POSISI JARI-JARI TANGAN TIDAK DIRAPATKAN DAN TIDAK DI RENGGANGKAN BERLEBIHAN

Berikut dalil dan penjelesan tentang posisi jari-jari tangan yang tidak dirapatkan dan tidak di renggangkan berlebihan ketika diangkat sebelum turun ruku untuk ruku.

Pada dasarnya mengangkat tangan turun dari ruku’ sama dengan takbiratul ihram hal ini sesuai dengan hadits

Dalil 1

…عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَإِذَا رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ وَإِذَا قَامَ مِنْ الرَّكْعَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَرَفَعَ ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ إِلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَوَاهُ…

Shahih Bukhari 697: …Dari Nafi' bahwa Ibnu 'Umar ketika memulai shalat, dia bertakbir dengan mengangkat kedua tangannya, dan ketika ruku’ mengangkat kedua tangannya, dan ketika mengucapkan: 'SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH' mengangkat kedua tangannya, dan ketika berdiri dari dua raka’at mengangkat kedua tangannya. Lalu Ibnu 'Umar mengatakan bahwa Nabi SAW melakukan seperti itu….

Dalil 2

صحيح ابن خزيمة ٤٥٩: …عَنْ سَعِيدِ بْنِ سَمْعَانَ قَالَ: دَخَلَ عَلَيْنَا أَبُو هُرَيْرَةَ مَسْجِدَ بَنِي وُرَيْقٍ قَالَ: " ثَلَاثٌ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ بِهِنَّ، تَرَكَهُنَّ النَّاسُ، كَانَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ: هَكَذَا، وَأَشَارَ أَبُو عَامِرٍ بِيَدِهِ وَلَمْ يُفَرِّجْ بَيْنَ أَصَابِعِهِ، وَلَمْ يَضُمَّهَا، وَقَالَ: هَكَذَا أَرَانَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ " قَالَ أَبُو بَكْرٍ: وَأَشَارَ لَنَا يَحْيَى بْنُ حَكِيمٍ وَرَفَعَ يَدَيْهِ، فَفَرَّجَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ تَفْرِيجًا لَيْسَ بِالْوَاسِعِ، وَلَمْ يَضُمَّ بَيْنَ أَصَابِعِهِ، وَلَا بَاعَدَ بَيْنَهُمَا، رَفَعَ يَدَيْهِ فَوْقَ رَأْسِهِ مَدًّا، وَكَانَ يَقِفُ قَبْلَ الْقِرَاءَةِ هُنَيَّةً يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ فَضْلِهِ، وَكَانَ يُكَبِّرُ فِي الصَّلَاةِ كُلَّمَا سَجَدَ وَرَفَعَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ: هَذِهِ الشَّبَكَةُ شَبَكَةٌ سَمِجَةٌ بِحَالٍ، مَا أَدْرِي مِمَّنْ هِيَ، وَهَذِهِ اللَّفْظَةُ إِنَّمَا هِيَ: رَفَعَ يَدَيْهِ مَدًّا، لَيْسَ فِيهِ شَكٌّ وَلَا ارْتِيَابٌ أَنْ يَرْفَعَ الْمُصَلِّي يَدَيْهِ عِنْدَ افْتِتَاحِ الصَّلَاةِ فَوْقَ رَأْسِهِ

Shahih Ibnu Khuzaimah 459: …Dari Said bin Sam'an, ia berkata, “Abu Hurairah pernah menemui kami di masjid Bani Wuraiq, ia berkata, Tiga hal yang dilakukan Rasulullah SAW sementara manusia meninggalkannya. Rasulullah apabila ingin melaksanakan shalat, beliau berkata begini —Abu Amir memberikan isyarat dengan tangannya, dimana ia tidak memekarkan terlalu lebar jari-jarinya dan tidak merapatkannya—, lalu Abu Hurairah berkata, Demikianlah Ibnu Abu Di'b memperlihatkan kepada kami, Abu Bakar berkata, Yahya bin Hakim memberikan isyarat kepada kami, dan ia mengangkat kedua tangannya lalu ia memekarkan jari-jarinya dengan tidak terlalu luas serta tidak merapatkannya dan tidak menjauhkannya.

la mengangkat kedua tangannya di atas kepalanya dengan meninggikan serta berdiam diri sebentar sebelum membaca Al Fatihah memohon kepada Allah SWT dengan kemuliaan-Nya lalu mengumandangkan takbir di dalam pelaksanaan shalat di setiap sujud dan ruku’nya. 591 Abu Bakar berkata, “Merapatkan tangan ini berupa perapatan tangan yang buruk seketika itu. Aku tidak tahu hal tersebut berasal dari siapa. Yang dimaksudkan dari redaksi ini adalah mengangkat tangan tinggi-tinggi, dimana tidak diragukan lagi di dalamnya bahwa seseorang yang melaksanakan shalat mengangkat kedua tangannya berada di atas kepala saat memulai shalat.”

Dalil 1 kalimat Ibnu 'Umar ketika memulai shalat, dia bertakbir dengan mengangkat kedua tangannya, dan ketika ruku’ mengangkat kedua tangannya menunjukkan bahwa kaifiyat mengangkat tangan turun ruku’ dan takbiratul ihram sama

Dalil 2 Kalimat Rasulullah apabila ingin melaksanakan shalat, beliau berkata begini — Abu Amir memberikan isyarat dengan tangannya, dimana ia tidak memekarkan terlalu lebar jari-jarinya dan tidak merapatkannya menunjukkan tidak adanya ketentuan merenggangkan berlebihan dan merapatkan, kemudian kalimat Yahya bin Hakim memberikan isyarat kepada kami, dan ia mengangkat kedua tangannya lalu ia memekarkan jari-jarinya dengan tidak terlalu luas serta tidak merapatkannya dan tidak menjauhkannya. Menunjukkan bahwa yang dimaksud normal tanpa ada paksaan melebarkan atau merapatkan, terakhir tambahan keterangan kalimat Abu Bakar berkata, “Merapatkan tangan ini berupa perapatan tangan yang buruk seketika itu. Aku tidak tahu hal tersebut berasal dari siapa. Yang dimaksudkan dari redaksi ini adalah mengangkat tangan tinggi-tinggi, dimana tidak diragukan lagi di dalamnya bahwa seseorang yang melaksanakan shalat mengangkat kedua tangannya berada di atas kepala saat memulai shalat.” Menunjukkan bahwa merapatkan jari jemari tangan ketika takbiratul ihram dan turun ruku tidak menjadi bagian dari kaifiyat

Kesimpulan POSISI JARI-JARI TANGAN TIDAK DIRAPATKAN DAN TIDAK DIRENGGANGKAN BERLEBIHAN adalah jari-jari tangan ketika mengangkat tangan dalam takbiratul ihram atau turun ruku adalah tidak rapat dan tidak direnggangkan berlebihan.