai upah untuk ibadah dalam hal ini dibedakan antara orang yang butuh upah dan selainnya. Itulah yang lebih tepat. Jika seseorang membutuhkan upah, ia tetap niatkan amalannya itu karena Allah, masih boleh baginya untuk mengambil upah dalam ibadah. Karena nafkah pada keluarga itu wajib dan boleh sesuatu yang wajib dibayarkan dengan upah ini. Sedangkan orang kaya tidaklah butuh pada upah ini karena nantinya ia termasuk orang yang beramal pada selain Allah. (Majmu’ah Al-Fatawa, 3:207).
Rujukan dengan menghadirkan dalil no 3
2. Ibnu qudamah dalam al-Mughni, 1/460 Karena kaum muslimin membutuhkan orang semacam ini. Sementara bisa jadi tidak ada orang yang mau secara suka rela melakukannya. Jika dia tidak digaji, bisa menelantarkan hidupnya.
3. Imam syafei al umm 2/87 Aku menyukai muadzin dengan tidak mengambil upah dari adzannya. Dan yang berwajib (pemerintah) tidak boleh mengangkat muadzin yang bergaji, jika ada muadzin yang mau menjalankan tugas beradzan secara sukarela, saya berpendapat bahwa dalam suatu kota besar, tentu didapati seorang nuadzin yang dapat dipercaya yang tetap mau beradzan dengan sukarela. Apabila tiada diperoleh, maka barulah boleh muadzin diangkat dan digaji”.
4. As-Shan’ani Subulus Salam, 1/128 “Hadis Utsman bin Abil ‘Ash tidaklah menunjukkan haramnya menerima upah untuk muadzin. Ada yang mengatakan, “Boleh mengambil upah untuk adzan dalam kondisi tertentu. Karena upahnya bukan sebatas untuk adzannya tapi untuk perjuangan dia yang selalu siaga, seperti upah untuk orang yang mengintai.” (Subulus Salam, 1/128).
5. Ust aceng Zakaria al fatwa 1 hal 237 ”hadist ini (dalil no 1) menunjukan bahwa muadzin tidak boleh meminta upah karena adzanya, tetapi jika muadzin diberi oleh Lembaga, Yayasan, atau pemerintah untuk keperluan dirinya atau keluarganya maka tidak apa-apa ia menerimanya, sebagaimana yang berlaku di Saudi arabia, demikian juga imam masjid suka diberi gaji atau honor, demikian menurut pendapat jumhur ulama
Kesimpulan bahwa meminta upah karena adzan adalah haram, mendapat pemberian dari orang atau Lembaga dengan alasan untuk memenuhi kewajiban dan mengambil sesuai dengan kebutuhan yang bersifat wajib sesuai dengan dalil no 2 dan no 3 diperbolehkan.