Bersalaman Setelah Shalat Berjamaah

Bersalaman Setelah Shalat Berjamaah

1. Pendapat pertama bersalaman setelah shalat berjamaah adalah sunnah

2. Pendapat kedua bersalaman sesama muslim yang ditentukan waktunya setelah shalat berjamaah bersifat baru dalam agama (bid’ah)

3. Pendapat Kami Tentang Bersalaman setelah shalat berjamaah

Berikut dalil dan keterangan

Dalil 1

سنن ابن ماجه ٣٦٩٣: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ الْأَجْلَحِ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّق

Sunan Ibnu Majah 3693: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar dan Abdullah bin Numair dari Al Ajlah dari Abu Ishaq dari Al Barra bin 'Azib dia berkata: "Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tidaklah dua orang muslim yang saling bertemu, kemudian saling berjabat tangan kecuali keduanya akan di ampuni sebelum mereka berpisah."

Dalil 2

صحيح البخاري ٥٧٩٢: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ أَكَانَتْ الْمُصَافَحَةُ فِي أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ

Shahih Bukhari 5792: Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin 'Ashim telah menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dia berkata: aku bertanya kepada Anas: "Apakah diantara para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sering berjabat tangan?" dia menjawab: "Ya."

Dalil 3

سنن الدارمي ١٣٣٢: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ السُّوَائِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ قَالَ فَإِذَا رَجُلَانِ حِينَ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدَانِ فِي نَاحِيَةٍ لَمْ يُصَلِّيَا قَالَ فَدَعَا بِهِمَا فَجِيءَ بِهِمَا تُرْعَدُ فَرَائِصُهُمَا قَالَ مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُصَلِّيَا قَالَا صَلَّيْنَا فِي رِحَالِنَا قَالَ فَلَا تَفْعَلَا إِذَا صَلَّيْتُمَا فِي رِحَالِكُمَا ثُمَّ أَدْرَكْتُمَا الْإِمَامَ فَصَلِّيَا فَإِنَّهَا لَكُمَا نَافِلَةٌ قَالَ فَقَامَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ بِيَدِهِ يَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ قَالَ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِي فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنْ الثَّلْجِ وَأَطْيَبُ رِيحًا مِنْ الْمِسْكِ

Sunan Darimi 1332: Telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Al Qasim telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Ya'la bin 'Atha` ia berkata: saya mendengar Jabir bin Yazid bin Al Aswad As Suwai menceritakan dari Ayahnya, bahwa ia pernah shalat subuh bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia berkata: "Tiba-tiba saat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat ada dua orang laki-laki yang sedang duduk di pojok masjid, mereka tidak ikut mengerjakan shalat. Maka beliau minta agar keduanya dipanggil, maka dibawalah mereka berdua ke hadapan beliau dengan bergetar. Beliau lantas bertanya: "Apakah yang menghalangi kalian untuk melakukan shalat?" Keduanya menjawab, "Kami telah melakukan shalat di perjalanan kami." Beliau berkata: "Jangan kalian melakukan hal itu, apabila kalian telah melakukan shalat di perjalanan, kemudian mendapati imam maka lakukanlah shalat, karena shalat tersebut bagi kalian sebagai shalat sunah." Kemudian orang-orang memegang tangan beliau dan mengusapkannya ke wajah mereka." Yazid (perawi) berkata: "Kemudian aku memegang tangan beliau dan mengusapkan ke wajahku, ternyata tangan beliau lebih dingin daripada salju, dan lebih harum daripada minyak kasturi."

Dalil 4

صحيح البخاري ٣٢٨٩: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مَنْصُورٍ أَبُو عَلِيٍّ حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْأَعْوَرُ بِالْمَصِّيصَةِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا جُحَيْفَةَ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ قَالَ شُعْبَةُ وَزَادَ فِيهِ عَوْنٌ عَنْ أَبِيهِ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ كَانَ يَمُرُّ مِنْ وَرَائِهَا الْمَرْأَةُ وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ قَالَ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِي فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنْ الثَّلْجِ وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنْ الْمِسْكِ

Shahih Bukhari 3289: Telah bercerita kepada kami Al Hasan bin Manshur, Abu 'Ali telah bercerita kepada kami Hajjaj bin Muhammad Al A'war di Mashishah telah bercerita kepada kami Syu'bah dari Al Hakam berkata: aku mendengar Abu Juhaifah berkata: Pada suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar pada siang hari menuju Batha', kemudian berwudlu', lalu beliau shalat Zhuhur dua raka'at dan 'Ashar dua raka'at dan di hadapan beliau diletakkan tongkat'. Syu'bah berkata: dan 'Aun menambahkan dalam riwayat hadits ini dari bapaknya, Abu Juhaifah, berkata: "Saat itu lewat dari belakang tongkat tersebut seorang wanita, maka orang-orang pada berdiri lalu memegang tangan beliau, kemudian mengusapkannya pada wajah-wajah mereka." Dia (Abu Juhafah) berkata: "Maka aku pegang tangan beliau lalu kuusapkan ke wajahku yang ternyata tangan beliau itu lebih dingin dari pada salju dan lebih wangi dari pada minyak kasturi."

Dalil 5

صحيح البخاري ٢٤٩٩: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

Shahih Bukhari 2499: Telah menceritakan kepada kami Ya'qub telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad dari bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari 'Aisyah radliyallahu 'anha berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak."

Dalil 6

Shahih Muslim 1435 :…Beliau bersabda: "Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah)." Kemudian beliau melanjutkan bersabda: "Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat."

Dalil 1 kalimat Tidaklah dua orang muslim yang saling bertemu, kemudian saling berjabat tangan kecuali keduanya akan di ampuni sebelum mereka berpisah."

Dalil 2 kalimat aku bertanya kepada Anas: "Apakah diantara para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sering berjabat tangan?" dia menjawab: "Ya."

Dua dalil ini menunjukan secara umum, adanya sunnah bersalaman.

Dalil 3 kalimat bahwa ia pernah shalat subuh bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia berkata:"Tiba-tiba saat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat ada dua orang laki-laki yang sedang duduk di pojok masjid, mereka tidak ikut mengerjakan shalat. Maka beliau minta agar keduanya dipanggil, maka dibawalah mereka berdua ke hadapan beliau dengan bergetar. Beliau lantas bertanya: "Apakah yang menghalangi kalian untuk melakukan shalat?" Keduanya menjawab, "Kami telah melakukan shalat di perjalanan kami." Beliau berkata: "Jangan kalian melakukan hal itu, apabila kalian telah melakukan shalat di perjalanan, kemudian mendapati imam maka lakukanlah shalat, karena shalat tersebut bagi kalian sebagai shalat sunah." Kemudian orang-orang memegang tangan beliau dan mengusapkannya ke wajah mereka." Yazid (perawi) berkata: "Kemudian aku memegang tangan beliau dan mengusapkan ke wajahku, ternyata tangan beliau lebih dingin daripada salju, dan lebih harum daripada minyak kasturi."

Dalil 4 kalimat Pada suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar pada siang hari menuju Batha', kemudian berwudlu', lalu beliau shalat Zhuhur dua raka'at dan 'Ashar dua raka'at dan di hadapan beliau diletakkan tongkat'. Syu'bah berkata: dan 'Aun menambahkan dalam riwayat hadits ini dari bapaknya, Abu Juhaifah, berkata: "Saat itu lewat dari belakang tongkat tersebut seorang wanita, maka orang-orang pada berdiri lalu memegang tangan beliau, kemudian mengusapkannya pada wajah-wajah mereka." Dia (Abu Juhafah) berkata: "Maka aku pegang tangan beliau lalu kuusapkan ke wajahku yang ternyata tangan beliau itu lebih dingin dari pada salju dan lebih wangi dari pada minyak

Dalil 5 kalimat "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak." Menunjukan setiap sesuatu yang dianggap ibadah dan ditentukan waktu pelaksanaanya harus berdasarkan contoh dari Nabi SAW akan tertolak sebagai amalan.

Dalil 6 kalimat Beliau bersabda: "Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah)." Kemudian beliau melanjutkan bersabda: "Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat." Menunjukan setiap sesuatu yang dianggap ibadah dan ditentukan waktu pelaksanaanya harus berdasarkan contoh dari Nabi SAW sel;ain tertolak juga menjadikan kita tersesat dari agama ini.

1. Bersalaman setelah shalat berjamaah adalah sunnah

Dalil yang menunjukan bahwa perintah bersalaman secara umum ada, dan dalam dalil tersebut tidak terikat setelah shalat berjamaah atau diluar setelah shalat berjamaah (dalil no 1 dan 2), dengan demikian bersalaman setelah shalat berjamaah menjadi sunnah mengingat sahabat dan nabi pernah melakukanya setelah shalat shubuh,duhur dan ashar (dalil no 3 dan 4).

Kesimpulan bersalaman setelah shalat berjamaah adalah sunnah.

Mari perhatikan pendapat para ulama

· Imam An-Nawawi dalam Al Adzkar, hal. 184. Mawqi’ Ruh Al Islam.Ketahuilah, bersalaman merupakan perbuatan yang disunnahkan dalam keadaan apa pun. Ada pun kebiasaan manusia saat ini bersalaman setelah shalat subuh dan ‘ashar, maka yang seperti itu tidak ada dasarnya dalam syariat, tetapi itu tidak mengapa. Karena pada dasarnya bersalaman adalah sunah, dan keadaan mereka menjaga hal itu pada sebagian keadaan dan mereka berlebihan di dalamnya pada banyak keadaan lain atau lebih dari itu, pada dasarnya tidaklah keluar dari bersalaman yang ada dalam syara’.

· Al ‘Izz Ibnu Abdissalam dalam Qawaid Al Ahkam fi Mashalihil Anam, jilid 2 hal. 173 Bid’ah-bid’ah mubahah (bid’ah yang boleh) contoh di antaranya adalah: bersalaman setelah subuh dan ‘ashar, di antaranya juga berlapang-lapang dalam hal-hal yang nikmat berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, melebarkan pakaian kebesaran ulama, dan melebarkan lengan baju.

· Al-Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfatul Muhtaj, jilid 39 hal. 448-449 Tidak ada dasarnya bersalaman setelah shalat subuh dan ‘ashar, tetapi itu tidak mengapa, karena itu termasuk makna global dari bersalaman, dan Asy Syaari’ (pembuat syariat) telah menganjurkan atas hal itu.

2. bersalaman sesama mulim yang ditentukan waktunya setelah shalat berjamaah bersifat baru dalam agama (bid ah)

Bahwa bersalaman antara muslim adalah sunnah, waktu dan pelaksanaanya tidak terbatas (dalil 1 dan 2), menentukan setelah shalat baik waktu shalat tertentu apalagi disetiap waktu shalat tidak bersifat baru, adapun dalil no 3 dan 4 yang menunjukan bahwa nabi bersalaman setelah shalat berjamaah hal ini tidak serta menjadi kebiasaan yang nabi dan para sahabat lakukan, hal ini terjadi Ketika nabi melakukan safar dan shalat berjamaah kemudian orang-orang, orang-orang yang dimaksud adalah semua orang tidak terkecuali perawi atau dua orang yang dipanggil atau hanya jamaah shalat, yang mendatangi beliau dan bersalaman adalah semua orang, untuk lebih jelas lagi kita perhatikan secara utuh dalilnya Pada suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar pada siang hari menuju Batha', kemudian berwudlu', lalu beliau shalat Zhuhur dua raka'at dan 'Ashar dua raka'at dan di hadapan beliau diletakkan tongkat'. Syu'bah berkata: dan 'Aun menambahkan dalam riwayat hadits ini dari bapaknya, Abu Juhaifah, berkata: "Saat itu lewat dari belakang tongkat tersebut seorang wanita, maka orang-orang pada berdiri lalu memegang tangan beliau, kemudian mengusapkannya pada wajah-wajah mereka." Dia (Abu Juhafah) berkata: "Maka aku pegang tangan beliau lalu kuusapkan ke wajahku yang ternyata tangan beliau itu lebih dingin dari pada salju dan lebih wangi dari pada minyak, perhatikan kalimat Pada suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar pada siang hari menuju Batha' kemudian kalimat Kemudian orang-orang memegang tangan beliau dan mengusapkannya ke wajah mereka., perhatikqn juga kalimat Yazid (perawi) berkata: "Kemudian aku memegang tangan beliau dan mengusapkan ke wajahku, ternyata tangan beliau lebih dingin daripada salju, dan lebih harum daripada minyak kasturi." Dengan demikian bila dalil ini dijadikan bahwa setelah shalat nabi dan para sahabat bersalaman tidak tepat, begipun dengan dalil no 4, secara kontekstual menunjukan bahwa kejadian ini hanya bersifat incidental, bukan menjadi kebiasaan, sementara bila kita mau menjadikan ini kebiasaan maka hal ini dimungkinkan atau bahkan bisa dipastikan akan menjadi sesuatu amalan baru dalam agama yang bisa menjadikan kita tersesat.

Kesimpulan bersalaman sesama mulim yang ditentukan waktunya setelah shalat berjamaah bersifat baru dalam agama (bid ah)

Perhatikan pendapat para ulama

Abdullah Bin Abdirrahman Al Bassam dalam Taudhihul Ahkam jilid 2 hal 293: lah melihat dua pendapat ini maka kami berkesimpulan bahwa pendapat kedua lebih dekat dengan sunnah mengingat bersalaman adalah sunnah dan tidak terikat oleh setelah shalat berjamaah, artinya bisa diamalkan kapan saja, dan bila ada penentuan bahwa bersalaman sesama muslim yang ditentukan waktunya setelah shalat berjamaah bersifat baru dalam agama (bid ah), adapun alassanya sebagai berikut :

· Dalil umum tentang bersalaman tidak bisa ditarik oleh dalil khusus tentang rasullullah pernah melakukanya, karena bila kita perhatikan dengan teliti bahwa kejadian itu memiliki alasan lain.

· Kebiasaan bersalaman setelah shalat fardu tidak dilakukan oleh rasullullah dan sahabat baik sebelum atau sesudah dalil yang disampaikan, sehingga kejadian itu tidak memiliki dasar syariat.