Mencuci Muka

Mencuci muka dalam wudlu adalah wajib sesuai dengan QS. Al-Maidah [5] : 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِق...

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”…( QS. Al-Maidah [5] : 6)

Adapun tata caranya sebagai berikut:

“ALIRKAN AIR KE TELAPAK TANGAN ATAU MASUKKAN TANGAN KE BEJANA UNTUK MENGAMBIL AIR, CUCILAH WAJAH DENGAN BATASAN SEBAGAI BERIKUT: DI ATASNYA TEMPAT TUMBUHNYA RAMBUT (TANPA MELIHAT UNSUR KEPALA BOTAK), DIBAWAHNYA DAGU ATAU JANGGUT, DAN DISISI KANAN DAN KIRI ADALAH KEDUA TELINGA, RATAKAN AIR SEHINGGA SELURUH WAJAH TERKENA AIR, KEMUDIAN UNTUK JANGGUT DISELA-SELA. LAKUKAN SATU KALI ATAU DUA KALI ATAU TIGA KALI DAN JANGAN LAKUKAN LEBIH DARI TIGA KALI SERTA LEBIHKAN DARI BATAS YANG SUDAH ADA”.

Dengan keterangan ini bahwa tata cara mencuci muka adalah :

  1. Mengalirkan air ke telapak tangan atau memasukkan tangan ke bejana untuk mengambil air

  2. Cucilah wajah dengan batasan-batasan : di atas tempat tumbuhnya rambut (tanpa melihat unsur kepala botak), di bawah dagu atau janggut, sisi kanan dan sisi kiri adalah kedua telinga

  3. Menyela-nyela janggut

  4. Ratakan air sehingga seluruh wajah terkena air

  5. Lakukan satu kali atau

  6. Lakukan dua kali atau

  7. Lakukan tiga kali

  8. Jangan lebih dari tiga kali

  9. Lebihkan dari batas yang sudah ada

Mari kita perhatikan bersama dalil-dalil yang menjadi acuan tata cara ini sebagai berikut :

1. Mengalirkan air ke telapak tangan atau memasukkan tangan ke bejana untuk mengambil air

Dalil 1

صحيح البخاري ١٧٦… :عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ وَأَنَّهُ ذَهَبَ لِحَاجَةٍ لَهُ وَأَنَّ مُغِيرَةَ جَعَلَ يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَيْهِ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ …

Shahih Bukhari 176: …Dari Al Mughirah bin Syu'bah, bahwa Dia pernah bersama Rasulullah ﷺ dalam suatu perjalanan. Beliau lalu pergi untuk buang hajat, sementara Al Mughirah menuangkan air untuk beliau hingga beliau pun berwudlu

Dalil 2

صحيح البخاري ١55… :أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِإِنَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا …

Shahih Bukhari 155 :…Bahwa Humran mantan budak 'Utsman mengabarkan kepadanya, bahwa Ia telah melihat 'Utsman bin 'Affan… lalu ia memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana… kemudian membasuh wajahnya tiga kali…."

Dengan keterangan ini menunjukkan bahwa posisi tangan ketika akan mencuci muka boleh di kucurkan atau dicelupkan.

2. Cucilah wajah dengan batasan-batasan : di atas tempat tumbuhnya rambut (tanpa melihat unsur kepala botak), di bawah dagu atau janggut, sisi kanan dan sisi kiri adalah kedua telinga

Pengertian dan batasan muka/wajah banyak dikemukakan oleh para ulama, Syaikh Sayyid Sabiq diantaranya, seperti di dalam Kitab Fiqhus Sunnah juz 1 hal. 29 ;

وحد الوجه من أعلى تسطيح الجبهة إلى أسفل اللحيين طولا، ومن شحمة الاذن إلى شحمة الاذن عرضا

Artinya : Dan batasan muka dari atas ratanya dahi sampai janggutnya yang paling bawah menurut ukuran panjangnya. Dan dari gemuknya telinga sampai gemuknya telinga lagi menurut ukuran lebarnya.

Di dalam Kitab Al Mulakhasul Fiqhiyyu Syaikh Shalih Bin Fauzan Al Fauzan menyatakan sebagai berikut:

وحد الوجه طولا من منابت شعر الرأس المعتاد إلى ما انحدر من اللحيين والذقن , واللحيان عظمان في أسفل الوجه : أحدهما من جهة اليمين , والثاني من جهة اليسار , والذقن مجمعهما , وشعر اللحية من الوجه ; فيجب عسله , ولو طال , فإن كانت اللحية خفيفة الشعر ; وجب غسل باطنها وظاهرها , وإن كانت كثيفة ( أي : ساترة للجلد ) ; وجب غسل ظاهرها , ويستحب تخليل باطنها كما تقدم , وحد الوجه عرضا من الأذن إلى الأذن

Artinya : Dan batasan muka menurut ukuran panjangnya adalah dari tempat tumbuhnya rambut yang lazim sampai turun ke janggut dan dagu, dan jambang yang panjang di bawah wajah salah satunya di kening sebelah kanan dan yang kedua di kening sebelah kiri, dan dagu mengumpulkan keduanya. Dan rambut janggut dari muka maka wajib membasuhnya, walaupun panjang. Maka jika janggut berbulu tipis maka wajib membasuh bagian dalam dan luarnya, dan jika janggutnya tebal yakni menutupi kulit maka wajib membasuh bagian luarnya. Dan sunnah menyela-nyela bagian dalamnya janggut sebagaimana telah terdahulu. Dan batasan muka menurut ukuran lebarnya dari telinga hingga ke telinga lagi, (Al Mulakhosul Fiqhiyyu hal. 27)

Al-Hafidh Imam Ibnu Katsir menjelaskan secara jelas terperinci di dalam kitab tafsirnya Kitab Tafsir Al-Quran Al Adzim 3:42

وَحَدُّ الْوَجْهِ عِنْدَ الْفُقَهَاءِ مَا بَيْنَ مَنَابِتِ شَعْرِ الرَّأْسِ، وَلَا اعْتِبَارَ بِالصَّلَعِ وَلَا بِالْغَمَمِ» إِلَى مُنْتَهَى اللَّحْيَيْنِ وَالذَّقْنِ طُولًا، وَمِنَ الْأُذُنِ إِلَى الْأُذُنِ عَرْضًا وَفِي النَّزْعَتَيْنِ وَالتَّحْذِيفِ «5» خِلَافٌ: هَلْ هُمَا مِنَ الرَّأْسِ أَوِ الْوَجْهِ؟ وَفِي الْمُسْتَرْسِلِ مِنَ اللِّحْيَةِ عَنْ مَحَلِّ الْفَرْضِ قَوْلَانِ [أَحَدُهُمَا] أَنَّهُ يَجِبُ إِفَاضَةُ الْمَاءِ عَلَيْهِ لِأَنَّهُ تَقَعُ بِهِ الْمُوَاجَهَةُ.

Dan batas muka menurut ulama fiqih ialah dimulai dari tempat tumbuhnya rambut dalam hal ini tidak dianggap adanya kebotakan dan tidak pula pitak sampai dengan batas terakhir dari rambut janggut menurut ukuran panjangnya, dan dimulai dari telinga sampai dengan telinga lagi menurut ukuran lebarnya. Sehubungan dengan bagian terbelahnya rambut pada kedua sisi kening dan bagian tumbuhnya rambut yang lembut, apakah termasuk kepala atau muka dan sehubungan dengan janggut yang panjangnya melebihi batas ada dua pendapat. Salah satu diantaranya mengatakan bahwa wajib meratakan air padanya karena bagian ini termasuk bagian muka.

وَرُوِيَ فِي حَدِيثٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا مُغَطِّيًا لِحْيَتَهُ فَقَالَ (اكْشِفْهَا فَإِنَّ اللِّحْيَةَ مِنَ الْوَجْهِ)

Diriwayatkan di dalam sebuah hadits bahwa Nabi ﷺ melihat seorang laki-laki yang menutupi rambut janggutnya. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Bukalah penutup itu, karena sesungguhnya janggut termasuk wajah”. (Al Musnad 1:149, Sunan At-Tirmidzi : 31, Sunan Ibnu Majah : 430).

وَقَالَ مُجَاهِدٌ: هِيَ مِنَ الْوَجْهِ، أَلَا تَسْمَعُ إِلَى قَوْلِ الْعَرَبِ فِي الْغُلَامِ إِذَا نَبَتَتْ لِحْيَتُهُ: طَلَعَ وَجْهُهُ،

Dan Mujahid mengatakan: “Bahwa janggut termasuk muka (wajah), tidakkah kamu pernah mendengar perkataan orang arab sehubungan dengan anak laki-laki remaja yang tumbuh janggutnya, mereka mengatakan, ‘telah tampak roman mukanya.” (Tafsir Ibnu Katsir juz 2 hal. 35)

Dengan berbagai keterangan ini dapat kita simpulkan bahwa batasan wajah adalah: di atas tempat tumbuhnya rambut (tanpa melihat unsur kepala botak), di bawah dagu ataujanggut, sisi kanan dan sisi kiri adalah kedua telinga.

3. Menyela-nyela janggut

Dalil 1

سنن الترمذي ٢٩: ...عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ …و قَالَ أَحْمَدُ إِنْ سَهَا عَنْ تَخْلِيلِ اللِّحْيَةِ فَهُوَ جَائِزٌ و قَالَ إِسْحَقُ إِنْ تَرَكَهُ نَاسِيًا أَوْ مُتَأَوِّلًا أَجْزَأَهُ وَإِنْ تَرَكَهُ عَامِدًا أَعَادَ

Sunan At-Tirmidzi 29 : …Dari Utsman bin 'Affan bahwa Nabi ﷺ menyela-nyela jenggotnya… Imam Ahmad berkata; "Jika ia lupa menyela-nyela jenggot, maka itu tidaklah mengapa." Sementara Ishaq berkata; "Jika ia meninggalkannya karena lupa atau karena takwil, maka hal itu sah baginya. Namun jika meninggalkannya dengan sengaja maka ia harus mengulanginya.”

Dalil 2

مسند أحمد ٢٤٧٧٩: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ قَالَ أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ أَبِي وَهْبٍ النَّصْرِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ كُرَيْزٍ الْخُزَاعِيُّ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ خَلَّلَ لِحْيَتَهُ بِالْمَاءِ

Musnad Ahmad 24779 : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al Hubab, dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Umar bin Abi Wahab An Nashri dia berkata; telah menceritakan kepadaku Musa bin Thalhah bin Ubaidullah bin Kurair Al Khuza'i dari Aisyah berkata; "Apabila Rasulullah ﷺ berwudlu, beliau menyela-nyela jenggotnya dengan air."

Mari perhatikan beberapa pendapat para ulama

1) Imam Ibnu Katsir

وَيُسْتَحَبُّ لِلْمُتَوَضِّئِ أَنْ يُخَلِّلَ لِحْيَتَهُ إِذَا كانت كثيفة. وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا إسرائيل عن عامر بن حمزة، عن شقيق قال: رأيت عثمان يتوضأ، فَذَكَرَ الْحَدِيثَ، قَالَ: وَخَلَّلَ اللِّحْيَةَ ثَلَاثًا حِينَ غَسَلَ وَجْهَهُ، ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فعل الذي رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ، رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ : حَسَنٌ صَحِيحٌ، وَحَسَّنَهُ الْبُخَارِيُّ.

Artinya : Dan disunatkan bagi yang berwudlu menyela-nyela janggutnya jika tebal. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razaq, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Amir Ibnu Hamzah, dari Syaqiq yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Khalifah Utsman berwudlu, ternyata khalifah utsman menyela-menyela janggutnya sebanyak tiga kali ketika membasuh mukanya. Kemudian ia berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah ﷺ melakukan apa yang baru kalian lihat aku melakukannya.” Imam At Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadits Abdur Razaq, dan Imam At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih, dan dinilai hasan oleh Imam Bukhari. (Tafsir Ibnu Katsir juz 2 hal. 35)

وقال الإمام أحمد: أحسن شيء في تخليل اللحية حديث شقيق عن عثمان

Artinya : Imam Ahmad menyatakan bahwa hadits yang terbaik dalam menyela-nyela janggut adalah hadits Syaqiq yang diterima dari Utsman (Taliqat Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah)

2) Imam As-Shan’ani

Beliau menjelaskan lebih mendalam mengenai hadits Imam At Tirmidzi ini sebagaimana tertulis di dalam Kitab Subulus Salam berikut:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ فِي الْوُضُوءِ أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ ، وَالْحَدِيثُ أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ ، وَالدَّارَقُطْنِيّ ، وَابْنُ حِبَّانَ ، مِنْ رِوَايَةِ " عَامِرِ بْنِ شَقِيقٍ " ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ ، قَالَ الْبُخَارِيُّ : حَدِيثُهُ حَسَنٌ . وَقَالَ الْحَاكِمُ : لَا نَعْلَمُ فِيهِ ضَعْفًا بِوَجْهٍ مِنْ وُجُوهٍ ، هَذَا كَلَامُهُ ، وَقَدْ ضَعَّفَهُ ابْنُ مَعِينٍ ، وَقَدْ رَوَى الْحَاكِمُ لِلْحَدِيثِ شَوَاهِدَ عَنْ " أَنَسٍ " ، " وَعَائِشَةَ " ، " وَعَلِيٍّ " وَعَمَّارٍ .قَالَ الْمُصَنِّفُ : وَفِيهِ أَيْضًا عَنْ " أُمِّ سَلَمَةَ " ، " وَأَبِي أَيُّوبَ " ، " وَأَبِي أُمَامَةَ " " وَابْنِ عُمَرَ " ، " وَجَابِرٍ " ، " وَابْنِ عَبَّاسٍ " ، " وَأَبِي الدَّرْدَاءِ ، وَقَدْ تَكَلَّمَ عَلَى جَمِيعِهَا بِالتَّضْعِيفِ إلَّا حَدِيثَ " عَائِشَةَ " .

Artinya : Sesungguhnya Nabi ﷺ menyela-nyela janggutnya dalam wudlu. Hadits ini dikeluarkan oleh At Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah. Dan hadits tersebut dikeluarkan pula oleh Alhakim, Addaruqutni, Ibnu Hibban dari riwayat Amir bin Syaqiq dari Abi Wail. Albukhari berkata haditsnya hasan. Dan Alhakim mengatakan: Kami tidak mengetahui ada kelemahan hadits itu dari semua sanadnya ini, ini ucapannya. Dan sungguh Ibnu Main telah mendla’ifkan, dan hakim meriwayatkan sebagai syawahid dari anas, aisyah, ali dan ammar. Kemudian pengarang mengatakan: dan juga dari Ummu Salamah, Abi Ayyub, Abi Umamah, Ibnu umar, Jabir, Ibnu Abbas, dan Abi Darda, dan semuanya dinyatakan dla’if kecuali yang diriwayatkan oleh Aisyah (Subulus Salam juz 1 hal. 47)

Berdasarkan dalil dan keterangan yang telah disebutkan menyela-nyela janggut adalah salah satu sunnah dalam berwudlu.

4. Ratakan air sehingga seluruh wajah terkena air

Dalil 1

سنن ابن ماجه ٦٥٧: ...عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ تَوَضَّأَ وَتَرَكَ مَوْضِعَ الظُّفْرِ لَمْ يُصِبْهُ الْمَاءُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ

Sunan Ibnu Majah 657: …Dari Anas berkata: Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, laki-laki tersebut telah berwudlu namun masih menyisakan seukuran kuku yang belum terkena air, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda kepadanya: "Kembali dan perbaikilah wudlumu."

Dalil 2

صحيح البخاري ١٥٨: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ وَكَانَ يَمُرُّ بِنَا وَالنَّاسُ يَتَوَضَّئُونَ مِنْ الْمِطْهَرَةِ قَالَ أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ فَإِنَّ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنْ النَّارِ.

Shahih Bukhari 158 : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyad berkata, "Aku mendengar Abu Hurairah berkata saat dia lewat di hadapan kami, sementara saat itu orang-orang sedang berwudlu, "Sempurnakanlah wudlu kalian! Sesungguhnya Abul Qasim ﷺ bersabda: "Tumit-tumit yang tidak terkena air wudlu akan masuk neraka."

Dalil 1 kalimat laki-laki tersebut telah berwudlu namun masih menyisakan seukuran kuku yang belum terkena air, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda kepadanya: "Kembali dan perbaikilah wudlumu." Menunjukkan bahwa wajibnya ada pengulangan ketika anggota wudlu yang wajib terkena air terlewat dan dalil 2 kalimat Sesungguhnya Abul Qasim ﷺ bersabda: "Tumit-tumit yang tidak terkena air wudlu akan masuk neraka menunjukkan adanya ancaman langsung dari Rasulallah SAW bagi yang tidak meratakan atau menyempurnakan anggota bagian wudlu.

Kesimpulan ratakan air keseluruh wajah adalah meratakan air kebagian wajah sehingga tidak ada yang terlewat dari mulai atas bawah dan samping wajah.

5. Lakukan satu kali atau

Yang kelima sampai ketujuh adalah pilihan (takhyir) yang bisa kita lakukan mengenai jumlah mencuci muka sampai batasan-batasannya, adapun keterangan-keterangannya sebagai berikut :

صحيح البخاري ١٥٣: ...عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً مَرَّةً…

Shahih Bukhari 153: … Dari Ibnu 'Abbas berkata: Nabi ﷺ berwudlu' sekali sekali

6. Lakukan dua kali atau

صحيح البخاري ١٥٤: ...عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ…

Bukhari 154: …Dari 'Abdullah bin Zaid, bahwa Nabi ﷺ berwudlu dua kali dua kali...

7. Lakukan tiga kali

صحيح البخاري ١٥٩: …عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ… فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ …رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا

Shahih Bukhari 159: … Dari Humran mantan budak 'Utsman bin 'Affan, bahwa Ia melihat 'Utsman bin 'Affan minta untuk diambilkan air wudlu…lalu ia basuh kedua tangannya tersebut hingga tiga kali… Setelah itu ia berkata: "Aku telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu seperti wudluku ini.

8. Jangan lebih dari tiga kali

Adapun larangan tidak bolehnya lebih dari tiga kali mencuci muka dalam wudlu keterangannya sebagai berikut :

سنن ابن ماجه ٤١٦: ...عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنْ الْوُضُوءِ فَأَرَاهُ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ هَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ أَوْ تَعَدَّى أَوْ ظَلَمَ.

Sunan Ibnu Majah 416 : … Dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata; "Seorang arab badui datang kepada Nabi ﷺ dan bertanya tentang wudlu, menurutku beliau berwudlu tiga kali-tiga kali, kemudian beliau bersabda: "seperti Inilah tata cara wudlu, barangsiapa menambahi maka ia telah berbuat keburukan, atau melampaui batas, atau zhalim."

9. Lebihkan dari batas yang telah ada

Pada prakteknya wudlu mempunyai batasan-batasan yang telah ditentukan, tetapi dikarenakan adanya anjuran dari Nabi Muhammad ﷺ menjadi sunnahlah melebihkan batas yang telah ada dalam berwudlu, hal ini berdasarkan keterangan-keterangan sebagai berikut:

Dalil 1

صحيح البخاري ١٣٣: …عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ رَقِيتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ عَلَى ظَهْرِ الْمَسْجِدِ فَتَوَضَّأَ فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ.

Shahih Bukhari 133: …Dari Nu'aim bin Al Mujmir berkata: "Aku mendaki masjid bersama Abu Hurairah, lalu dia berwudlu' dan berkata: Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dengan wajah berseri-seri karena sisa air wudlu, barangsiapa diantara kalian bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan."

Dalil 2

صحيح مسلم ٣٦٣: …عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ رَأَى أَبَا هُرَيْرَةَ يَتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ حَتَّى كَادَ يَبْلُغُ الْمَنْكِبَيْنِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتَّى رَفَعَ إِلَى السَّاقَيْنِ ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ.

Shahih Muslim 363 : …Dari Nu'aim bin Abdullah bahwa dia melihat Abu Hurairah berwudlu, lalu membasuh wajahnya dan kedua tangannya hingga hampir mencapai lengan, kemudian membasuh kedua kakinya hingga meninggi sampai pada kedua betisnya, kemudian dia berkata: "Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya umatku datang pada hari kiamat dalam keadaan putih bercahaya disebabkan bekas wudlu. Maka barangsiapa diantara kalian mampu untuk memanjangkan putih pada wajahnya maka hendaklah dia melakukannya.

Kesimpulannya, dengan demikian tata cara mencuci muka dalam berwudlu sesuai dengan sunnah adalah sebagai berikut :

  1. Mengalirkan air ke telapak tangan atau memasukkan tangan ke bejana untuk mengambil air

  2. Cucilah wajah dengan batasan-batasan : di atas tempat tumbuhnya rambut (tanpa melihat unsur kepala botak), di bawah dagu atau janggut, sisi kanan dan sisi kiri adalah kedua telinga

  3. Menyela-nyela janggut

  4. Ratakan air sehingga seluruh wajah terkena air

  5. Lakukan satu kali atau

  6. Lakukan dua kali atau

  7. Lakukan tiga kali

  8. Jangan lebih dari tiga kali

  9. Lebihkan dari batas yang sudah ada